Mohon tunggu...
Sriyanti HasnaMarwanti
Sriyanti HasnaMarwanti Mohon Tunggu... Lainnya - A dreamer

Seorang pemimpi yang terkadang suka membaca buku non fiksi. Mari berteman lewat diskusi sebuah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pejabat Publik Berbohong Big Data, Begini Tanggapan Fahri Hamzah

18 April 2022   14:10 Diperbarui: 18 April 2022   14:28 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fahri Hamzah. Sumber foto:netral.news

Kekisruhan wacana 3 periode presiden berujung pada aksi demonstrasi mahasiswa yang menolak tegas perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi. Hal ini kemudian menuai reaksi dari Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah.

Dalam cuitan di akun Twitter @FahriHamzah, Fahri mengingatkan mahasiswa yang sedang berdemonstrasi agar tidak salah mengucapkan kata atau menyampaikan data, karena dapat didelik dengan pidana pembohongan publik. Lain halnya jika ada pejabat publik yang berbohong. Pejabat publik seolah lepas dari ancaman tersebut.

Sosok pejabat publik dimaksudkan Fahri diketahui mengklaim bahwa dirinya mempunyai big data 110 juta warganet Indonesia yang menginginkan Pemilu 2024 diundur. Dan ketika masyarakat mendesak untuk membuka big data tersebut, sosok ini kerap menolak keras. Tak pelak, pembantu presiden ini kemudian ramai di "cap pembohong" oleh sederet tokoh publik. Dari mulai Rocky Gerung, Refly Harun hingga Ketua DPD RI La Nyalla. 

Fahri Hamzah juga mempunyai pendapat yang senada. Menurutnya, si pejabat publik seperti berguyon kala menyampaikan hasil big data tersebut.

"Secara keseluruhan (big data) itu telah menjadi bagian dari ketidakseriusan kabinet di dalam bekerja menuntaskan sisa jabatan kabinet ini," ujar Fahri.

Padahal menurut Fahri, akibat ulah si pejabat yang membuat keonaran di publik, sebenarnya bisa dikenakan hukuman karena melakukan pelanggaran etik jabatan.

Fahri pun juga menyinggung kembali pada sebaran berita bohong yang pernah dilakukan Ratna Sarumpaet. Kala itu Ratna pun akhirnya dipenjara 2 tahun karena terbukti bohong. 

Tapi menurut Farhat, para pejabat publik yang juga terbukti bohong, terlihat dari enggan membuka big data yang dia maksudkan hingga membuat onar, tak bernasib sama seperti Ratna dan lepas dari konsekuensi hukum.

Padahal kekisruhan ini juga sudah membuat "gerah" presiden Jokowi itu sendiri. Jokowi berulang kali menolak tegas wacana 3 periode presiden, menyuruh pembantunya untuk berhenti membicarakan wacana tersebut hingga turun langsung menjelaskan kepada masyarakat bahwa pemilu 2024 tetap berlangsung sebagaimana waktu seharusnya yakni 14 Februari 2024

Mengenai hal ini, Fahri pun juga menyarankan agar Presiden Jokowi segera melakukan sesuatu agar tak ada lagi mencoreng nama Kabinet Indonesia Maju, seperti mengevaluasi kinerja pembantunya agar semakin baik dan tak lagi sibuk menyebarkan wacana penundaan pemilu.

Kamu sendiri salah satu yang setuju dengan pendapat seorang Fahri Hamzah? Atau kamu ada tanggapan lainnya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun