Mohon tunggu...
Hasna Musyarifah
Hasna Musyarifah Mohon Tunggu... Lainnya - Fresh Graduate Communication Sciences

Suka menulis walaupun jarang ditulis, sepertinya lebih sering menulis dalam pikiran. Selain warna hitam aku suka biru langit. Mulai sekarang aku akan sering menulis!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hatiku Berhenti di Kamu, Tanpa Alasan dan Harapan

20 Agustus 2024   08:41 Diperbarui: 20 Agustus 2024   09:01 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku menyukaimu karena itu kamu, tanpa alasan.

Awalnya, kukira aku bisa menganggapmu teman biasa seperti pria lainnya. Kukira aku bisa berbincang denganmu tanpa merasakan apa-apa. Kukira aku bisa mengirim pesan padamu tanpa menunggu kamu membalasnya. Kukira aku bisa melanjutkan perkenalan tanpa peduli seperti apa akhirnya. Tapi perkiraanku salah.

Ucapan selamat pagi yang dulu hanya basa-basi, tak kusangka berbalik menjadi kalimat yang kini kunanti. Hari-hariku terasa aneh dan kamulah alasannya.

Ada kalanya kamu hadir menyapaku, lalu kamu menghilang untuk sekian waktu. Ada saat dimana kamu berkelakar dan merayu, lalu detik berikutnya kamu dingin seperti salju. Ada satu hari dimana kamu mengingatku, lalu berhari-hari berikutnya kamu lupa denganku. Ada saat dimana kamu bertanya, kemudian tak lagi peduli apa jawabku.

Kamu lebih sering tiada dibanding ada. Kamu lebih sering mengabaikan dibanding peduli. Kamu lebih banyak diam dibanding bicara. Kamu keras seperti dinding dan hanya sesekali membuka celah. Harusnya aku benci dengan sikapmu. Tapi ada yang mengelak dalam diriku.

Aku hanya persinggahan untukmu menepi. Meski aku menawarkan rumah, kamu tetap akan pergi.

Aku tahu kita akan berakhir tanpa memulai apa-apa. Kamu tak pernah memperjuangkanku. Hanya aku yang menunggu pesan darimu. Hanya aku yang berdebar mendengar suaramu. Hanya aku yang mencari-cari cara agar kita bisa terus berbincang.

Kamu meninggalkan jejak dalam jarak, dan aku mendekapnya erat.

Kamu ingat saat kita mengobrol di malam hari melalui ponsel? Andai kamu bisa melihatku, pasti kamu akan tertawa karena senyum konyol yang tak henti-hentinya bertengger di wajahku.

Banyak hal yang tidak kamu tahu. Dan biar kini kuberi tahu. Aku sering membaca ulang percakapan kita. Aku sering mengingat ulang obrolan kita. Aku sering memutar-mutar suaramu yang tertinggal di ingatanku. Aku sering ingin tahu apa yang sedang kamu lakukan. Jujur, aku melakukannya.

Hatiku telah jatuh tanpa alasan di tempat yang tak memberi harapan.

Temanku bertanya kenapa hatiku berhenti di kamu. Harusnya jawaban itu ada. Karena teman-temanku jatuh hati pada pria yang bisa mereka rinci kelebihannya sedemikian rupa. Kucoba mencari bagian mana darimu yang membuatku berdebar. Tapi segalanya melebur menjadi satu bagian. Yaitu kamu. Aku menyukaimu karena itu kamu, tanpa alasan.

Percayalah, aku sudah mencoba menampik rasa. Kutekankan pada diriku bahwa kamu hanya teman biasa. Kutekankan pada diriku bahwa di matamu aku bukan siapa-siapa. Kutekankan pada diriku bahwa di duniamu aku bukan satu-satunya. Kutekankan pada diriku bahwa kamu tak punya rasa yang sama. Tapi aku gagal.

Kamu tahu? Aku ini wanita yang bodoh sekaligus kuat.

Aku memelihara rasa yang tak punya masa depan. Aku menunggumu dalam ketidakpastian. Aku menaruh asa pada kemustahilan yang kau tegaskan. Kamu melarangku berharap, tapi harapanku tak tahu diri. Dia tetap ada meski sudah kuusir, kusuruh pergi bahkan kutinggalakan di pelataran sepi. Kamu tahu hebatnya perasaanku? Dia berhasil menjemput harapan itu berkali-kali. Sudah kumarahi, tapi dia tak peduli. Rasaku padamu menari dengan bodohnya.

Biarlah. Kamu tak perlu bertanggung jawab atas rasaku. Kamu bebas dengan hidupmu. Perasaan ini tak akan mengganggumu. Biar saja aku yang rindu dan bertepuk sebelah tangan. Sampai suatu saat ---yang entah kapan--- aku lelah dengan sendirinya.

Cinta ini kupersembahkan pada hati yang terkunci. Ia terantuk di depan pintu, mengetuk-ngetuk dalam sunyi.

Februari, 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun