Ferdy, "Ku pikir seorang pendoa yg paham bahwa suatu kali ia jadi pendosa justru berbicara tentang banyak hal".
"Rribuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuut!!! Hoaaahh!", sebuah suara mengagetkan.
Ferdy, "Astaga, kupikir siapa. Kau sudah bangun ternyata, gondrong. Kau pergi kumur-kumur sana! Bau mulutmu."
Hafidz, "Diskriminatif. Laki-laki dan perempuan itu sejajar. Percuma perempuan berpikir keras dan berteriak-teriak tidak ada habisnya, jika laki-laki tidak menganggapnya ada."
Ferdy, "Hafidz, gondrongku seksi, gondrongku imut! Mmuaaach! Begini, gender itu sebenarnya isu mindset, cengkraman yang hidup dalam pikiran orang-orang. Kita-kita yang ada di bilik ini kan sama-sama sudah paham, bahwa perempuan bukan masyarakat kelas dua. Ia sama saja dengan lelaki. Apa bedanya? Tidak ada. Oh ya, percayalah, tidak semua yang ku katakan benar."
Hafidz, "Ah, kau memang pembual. Karena itu, saya tidak percaya bahwa semua yang kau katakan benar. Yang jelas, perempuan di dunia ini hidup bersama laki-laki, mereka partner. Laki-laki adalah kawan penyeimbang bagi perempuan untuk membangun relasi setara, Abang. Dan sebaliknya. Ayolah kita sama-sama berpikir ulang!"
Yaser, "Hidup gondrong!"
Hafidz, "Ferdy, saya tidak mungkin berjalan satu langkah di depan jika kawan masih tertinggal satu langkah di belakangku, atau kebalikannya. Bisa jadi kau akan menjegal kakiku dari belakang, atau saya akan membelokkanmu di tikungan yang menjebakmu. Karenanya, kenapa tidak? Kita saling mengisi dan berjalan berdampingan, bersebelahan, sejajar."
Ferdy, "Kau berpikir terlalu ideal, Hafidz. Di kondisi yang timpang ini, ku pikir inisiatif dan kerja keras adalah poin terpenting. Jika kau pikir benar, maka berjalanlah. Kenapa harus curiga akan dijegal. Kalaupun khawatir dijegal, kenapa tidak bersiap agar tak terjatuh? Sederhana saja, jika kau menunggu waktu untuk bersamaan, mungkin kan terjatuh duluan karena waktu ternyata mendahuluimu. Waktu tak menunggu, kawan. Kalau memang atas usaha dan pilihanmu ternyata kau lebih pantas di depan ku, kenapa tidak? Sayangnya sulit berdamai dengan orang di luar diri kita. Mulai saja dari dalam dirimu. Dan, ku mungkin."
Hafidz, "Kau boleh bilang saya defensif. Karena kau benar kawan, kadang terasa sulit untuk berdamai dengan segala hal di luar diri kita. Tentang yang terbaik adalah memulai dari diri sendiri, saya sepakat".
Ocha, "Baiklah. Saya perempuan dan kalian para lelaki akan sama-sama memulai. Kalian boleh dari puncak gunungnya, dan saya mungkin akan mengawali dari dasar lautnya. Yang jelas kita sepakat untuk sama memulai, meski tidak dari titik garis yang sejajar."