Mohon tunggu...
Sriyanti HasnaMarwanti
Sriyanti HasnaMarwanti Mohon Tunggu... Lainnya - A dreamer

Seorang pemimpi yang terkadang suka membaca buku non fiksi. Mari berteman lewat diskusi sebuah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Suburnya Pertambangan Tanpa Izin di Tangan Kementerian ESDM

8 November 2022   15:11 Diperbarui: 9 November 2022   18:52 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber foto: depositphotos.com

Sektor pertambangan termasuk sektor ekonomi yang memberikan banyak kontribusi untuk pendapatan negara. Tak heran, bila sektor yang satu ini memiliki begitu banyak program dan kebijakan yang diakselerasi seperti hilirisasi hingga larangan ekspor. Namun ternyata sektor pertambangan RI tak secerah prospeknya terlihat dari masih 'suburnya; pertambangan tanpa izin (PETI).

PETI sendiri tentunya merugikan tak hanya pengusaha yang sudah berlaku jujur, namun juga ke masyarakat sekitar hingga juga berpengaruh ke pendapatan negara. Bagaimana tidak, PETI tentunya berbeda dengan pertambangan dengan izin resmi.

Di PETI, pelaku usaha tanpa mengantongi izin dan tak diawasi bisa menambang dan memproduksi olahan sumber daya alam semaunya. Apalagi kalau kegiatan pertambangan mereka ini tak berdasarkan pedoman yang telah ditentukan, bisa berdampak buruk ke lingkungan sekitar hingga menimbulkan korban jiwa.

Memang separah apa kegiatan PETI yang ada di Indonesia? Berdasarkan data Kementerian ESDM, lembaga yang memayungi sektor pertambangan Tanah Air, per kuartal III/2022 saja masih ada 2.700 lokasi tambang ilegal.

Pengoperasian tambang ilegal ini terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Belum lama ini, Polda Jawa Tengah mengungkap 23 kasus pertambangan ilegal batu bara dan berujung 22 tersangka ditetapkan. Kerugian dari PETI yang satu ini ditaksir mencapai Rp7,2 M.

Bergeser ke pulau terbesar di Indonesia yaitu Kalimantan, tepatnya di Kalimantan Tengah, pada Agustus 2022 kemarin, pihak berwajib di Kalimantan Tengah mengungkap 4 kasus PETI dan menetapkan 9 orang tersangka.

Sedangkan di Pulau Sulawesi, sebelumnya di Sulteng sendiri telah dilaporkan oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) terrdapat 13 kasus PETI. Akhirnya Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Sulawesi bersama tim gabungan menangkap pelaku PETI tak hanya Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah namun juga kawasan hutan di Mamuju Tengah, Sulawesi Barat.

Kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) tidak akan sebanyak ini jika pihak Kementerian ESDM sebagai lembaga yang dipercaya rakyat untuk mengelola sektor pertambangan bisa tegas terhadap tindak penyelewengan yang ada.

Tak adanya penegakan hukum yang tegas juga diungkap oleh Rizal Kasli, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) sebagai alasan banyaknya PETI di Indonesia. Menurutnya, PETI bisa tumbuh besar karena komoditas tambang yang meroket ditambahnya lemahnya hukum. Terlihat 'kan, meski adanya ancaman pidana dan perdata dari dulu, namun PETI tetap bertumbuh banyak.

Lalu apa, nih, upaya dari Kementerian ESDM untuk mengentaskan tak hanya ratusan namun juga ribuan tambang ilegal yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia? Tentunya pengentasan ini tak bisa diselesaikan dalam waktu singkat.

Rida Mulyana selaku Sekjen Kementerian ESDM mengaku memang upaya pihaknya dalam mengelola dan mengawasi sumber daya energi dan mineral belum maksimal. Rencananya, Kementerian ESDM akan membentuk unit baru yang berfokus pada penegakan hukum kepada pelaku pertambangan yang melakukan penyimpangan. 

Lantas, apakah dengan membentuk unit baru lalu permasalahan PETI bisa selesai dalam waktu singkat? Ingat, loh, Indonesia sedang menjajaki kesempatan menjadi pemain besar di beberapa sektor industri dengan memanfaatkan kekayaan alam yang ada dibantu dengan program hilirisasi. Jangan sampai, perekonomian Indonesia gagal terkerek dan rakyat ikut rugi karena tak merasakan manfaat SDA karena ulah lambannya negara. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun