Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Politik

Intip Partai “Kabinet Anas” Demokrat

22 Juni 2010   14:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:22 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh sayang, Partai Demokrat (PD) ternyata tidak memiliki kader-kader untuk regenerasi (kaderisasi minus). Saya bayangkan apa yang terjadi di Pemilu 2014, bukan penilaian subyektif tapi ini fakta dan data bahwa Partai Demokrat akan kehilangan konstituen, ditambah masalah-masalah besar yang timbul sejak pemerintahan SBY Jilid II ini. Kenapa saya katakan demikian karena,susunan Pengurus Partai Demokrat 2010-2015 yang hanya dipenuhi anggota-anggota FPD-DPR dan tim sukses ke tiga kandidat ketua umum dalam kongres lalu dinilai kurang mencerminkan harapan masyarakat dan tidak menunjukkan hasrat untuk membangun masa depan politik yang lebih baik dan cerdas. Belum lagi para pengurus yang direkrut tersebut, belum pernah menjadi anggota PD, langsung jadi pengurus pusat.

Nampak Bung Anas Urbaningrum sebagai ketua umum yang terpilih, dalam penyusunan struktur kabinetnya berada dalam tekanan (Nampak ada pesan sponsor).BungAnas seharusnya berani membuat terobosan dengan memasukkan figur-figur praktisi dan pakar-pakar muda dari berbagai displin. Kalau memang tidak punya kader. Pasalnya, tantangan masa depan Indonesia yang kompleks memerlukan kontribusi yang konkret dari partai-partai politik. Partai juga diharapkan mampu menjawab persoalan hidup rakyat kecil, seperti petani/pekebun, pedagang kecil atau nelayan serta UKM secara nyata.

Partai Demokrat sebagai partai terbesar seharusnya mau merangkul kalangan teknokrat dan ilmuwan karena mereka banyak berkecimpung dalam isu-isu rakyat secara lebih teknis dan praktis. Keberadaan kelompok praktisi itu lebih bisa mencerminkan harapan rakyat ketimbang nama-nama lama yang masuk dalam kabinet Anas. Termasuk Bung Anas gagal mengakomodasi organisasi-organisasi pendukung SBY, seperti Jaringan Nusantara (JN), Barindo, Majelis Dzikir Nurussalam, dan lain-lain. Anas sepertinya lupa bahwa ketika SBY diserang DPR karena kasus Century, organisasi seperti JN-lah yang berdiri di depan dalam membela Presiden SBY. Saat itu sebagai Ketua Fraksi, Anas dianggap gagal dalam melakukan lobi parlemen.

Justru, ia malah memasukkan Nazar yang merupakan kader PPP sebagai bendahara, Termasuk merekrut Andi Nurpati (anggota KPU) yang akhirnya melahirkan kontraversi, karena Andi Nurpati ditengarai beberapa kalangan, termasuk koleganya sendiri di KPU, melanggar undang-undang dan tidak etis, macam-macam tudingan, pula ada tudingan bahwa PD yang menancapkan Andi Nurpati di KPU, termasuk banyak yang menyalahkan PD, bahwa kenapa di dalam pengumuman susunan pengurus yang dibacakan Bung Anas tersebut, khusus nama A. Nurpati tidak diberi catatan tersendiri (catatan kecil) karena masih sebagai Anggota KPU, disini kesalahan Bung Anas dan kesalahan Andi Nurpati, karena ngerti aturan itu, termasuk kesalahan Pembina PD (SBY, Marzuki Alie, A.Mallarangeng), tidak memberi masukan pada Bung Anas,

Menurut saya penempatan (posisi) pengurus banyak yang keliru, namun saya tidak akan ulas person to person, cukup beberapa saja, sebut misalnya putera Presiden SBY, Ibas (Edhi Baskoro Yudhoyono) ditempatkan sebagai Sekjen PD, ini jelas tdk professional dan Ibas pasti tidak mampu menghadapi arus politik ke depan yang semakin kencang. dan tentu Bung Anas tahu ini dan saya yakin itu, namun kembali saya katakan bahwa Bung Anas dalam keadaan terpaksa (menurut analisa saya yang awam ini, disini awal kehancuran PD, semoga bukan awal kehancuran profesionalitas Bung Anas), Ibas belum saatnya duduk di kursi sekjen (terkesan dipaksakan), cukup tempatkan pada unsure ketua atau wasekjen saja, hitung-hitung sebagai training politik Bung Ibas. Kenapa, karena Ibas belum masuk kalkulasi di Pemilu 2014, citra Ibas masih melekat pada citra sang ayahanda (Presiden SBY), masih banyak harus belajar.

Secara khusus juga, menyorot masuknya Johny Allen Marbun sebagai wakil ketua umum. Penempatan Johny dalam posisi penting kedua setelah Anas justru menjadi blunder politik yang fatal bagi PD ke depan. Banyak kalangan juga menilai keberadaan Johny akan menjadikan Partai Demokrat dalam posisi tersandera. Pasalnya, Johny diduga terseret kasus korupsi yang proses hukumnya masih berjalan hingga saat ini. Dengan posisi barunya, Johny diyakini akan lebih sulit 'tersentuh'," Apakah masuknya Johny disebabkan oleh kontribusi finansialnya yang besar dalam kampanye Anas menuju PD-1. Kalau benar dugaaan ini maka menjadi bukti bahwa politisi dari generasi baru pun turut melanggengkan pola transaksional dalam perpolitikan Indonesia, ya pantaslah perjalanan politik dan demokrasi Indonesia terseok-seok…..bobrok dan hancurlah Indonesia.

Maaf Bung Anas, Sebenarnya saya termasuk kagum dan berharap Anda bisa menjadi salah satu (calon) sosok pemimpin Indonesia ke depan (Anda itu cerdas, sabar,bersahaya, agamis, menghormati kawan atau lawan), tidak peduli Anda berada di partai mana, kenapa Anda kelihatan bingung dan kehilangan sosok professionalisme setelah Anda menjadi PD 1 (jangan sampai professional Anda tersandra di Partai Demokrat). Apakah ini benar Anda berada dalam tekanan atau ada pesan sponsor….Entahlah, namun saya menduka demikian adanya, mari kita (kompasianer) analisa masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun