Mohon tunggu...
Hasna Arunika
Hasna Arunika Mohon Tunggu... Lainnya - content writer

Mencoba untuk memulai suatu hal baru di tahun ini

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Perjalanan Pulang-Pergi ke Tasikmalaya yang Penuh Kejutan

15 Februari 2024   16:42 Diperbarui: 15 Februari 2024   17:28 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tasikmalaya bukannya dekat, ya?" Ucap temanku.

Aku yang tidak pernah ke Tasikmalaya sebelumnya berpikir sejenak. "Kalau dilihat dari peta, harusnya ngga sejauh itu sih." Asalku saat itu.

Perjalanan ke Tasikmalaya kali ini memang terbilang nekat, dengan niat menghadari acara pernikahan teman, aku dan 2 temanku berangkat dari Bogor dengan bis Budiman. Di sepanjang perjalanan masih terbilang aman, aku dan 2 temanku masih happy. Namun setelah Nagreg, semuanya berubah. 

2 temanku jadi lebih pendiam, aku pun begitu. Hal ini dikarenakan jalur Nagreg yang luar biasa berkelok dan naik turun tidak ada habisnya. Aku menyebutnya jalur Bogor -- Pelabuhan Ratu versi gede. Kita menghabiskan waktu sekitar 2 jam dengan kondisi jalan yang MasyaAllah membuat kepala terasa keleyenangan dan perut berasa diaduk-aduk.

Untungnya kita bertiga masih kuat dan tidak ada yang mengalami mabok perjalanan. Akan tetapi, hal tersebut menimbulkan trauma bagi 2 temanku. Hingga akhirnya mereka tidak ingin naik bis lagi untuk perjalanan pulang ke Bogor. Aku sebenarnya tidak masalah jika harus melalui jalan yang sama, toh nanti juga sampai. Akan tetapi mereka sama sekali tidak mau lagi, akhirnya kita memutuskan untuk naik kereta.

Dikarenakan serba dadakan, kita pun kehabisan tiket kereta Tasikmalaya-Cikarang. Tidak ada pilihan lagi, kita akhirnya membeli tiket kereta Tasikmalaya-Bandung dengan kelas eksekutif seharga Rp125.000. Keberangkatannya sendiri di pukul 15.30 sore.

  • Merasakan Mewahnya Kelas Eksekutif

Sebenarnya ini kali ke dua aku membeli kelas eksekutif untuk naik kereta ke Bandung. Namun kali pertama itu sudah lama sekali, sekitar tahun 2019. Di kali kedua ini, aku merasa seperti naik untuk pertama kali lagi saking sudah lamanya. Pelayanan di kelas eksekutif memang mengesankan. 

Pada saat itu, tepat di belakang kursiku, duduklah orang-orang yang berbahasa asing. Ya, kebetulan saat itu, ada 4 orang bapak-bapak sepertinya usia 50 tahunan berbahasa Mandarin dan aksen Inggris yang khas. Aku rasa mereka dari Singapura. Mereka sibuk mengobrol dengan bahasa yang campur aduk. Sementara aku dan 2 temanku sibuk menikmati pemandangan di luar kereta.

Perjalanan ke Bandung memang selalu Istimewa karena di sepanjang perjalanan, kita akan disuguhi pemandangan hijau yang luar biasa memanjakan mata. Apalagi saat itu aku melakukan perjalanan di sore hari, sehingga bisa menyaksikan sunset sepanjang perjalanan.

(dok pribadi/Hasna Arunika) salah satu momen yang berhasil diabadikan.
(dok pribadi/Hasna Arunika) salah satu momen yang berhasil diabadikan.

Aku pun banyak mengabadikan momen-momen tersebut. Namun ada beberapa pemandangan yang luput dari kamera ponsel aku. Temanku bilang, "Kelamaan buka kamera, keburu lewat itu pemandangannya."

Pemandangan yang paling aku suka adalah saat jalur kereta berada di atas, dan kita bisa dengan leluasa melihat pemadangan hijau di bawah sana. Tidak lupa juga, pemandangan jejeran gunung yang memanjakan mata. Aku juga sempat kaget karena ternyata kereta yang aku tumpangi melewati Masjid Al-Jabar yang terkenal itu. Tampak megah dan membuat aku ingin mengunjunginya suatu hari nanti.

Pengalaman yang luar biasa memang. Kalau kata temanku, naik kereta eksekutif itu umpamanya berangkat dalam keadaan rapi sampai pun tetap dalam keadaan rapi. Badan tidak pegal-pegal karena kursi yang nyaman dan lega. Perut pun terisi karena bisa pesan makanan dan minuman pada Pramugari kereta.

Kita pun sampai ke Stasiun Bandung sekitar jam 18.30. Setelahnya aku dan 2 temanku akan melanjutkan perjalanan ke stasiun Puwakarta. Namun jadwalnya masih lama, sekitar pukul 21.30 malam. Untuk menghabiskan waktu, akhirnya kita bertiga memutuskan untuk mengunjungi Braga, yang ternyata letaknya tidak jauh dari Stasiun Bandung.

  • Pengalaman Pertama Kali Ke Braga

(dok pribadi/Hasna Arunika) mampir ke kafe Jurnalrisa
(dok pribadi/Hasna Arunika) mampir ke kafe Jurnalrisa

Braga di malam minggu sangat-sangat padat. Restoran-restoran yang ada di sana hampir semuanya waiting list. Sebenarnya ada yang sangat ingin aku kunjungi saat ke Braga, yaitu Jurnalisa Caf dan Tahi Lalat. Sayangnya, aku tidak ada waktu untuk berada di antrian waiting list sehingga hanya masuk dan foto-foto, kemudian melanjutkan melihat-lihat restoran lain.

Entah kenapa vibe Braga sedikit agak mengingatkan aku sama jalan Malioboro. Hanya saja, di Malioboro lebih banyak dihiasi oleh toko-toko baju batik dengan harga murah hingga mahal, sementara Braga dihiasi kafe-kefe estetik dengan berbagai tema.

(dok pribadi/Hasna Arunika)
(dok pribadi/Hasna Arunika)

Di Braga juga banyak yang jualan bunga hingga lukisan, bahkan ada yang menyediakan jasa tato temporer. Akan tetapi, waktuku memang tidak memungkinkan untuk melihat detail Braga lebih jauh. Aku hanya berjalan sambil melihat-lihat dari ujung Braga ke ujung lainnya. 

Akan tetapi setelah dipikir-pikir, sayang banget kalau tidak mencicipi apapun yang ada di Braga. Akhirnya, kita menemukan tukang Bakso. Sebenarnya kita sudah makan di kereta dan masih cukup kenyang, tapi masa ke Braga kita tidak mencicipi apapun? Pemikiran yang agak fomo memang, tapi akhirnya kita memutuskan untuk membeli bakso tersebut.

  • Perbedaan Eksekutif dan Ekonomi yang Sangat Kentara

Waktu sudah menunjukkan pukul 20.00 malam, kita bertiga memutuskan untuk kembali ke stasiun. Kita akan melanjutkan perjalanan ke Purwakarta jam 21.30 nanti. Harga yang harus dibayar untuk kereta tersebut sangatlah murah, yaitu Rp.7000 saja. Dikarenakan kurangnya persiapan dan pengetahuan terkait perkeretaan, dengan percaya dirinya kita masuk melalui pintu masuk saat kita keluar dari kereta eksekutif tadi. 

Ternyata untuk kereta ekonomi memiliki pintu masuk yang berbeda. Hal ini membuat kita harus jalan lumayan jauh menuju pintu masuk kereta ekonomi. Untungnya kita sudah pulang dari Braga jam 20.00 malam. Bayangkan jika kita memutuskan untuk pulang jam 21.00, mungkin kita sudah ketinggalan kereta karena ketidaktahuan kita ini.

Akhirnya kita menemukan kereta yang kita cari. Dari sini kita sudah masuk ke fase 3 L, lelah, lesu dan lunglai. Dengan model kursi yang tegak berdiri, sama sekali tidak membantu untuk menghilangkan rasa lelah yang sudah menerpa. Namun kita bertiga tetap mencoba menikmati perjalanan tersebut meski dengan duduk berbagai gaya, berharap bisa menemukan posisi nyaman untuk sekedar menutup mata barang sebentar.

Perjalan dari Bandung - Purwakarta dengan kereta konomi ini, membuat kita pengalami pengalaman bagaikan langit dan bumi. Dari mulai kursi yang tegak paripurna sampai tidak ada Pramugari yang menawarkan makanan. Tentu hal yang lumrah sebenarnya, dari harga saja sudah menjawab semuanya. Dari harga Rp125.000 ke harga Rp7.000 sangatlah jauh berbeda. Pengalaman ini membuat kita tertawa, sangat lucu memang.

  • Nunggu Kereta Sambil Ngemper Pinggir Jalan

(dok pribadi/Hasna Hanifah) saat ngemper di luar stasiun.
(dok pribadi/Hasna Hanifah) saat ngemper di luar stasiun.

Kita pengawali perjalanan dari Bandung pukul 21.30 dan sampai Purwakarta sekitar pukul 00.30. Betul sekali, kita sampai Purwakarta benar-benar di Tengah malam, di waktu yang seharusnya kita sudah tertidur lelap. Tapi karena kita menghindari naik bis, di waktu ini kita masih harus ngemper di pinggir jalan untuk menunggu kereta kita selanjutnya ke Cikarang yang terjadwal pukul 5.00 pagi. Tepatnya kita harus menunggu sekitar 4.5 jam.

Awalnya aku kira penumpang bisa menunggu di dalam stasiun. Setidaknya bisa menunggu di kursi tunggu untuk keberangkatan selanjutnya. Ternyata, semua penumpang harus menunggu di luar stasiun. Duduk di pinggir jalan dengan beralas tanah. Mungkin ini sudah biasa untuk beberapa orang, karena banyak sekali penumpang melakukan hal yang sama.

Salah satu temanku pernah melakukan hal ini sebelumnya. Katanya, pintu Stasiun akan dibuka sekitar pukul 02.00 pagi. Artinya kita harus menunggu di luar sekitar 1.5 jam. Apa yang kita lakukan? Meratapi Nasib wkwk. Tapi anehnya, aku dan 2 temanku ini tidak menyesal memilih opsi kereta sebagai moda transportasi pulang kita. 

Terlebih dengan kejadian kali ini, ngemper di jalan, kapan lagi kita akan berpetualang sampai sejauh ini? Jadi kita bertiga menikmati momen-momen ini sambil membahas bagaimana kita merasakan kelas eksekutif dan ekonomi di satu hari yang sama, benar-benar seperti langit dan bumi.

Di tengah percakapan, kita pun ditemani oleh langit biru yang cerah penuh bintang. Ini salah satu yang kita syukuri karena meski musim hujan, malam itu langit cerah. Tidak kebayang jika malam itu hujan, kita akan berteduh di mana? Ditambah lagi dengan pertunjukan sirkus gratis alias tikus selokan yang berlaru lalang dengan bebasnya di selokan belakang kita bertiga. Untungnya lagi, di antara kita tidak ada yang takut tikus, jadi melihatnya ya udah biasa aja. Kita juga ditemani oleh kucing lucu, yang tiba-tiba menghampiri kita.

(dok pribadi/Hasna Arunika) ini kucingnya.
(dok pribadi/Hasna Arunika) ini kucingnya.

Tidak sampai jam 2.00 pagi, tepatnya jam 1.30, akhirnya pintu Stasiun Purwakarta dibuka. Kita pun bernafas lega, setidaknya bisa istirahat beratapkan atap stasiun, bukan langit lagi. Kita istirahat di bangku tunggu sampai jam 5.00 pagi. Tidak ada posisi yang enak tentunya. Tapi setidaknya kita bisa memejamkan mata meski badan sakit luar biasa.

(dok pribadi/Hasna Arunika)
(dok pribadi/Hasna Arunika)

Tepat jam 5.00 pagi, kita pun akhirnya meninggalkan Stasiun Purwakarta menuju Stasiun Cikarang. Sunggu perjalanan yang luar biasa. Belum lagi, saat sampai di Stasiun Cikarang, kita harus melanjutkan ke Stasiun Bogor. Saking capeknya, yang seharusnya turun di Stasiun Manggarai untuk transit, kita malah bablas ke Stasiun Tanah Abang karena ketiduran. Ini pun hanya kita tertawakan saja, karena sudah benar-benar tidak ada tenaga untuk berdebat lagi. Pas sampai Stasiun Bogor, aku langsung naik ojek online menuju rumah supaya cepat-cepat bertemu dengan kasur untuk istirahat. Sampai Bogor sekitar pukul 8.30 pagi, sungguh 17 jam perjalanan yang luar biasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun