Kita pasti sudah mengetahui secara bersama bahwa istilah simpatik dan empatik sering kita temui dan dengar di kehidupan masyarakat kita. Tahukah kamu ? Sebenarnya keduanya memiliki kedekatan makna antara satu dengan lainnya. Yaitu sama-sama berperan penting bagi kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Namun , meskipun berbeda tapi tetap juga sama-sama berkaitan dengan perasaan. Simpati sendiri sering digunakan untuk menggambarkan rasa emosional seseorang atau perasaan belas kasihan pada seseorang. Contohnya , ketika ada teman atau tetangga yang sedang megalami musibah.Â
Pasti perasaan itu bisa datang kepada individu atau kelompok. Sedangkan, Empati adalah sikap yang lebih mendalam dan empati cenderung lebih "sensitif" karena bisa tahu apa yang sedang orang lain rasakan ketika sedang dalam kondisi tersebut. Contohnya , ikut berpikir dalam mencari solusi permasalahan orang lain. Karena sikap empati itulah yang bisa membuat kenyamanan diri kita kepada orang lain agar mau lebih terbuka lagi.Â
 Lusa pernah berpendapat bahwa komunikasi dijelaskan sebagai usaha penyampaian pesan antar manusia, sehingga terdapat 3 unsur yaitu : Pertama, pengirim pesan (komunikator) , kedua penerima pesan (komunikan) , ketiga pesan itu sendiri. Awal tahun 1960-an, David K. Berlo membuat formula komunikasi yang lebih sederhana yang dikenal dengan "SCMR" , yaitu : Source (pengirim), Message (pesan) , Channel (saluran-media) dan Receiver (penerima).Â
Komunikator adalah manusia cerdas yang berinisiatif ingin menyampaikan pesan demi terciptanya motif komunikasi tersebut, dapat dilihat dari jumlahnya yang terdiri dari satu orang , banyak orang (lebih dari satu orang) ataupun massa. Lalu , komunikan diartikan sebagai manusia cerdas yang dapat menerima pesan dari komunikator. Lebih detailnya, kepada siapa pesan itu dituju sedangkan pesan , bersifat abstrak dan konkret. Maka dapat berupa mimik, suara, gerak-gerik, bahasa lisan dan tulisan.Â
Maka dari  itu, sebagai masyarakat publik kita wajib berempati, harus dan mampu merasakan perasaan , sikap , pikiran, dan tingkah laku masyarakat tanpa harus melibatkan emosi diri. Tentunya ini bukanlah hal yang mudah , terutama jika dihadapkan dengan suatu permasalahan yang rumit dan kompleks. Karenanya , perlu keterampilan berkomunikasi denga kesetaraan yang bisa disebut sebagai komunikasi efektif.Â
Dengan tujuan mencari informasi lebih tepat, efektif, dan efisien. Kontrol diri merupakan kunci keberhasilan guna meningkatkan taraf kepuasan masyarakat, serta mengurangi resiko kesalahan praktik klinik. Karena, komunikasi efektif merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam profesionalisme kerja. Komunikasi yang baik, ditambah kepekaan yang dirasakan orang lain dapat menciptakan empati yang baik. Â
Selanjutnya komunikasi mempunyai hubungan yang erat dengan empati. Empati mengenalkan dan memberi pemahaman pada pola pikiran, keyakinan, keinginan, dan khususnya perasaan dari orang lain. Yaitu kemampuan menempatkan diri seperti yang dialami pada keadaan orang lain atau mengalami pandangan. Komunikasi dengan komunikasi empati bisa menyampaikan informasi secara utuh tentang kebijakan-kebijakan pemberi pelayanan sehingga masyarakat memahami problem pelayanan secara menyeluruh jika dalam proses pelayanan terjadi sesuatu dan lain hal yang tidak diinginkan.Â
Saluran komunikasi perlu djaga dengan baik, jika tidak akan menjadi penyebab terjadinya konflik yang luas. Masyarakat sekarang makin cerdas, bisa memilih dan memilih informasi sedemikian rupa. Pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, telah mendorong perluasan jaringan akses informasi dan komunikasi dalam lingkup global, sehingga komunikasi antar individu dan unit terjadi tanpa batas jarak dan waktu. Namun, pemberi pelayanan tidak dapat semata-mata mengandalkan teknologi. Keberadaan informasi harus tetap mengedepankan kualitas yang bagus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H