Dunia sudah berada di penghujung 2022. Alih-alih merasa sukacita karena akan menghadapi tahun baru, masyarakat global justru ketar-ketir. Pasalnya sudah banyak pernyataan dari para ekonom, lembaga internasional hingga para pemimpin dunia yang mengatakan bahwa dunia di 2023 akan gelap karena adanya ancaman resesi.
Di Indonesia, Presiden Jokowi sendiri sudah mewanti-wanti. Dia menyampaikan informasi yang didengarnya dari Sekjen PBB Antonio Guterres, para kepala lembaga internasional hingga anggota G7 lainnya baru dunia termasuk Indonesia akan gelap dan dalam kondisi sulit.
Padahal kini perekonomian Indonesia sudah mulai perlahan pulih pasca badai pandemi Covid-19. Namun kenaikan-kenaikan bahan baku, suku bunga hingga inflasi di sejumlah negara global dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi termasuk kegiatan investasi.
Yang perlu diingat bahwa investasi yang ada di Indonesia datang dari 2 jenis pemasukkan. Ada yang namanya Penanaman Modal Dalam Negeri/PMDN dan juga Penanaman Modal Asing/PMA. Yang dikahwatirkan, investor asing akan lebih fokus membantu memulihkan negaranya terlebih dahulu ketimbang berinvestasi di Indonesia.
Terlebih, Indonesia juga diketahui tak menjadi tempat yang nyaman untuk berinvestasi. Hal ini dibuktikan dari data United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD)Â dalam World Investment Report 2022. Peringkati investasi asing di Indonesia menurun dari 15 di 2020 menjadi 20 di 2021.
UNCTAD lebih lanjut mengungkap bahwa alasan Indonesia bisa turun peringkat adalah karena kurang gercep dalam menggaet investor asing sepanjang tahun lalu. Laporan UNCTAD juga didukung kritikan lembaga internasional Institute for Management Development (IMD) dalam laporan berjudul World Competitiveness Yearbook 2022.Â
Dalam laporan IMD, Indonesia juga turun peringkat dari 37 di tahun 2021 menjadi 44 di tahun 2022 dalam hal daya saing kemudahan berusaha, IMD menyebutkan salah satu faktornya ada pada birokrasi yang buruk dan sejumlah regulasi yang membuat ribet investor.
Tak hanya regulasi, investor juga dipusingkan dengan adanya sejumlah kebijakan-kebijakan pemerintah yang merugikan mereka. Sebut saja; dari kebijakan pajak progresif ekspor nikel, kebijakan memasok batu bara ke pasar domestik dengan harga lebih rendah dari pasar global hingga menaikkan tarif royalti timah.
Ditambah, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia juga mengamini bahwa pemerintah masih menghadapi 3 kendala penting. Dari soal lahan, tumpang tindih hingga ego sektor lintas kementerian/lembaga.
Namun apakah semua persoalan tersebut berasal dari rakyat? Pantas saja negara dianggap gerak lambat dalam menggaet investor, wong, menyelesaikan ragam persoalan yang masih ada di dalam negeri juga lambat.
Semoga permasalahan ini juga tak dibiarkan berlarut terlalu lama oleh pemerintah dan nantinya malah memasrahkan diri pada kondisi resesi bila Indonesia sepi investor. Padahal kita semua sama-sama tahu bahwa iklim investasi di Indonesia masih bisa diperbaiki menjadi lebih baik dan lebih prospektif di mata investor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H