Mohon tunggu...
Sriyanti HasnaMarwanti
Sriyanti HasnaMarwanti Mohon Tunggu... Lainnya - A dreamer

Seorang pemimpi yang terkadang suka membaca buku non fiksi. Mari berteman lewat diskusi sebuah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Eksistensi Tambang Ilegal Moncer, ESDM Apakah Sudah Berbenah?

15 Agustus 2022   10:52 Diperbarui: 15 Agustus 2022   10:57 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kegiatan tambang liar (sumber: liputan6.com)

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sumber daya alam melimpah. Namun sayangnya, tidak semua memanfaatkan SDA tersebut bagi kemakmuran rakyat. Alih-alih berguna bagi masyarakat dan negara, banyak hasil tambang mineral yang malah masuk kantong-kantong 'begundal' melalui adanya penambangan ilegal alias Pertambangan Tanpa Izin (PETI). 

Hemat kata, PETI adalah kegiatan memproduksi mineral maupun batu bara yang dilakukan seseorang atau perusahaan tanpa izin, tidak memiliki prinsip pertambangan yang baik serta memadai, dan berdampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial. Merugikan? Tentu saja. 

Pada tahun 2021, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat ada 2.741 lokasi PETI di Indonesia yang terdiri dari 96 lokasi tambang ilegal batu bara dan 2.645 lokasi tambang ilegal komoditas mineral.

Lalu berdasarkan data ESDM, hingga kuartal III/2022, terdapat lebih dari 2.700 lokasi PETI di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 2.600 lokasi adalah pertambangan mineral dan 96 lokasi tambang batu bara, semuanya ilegal. 

Jumlah penurunan tidak signifikan, mungkin dapat dikatakan masih stagnan. Hal ini disebabkan minimnya langkah penindakan oleh pihak berwenang. Menurut laporan Kementerian Ridwan Djamaludin, penambang ilegal tak hanya menyasar lokasi tambang tak bertuan namun juga wilayah dengan IUP milik perusahaan sah. Pihaknya dikatakan sudah melakukan tindakan penegakan hukum, namun tetap berulang-ulang terjadi.

Menurut Ahmad Redi, Pakar Hukum Pertambangan sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Jakarta, ia mengatakan bahwa adanya pembiaran dari pihak berwenang, kurangnya pengawasan, kurangnya fasilitas perizinan menjadi penyebab PETI masih eksis di Indonesia.

ilustrasi kegiatan tambang liar (sumber: liputan6.com)
ilustrasi kegiatan tambang liar (sumber: liputan6.com)

Eksistensi PETI di Indonesia tentu merugikan negara, sebab kegiatan ini menghilangkan pemasukan negara. Tak hanya dari pemasukan negara, PETI juga berdampak pada menghambatnya pembangunan daerah, memicu konflik sosial, keamanan yang rendah, fasum yang rusak, penyakit masyarakat, dan gangguan kesehatan. 

Ketika pertambangan dengan IUP dan diawasi oleh negara telah berkontribusi melalui setoran pajak serta berbagai investasi yang diberikan, hal ini tak berlaku bagi PETI. Pelaku PETI beroperasi dengan nekad karena keuntungan semata. Oleh sebab itu, aspek keberlangsungan bagi ekonomi, sosial, dan sekitar tak dipikirkan oleh mereka. Lantas, apakah PETI juga menjadi salah satu indikator yang menyulitkan para investor untuk berinvestasi di Indonesia?

Kemudian timbul sebuah pertanyaan besar. Apakah negara---terutama Kementerian ESDM selaku 'orangtua' dari industri pertambangan Indonesia---sudah berusaha mengatasi persoalan ini? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun