Tradisi Kejawenan dan Islam Kejawen yang masih melekat di masyarakat desa Sruni.
Abstract
Javanese culture is the oldest culture in Indonesia. This Javanese culture has characteristics that are identical to the behavior of people who have traditions, behaviors, and attitudes to life from the Javanese people. This Javanese tradition and culture is commonly referred to as kejawen. According to Pranoto (2007), kejawen is a pattern or way of life of Javanese people who live a life based on morality or ethics and religion. This research is a quantitative descriptive study with the aim of finding out the kejawen Islamic practices carried out by the community in X Village, Grobogan Regency, to find out their impact on the lives of the local community and to determine whether the changes in the intensity of the implementation of kejwen practices have increased or decreased. Data collection techniques were obtained from the results of observations, interviews and documentation. With this research, it is hoped that the community will be aware of protecting the surrounding environment and strengthening the relationship between each other and acting in accordance with the teachings of their respective religions.
Keywords
Tradisi kejawen, Islam kejawen, praktik kejawen
Sruni adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan Jenggawah , Kabupaten Jember – Jawa Timur. Sebelum terbentuk menjadi desa, dahulu desa Sruni adalah kawasan Hutan belataran. Hutan yang belantaran banyak di tumbuhi dengan flora dan fauna. Salah satu contoh flora di desa Sruni adalah bunga Sruni, bunga ini banyak tumbuh di sekitar hutan dan menjadikan bunga ini sebagai symbol nama desa. Di desa sruni terdapat banyak sekali fauna berupa harimau atau macan. Harimau dan macan ini biasa disebut dengan “ Harimau Sruni”. Karena orang Sruni yang tidak terbiasa mengucapakan kata harimau maka masyarakat desa Sruni menyebutnya “ Macan Sruni”. Karena hal ini, para penduduk memberikan nama pemukiman tersebut dengan nama Sruni.
Kejawan adalah sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang gaib masyarakat etnis Jawa. Ada beberapa terminology kejawen yang artinya hampir sma ada yang menbutkan sebagai faham Jawa, Jawanologi, agama Jawa dan lain sebagainya. Kajawen merupakan campuran kebudayaan Jawa asli dengan agama pendatang yaitu Hindu, Budha, Islam, dan Kristen. Dan campuran paling dominan adalah dengan agama Islam. Kejawen bukan sebuah agama tetapi hanya sebuah kepercayaan masyarakat Jawa. Kepercayaan asli yang dianut oleh masyarakat Jawa adalah animisme dan dinamisme. Kejawen lebih berupa seni, budaya, tradisi, sikap, ritual dan filosofi orang-orang Jawa. Di Sruni, tradisi kejawen masih ada hingga sekarang. Tetapi ada perubahan yang disebabkan oleh akulturasi oleh agama Islam.
Desa sruni tidak memiliki pendududuk asli. Pada dasarnya penduduk Sruni merupakan masyarakat pendatang dari luar atau buakan penduduk asli. Kebanyakan pendatang yang mendiami desa Sruni dari suku Jawa dan suku Madura. Dengan berbagai potensi dan sumber daya alam yang potensial, sehingga Desa tersebut banyak menyimpan peristiwa-peristiwa sejarah yang menarik untuk digali dan dikaji. Masyarakat suku Jawa yang datang di desa Sruni membawa tradisi kejawen dari tempat asalnya.
Awal tradisi kejawen di Sruni masih kental dengan kepercayaan terhadap leluhur. Tetapi setelah masuknya Agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen. Tradisi kejawen di Sruni mengalami pencampuran terhadap agama tersebut. Tetapi lebih dominan ke islam yang di sebarkan oleh ulama yang memeluk agama Islam. Dengan datangnya agam islam ini terjadilah Alkuturasi Budaya (perpaduan antar budaya dan menghasilkan budaya baru tanpa menghilangakan unsur-unsur asli dalam budaya tersebut) yang terjadi antara tradisi kejawen dengan agama Islam. Di desa Sruni tersendiri terdapat tradis yang masih kejawen da nada yang sudah ter-akulturasi oleh agama Islam. Salah satu contoh tradisi kejawen yang asli adalah, sebagai berikut:
- Tradisi tindik kepada anak laki-laki
Di desa Sruni masih mempercayai tradisi tindik kepada anak laki-laki yang kelahiran pada hari wage (system penanngalan Jawa atau Weton). Tradisi ini dilakukan pada sehari setelah sepasaran (slametan pelepasan tali pusar) pada pagi hari. Telinga yang di tindik pada anak laki-laki adalah yang sebelah kiri. Adanya tradisi ini karena kepercayaan leluhur yang dapat menghilangkan kesialan atau malapetaka, berupa kesusahan dalam mencari rezeki, watak anak yang keras, yang pada intinya bertujuan baik untuk masa depan anak tersebut. Tidak ada yang tahu pasti asal-usul tradisi ini terjadi dan sejarahnya secara langsung. Yang masyarakat yakini adalah ini merupakan tradisi leluhur yang harus dilakukan oleh masyarakat. Tradisi ini masih dilakukan hingga sekarang dan tradisi ini tidak ada unsur akulturasi dari kebudayan lain maupun dengan agama Islam.