Mohon tunggu...
Sriyanti HasnaMarwanti
Sriyanti HasnaMarwanti Mohon Tunggu... Lainnya - A dreamer

Seorang pemimpi yang terkadang suka membaca buku non fiksi. Mari berteman lewat diskusi sebuah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mantan Direktur YLBHI Ungkap Rincian Keterlibatan Menko Luhut di Bisnis PCR

2 November 2021   12:03 Diperbarui: 2 November 2021   13:37 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Luhut Binsar Pandjiatan. Sumber foto: maritim.go.id

Majalah Tempo Edisi 30 Oktober 2021 secara khusus menulis berita "Kongsi Pencari Rezeki" hingga "Sejumlah laboratorium tes PCR dimiliki politikus dan konglomerat meraup untung saat pandemi Covid-19,". Begitulah cuitan Agustinus Edy Kristianto yang diunggah di laman Facebook miliknya. 

Dalam hal ini, terang-terangan Edy Kristanto menyatakan bahwa seorang Menko, yang merangkap sebagai Koordinator PPKM, agar menggunakan akal sehatnya. Pasalnya, Menko tersebut adalah pucuk pimpinan dalam hal terkait kebijakan Covid-19. Lalu, Edy terheran dengan peran seorang Menteri BUMN yang merangkap Ketua Tim Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pun, Menteri Kesehatannya eks-Wakil Menteri BUMN.

Usut punya usut, ternyata beberapa nama di atas diduga terafiliasi dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia. Unit usaha PT tersebut merupakan GSI Lab yang berjualan segala jenis tes Covid-19 seperti PCR Swab Same Day (275 ribu), Swab Antigen (95 ribu), PCR Kumur (495 ribu), S-RBD Quantitative Antibody (249 ribu).

Dalam situs resminya, GSI Lab mengklaim memiliki 1.000+ klien korporat, melaksanakan 700.000+ tes, menyalurkan 5.000+ tes gratis, dan donasi total Rp4,4 miliar. Maka dari itu, tidaklah aneh jika publik berpendapat, "Dia yang membuat kebijakan sebagai pemerintah, dia juga yang jualan barangnya!"

Sementara, Edy Kristianto mengklaim bahwa dirinya sendiri memegang salinan akta PT Genomik Solidaritas Indonesia No. 23 tanggal 30 September 2021. Di dalam akta tersebut tertulis pula notarisnya berkedudukan di Kabupaten Bekasi. Untuk PT-nya sendiri juga baru dibuat pada April 2020, sebulan setelah kasus Covid-19 pertama di Indonesia. 

Adapun modal dasar yang telah dikeluarkan sekitar Rp4 miliar (1 juta/lembar saham, 4.000 saham), sedangkan modal disetornya sebesar Rp2,96 miliar (1 juta/lembar saham, 2.969 saham). Berikut ini merupakan struktur pemegang saham di dalam perusahaan tersebut:

- Yayasan Indika Untuk Indonesia (932 lembar)

- Yayasan Adaro Bangun Negeri (485 lembar)

- Yayasan Northstar Bhakti Persada (242 lembar)

- PT Anarya Kreasi Nusantara (242 lembar)

- PT Modal Ventura YCAB (242 lembar)

- PT Perdana Multi Kasih (242 lembar)

- PT Toba Bumi Energi (242 lembar)

- PT Toba Sejahtra (242 lembar)

- PT Kartika Bina Medikatama (100 lembar).

Perlu diketahui bersama-sama, PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtera adalah entitas anak PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA). Di sisi lain, Luhut pernah mengaku bahwa ia memiliki 'sedikit' saham di situ dan termasuk ke dalam pendiri grup tersebut. 

Tidak cukup sampai di sana, Yayasan Adaro Bangun Negeri berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Presdirnya adalah Boy Thohir, kakak Erick Thohir, sekaligus pemegang 6,18% saham. Serta, Yayasan Indika Untuk Indonesia berkaitan dengan PT Indika Energy Tbk (INDY). Arsjad Rasjid, Ketua Umum KADIN, adalah Dirutnya.

Perlu diketahui, Dirut PT Genomik Solidaritas Indonesia adalah Anindya Pradipta Susanto, dokter dari FKUI. Sedangkan, menurut laporan tahunan pada 2020 Komisaris Utama adalah Retina Rosabai, Direktur INDY. Yayasan Northstar Bhakti Persada berkaitan dengan Northstar Group juga digawangi oleh Patrick Walujo, bankir investasi yang juga menantu TP. Rachmat. 

Tidak sendiri, ia bersama Glenn Sugita menjadi pembina yayasan. Ia juga yang menjadi pemegang saham Gojek-Tokopedia (Go-To). Emiten yang dia genggam antara lain PT Blue Bird Tbk (BIRD), PT Bank Jago Tbk (ARTO), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), PT Centratama Telekomunikasi Indonesia Tbk (CENT), dan PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM).

Menurut Agustinus, semuanya sudah jelas berkaitan dengan bisnis. Dikatakan demikian lantaran melihat semua bukti perusahaan dari badan hukum dan maksud tujuannya yang tidak lain adalah berbicara mengenai laba. 

Dirinya pun lanjut mengingatkan, bahwa bukan sebuah masalah publik dilarang berbisnis tapi lihat dulu posisi siapa yang berbisnis. Tetapi akan sangat tidak bermoral menjadikan jabatan publik sebagai pintu masuk untuk berbisnis memanfaatkan masa pandemi yang menyusahkan rakyat.

Agustinus juga berkomentar, bisnis tes PCR ini adalah masalah serius yang perlu ditangani di era pemerintahan Jokowi. 

Jika diurutkan kembali ke belakang, maka akan melihat jelas bahwa hal tersebut berkaitan dengan pembentukan kebijakan mengenai penggunaan keuangan negara. Dan juga terdapat sebuah 'petunjuk' bahwa regulasi tentang pandemi cenderung dibuat berdasarkan pertimbangan bisnis sekelompok orang dan dikunci dengan aturan "bukan merupakan kerugian negara". 

Dengan demikian, secara a contrario meskipun penggunaan biaya dalam penanganan Covid-19 berasal dari keuangan negara, namun hal tersebut dilakukan tidak dengan itikad baik dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

Berdasarkan hasil laporan pertimbangan hukum MK dalam putusan uji materiil Perppu Covid-19 halaman 413 menyebutkan, pelaku yang melakukan penyalahgunaan kewenangan dimaksud tidak dapat dilakukan tuntutan pidana sebab telah terkunci dengan adanya frasa 'bukan merupakan kerugian negara' sebagaimana termaktub dalam norma Pasal 27 ayat (1) Lampiran UU 2/2020.

Untungnya, MK melakukan putusan tepat dengan membatalkan pasal tersebut sehingga siapa saja penyelenggara negara tidak lagi mendapatkan imunitas (kekebalan) berdalih masa pandemi ketika menggunakan keuangan negara. 

Jika melihat dari praktis politik, DPR seharusnya bisa bersuara dan menggunakan wewenang pengawasannya untuk 'mengadili' Jokowi. Akan tetapi, hal tersebut terhalang mengingat parlemen yang didominasi oleh si 'merah' dan kawan-kawan.

Ia juga mengutarakan, selagi dalam masa kepemimpinan Jokowi, sulit untuk membawa kasus tersebut ke perkara hukum. Apalagi pasca-revisi UU KPK yang menempatkan KPK sebagai rumpun kekuasaan eksekutif. KPK menjadi tumpul dan kegiatannya berubah. 

"Kita hela nafas sejenak. Sabar dan tenang. Kita pikirkan bagaimana caranya konsolidasi kekuatan moral masyarakat bisa membendung 'kuasa-kuasa jahat' yang bersembunyi di balik 'wajah-wajah baik' itu," tutup Agustinus dalam postingannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun