Mohon tunggu...
Aj Hasibuan
Aj Hasibuan Mohon Tunggu... Penulis - Karakter dan karir

Pengembangan karakter, pengetahuan dan pengalaman bekal untuk karir yang cemerlang

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Surat Dakwaan dari Sudut Pandang Kode Etik Profesi

16 Juni 2020   06:26 Diperbarui: 16 Juni 2020   06:30 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Akhmad Japar Hasibuan
Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Sriwijaya/ Ketua PC Angkatan Muda Palas Palembang

Hak Kepastian Hukum dan Keadilan

Negara menjadi penjamin atas hak kepastian hukum yang adil bagi segenap individu hal ini ituangkan dalam UUD NRI pada pasal 28D yang berbunyi "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dimata hukum".  

Penggunaan kata "setiap orang" memberitahukan kepada masyarakat bahwa jaminan hak atas kepastian hukum  ini bukan hanya dimiliki oleh warga negara sahaja akan tetapi, warga negara asing pun mempunyai jaminan negara terhadap hak atas kepastian hukum. Hak atas kepastian hukum menjadi penting dijunjung setinggi-tingginya sebab kepastian hukum merupakan salah satu tujuan hukum itu sendiri. Tujuan hukum belum bisa dianggap tercapai jika belum memenuhi semua unsur-unsurnya.

Selain daripada kepastian hukum yang menjadi tujuan hukum, keadilan hukum dan kemanfaatan hukum juga haruslah terpenuhi. Sehingga setelah tiga unsur tersebut tercapai maka tujuan hukum yang senyatanya (das sein) telah meninggalkan tujuan hukum yang seharusnya atau yang dicita-citakan (das sollen).


Delik Dolus dan Delik Culpa

Kesalahan dalam hukum pidana mengandung beban pertanggungjawaban pidana yang diemban oleh pelaku atau yang melakukan kesalahan, dianta sebab terjadinya kesalahan adalah karena kesengajaan (Dolus) dan karena kelalaian (Culpa). Kesengajaan dalam arti luas dapat dipahami pada tiga hal yakni; sengaja sebagai niat, adalah bentuk paling sederhana dari kesengajaan yaitu apabila pelaku menghendaki akibat dari tindakannya dan pelaku tidak akan melakukan tindakannya jika akibat dari tindakannya tidak terjadi. 

Sengaja sadar akan kepastian, yaitu pelaku yakin bahwa akibat dari tindakannya tidak akan tercapai tanpa terjadi akibat yang dimaksudkannya. Dan sengaja sadar akan kemungkinan, yaitu apabila pelaku tetap melakukan kegiatan yang dikehendakinya walaupun ada kemungkinan akibat lain yang sama sekali tidak diinginkannya terjadi.

Sedangkan kelalaian dapat dipahami pada dua hal yakni; kelalaian yang disadari, yaitu pelaku dapat teringat tentang apa yang dilakukannya dan akibatnya akan tetapi pelaku percaya dan mengharapkan bahwa akibatnya tidak akan terjadi lagi. Dan kelalaian yang tidak disadari, yaitu pelaku dapat melakukan sesuatu yang tidak didasari kemungkinan akan terjadi suatu hal, padahal dapat didugakan sebelumnya.

Menurut memori penjelasan atau (memorie van toelichting) kesengajaan adalah "menghendaki dan mengetahui" (willens en wetens) yang berarti seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja haruslah menghendaki apa yang ia perbuat dan harus mengetahui apa yang ia perbuat serta akibatnya. 

pengecualian suatu perbuatan yang memuat unsur menghendaki (willens) dan mengetahui (wetens) adalah karena dipaksa oleh orang lain, gerakan reflex, orang gila, atau anak-anak yang masih sangat muda yang tidak mengetahui akiat dari perbuatannya meskipun dia menghendaki perbuatan yang dilakukannya.

Kelalaian atau kealpaan artinya dapat dipahami dengan cara normatif atau dilihat dari Undang-Undang dan dinilai secara in concreto atau peristiwa demi peristiwa dengan ukuran norma penghati-hati dan penduga-duga dan dinilai dari keadaan pribadi pelaku. kurangnya pelaku mengambil tindakan pencegahan atau menduga terjadinya akibat dari perbuatannya, dan kurang berhati-hati atau kurangnya rasa tanggung jawab dalam diri pelaku.


Etika dalam Profesi Hukum

Etika merupakan konsep tentang baik dan buruk perangai atau perilaku seseorang, sedangkan moral merupakan perilaku baik atau buruknya seseorang. Etika dan moral ada dan diakui hidup di dalam pergaulan masyarakat, dalam kehidupan sosial maupun dalam profesi masing-masing.

Suatu pekerjaan disebut sebagai suatu profesi didasarkan pada beberapa hal yakni, didapatkan melalui pendidikan, pelatihan, dan keahlian. Profesi dapat dikatakan sebagai suatu pekerjaan tentang keahlian teori dan teknis karena seorang pengemban profesi dituntut dengan syarat-syarat tertentu dalam mengemban tugas dan fungsi profesinya agar benar-benar bekerja secara profesional. 

Profesi penegak hukum dilengkapi dengan aturan-aturan hukum (hukum perundang-undangan) dan aturan-aturan etik moral profesi (kode etik profesi), sehingga seorang penegak hukum mempunyai beban tanggungjawab yang tidak hanya tanggung jawab berdasarkan hukum saja kan tetapi penegak hukum mempunyai  tanggung jawab moral atas profesi yang diembannya.

Masalah keadilan merupakan masalah yang sangat rumit dan susah didapatkan pada era sekarang ini, bukan hanya masyarakat kecil atau rakyat biasa saja yang susah mendapatkan keadilan namun penegak hukum cq Novel Baswedan pun sukar mendapatkan keadilan. Hukum mungkin telah mati jika ruh hukum itu (keadilan) hanya menjadi sebauh angan-angan, sehingga dalam kondisi ini masyarakat hanya disuguhkan dengan ketidakadilan dari waktu ke waktu. 

Hukum telah bertransformasi dari yang awalnya sebagai pencipta keharmonisan, keserasian sosial, dan tempat berpijak berubah menjadi penjajah baru (neo imperium) yaitu karena keadilan telah tereliminasi oleh kepentingan dan hukum berubah menjadi sesuatu yang anarki atau senjata bagi yang mempunyai kepentingan. 

Hukum dan keadilan seolah sudah terpisahkan satu dengan yang lain keadilan menjadi milik segelintir orang dan hukum menjadi oposisi keadilan bagi pencari keadilan, padahal jika ditelisik hukum dan keadilan merupakan dua elemen yang saling bertautan (condition sine qua non).

Konsep hukum yang adil dan demokratis menjadi angan yang tak kunjung tercapai sebab keadilan menjadi sesuatu yang langka, jaminan akan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tidak kunjung tegak sebab hukum tidak bersandar lagi pada keadilan.


Analisis Hukum Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Surat dakwaan yang diucapkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK cq Novel Baswedan menjadi pusat perhatian masyarakat, hal ini disebabkan karena dari peristiwa penyiraman atau tindak pidana sampai dengan terungkap dan tertangkapnya dalang atau pelaku penyiraman tersebut memakan waktu yang cukup lama yaitu hampir 2,5 tahun lamanya. 

Kasus ini menjadi tambah kontroversi dikarenakan alasan penyiraman yang disebutkan oleh pelaku didasari karena adanya unsur memberi pelajaran karena dendam dan dianggap sebagai pengkhianat, dalam persidangan tersebut JPU menyatakan dalam surat dakwaan nya bahwa pelaku dijerat dengan pasal 355 ayat 1 sebagai dakwaan primer atau dakwaan utamanya dan pasal 353 ayat 2 sebagai dakwaan subsidairnya jo pasal 55 ayat ayat 1 KUHP karena terdapat unsur penyertaan.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh JPU dalam persidangan tersebut bahwa tindakan yang dilakukan oleh tidak diniatkan atau memenuhi unsur melakukan penganiayaan berat, padahal dalam fakta disebutkan bahwa pelaku telah menyiapkan air keras untuk melukai korban, hal ini dikuatkan dengan peristiwa terjadinya tindak pidana dilakukan pada malam hari alias pada saat shubuh hari dimana orang yang melakukan aktifitas pada saat itu masih sedikit. 

Niat untuk melakukan penganiayaan berat tidak terpenuhi karena tujuan penyiraman air keras tersebut ditujukan kepada badan korban dan yang kena malah kepala korban, senyatanya pada saat penyiraman air keras oleh pelaku dilakukan bukan dari jarak yang jauh akan tetapi penyiraman air keras tersebut dilakukan dengan jarak yang tergolong dekat. Maka atas dasar itu sudah jelas bahwasanya dakwaan dalam pasal 355 ayat 1 telah terpenuhi sebab tindakan pelaku telah memuat unsur dengan sengaja melakukan penganiayaan berat terhadap korban dan dengan direncanakan terlebih dahulu serta dilakukan pada saat malam hari.

Unsur pemberat lain tuntutan atas tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku adalah mengingat pelaku sebagai satuan anggota kepolisian Republik Indonesia yang sudah tentu paham akan hukum dan tahu akibat yang ditimbulkan dari apa yang dilakukannya, sebab orang yang paham dan tahu hukum semestinya hukuman yang akan diterimanya lebih berat daripada orang yang tidak paham hukum. 

Kemudian jika berkaca pada kasus-kasus yang serupa dengan yang dialami oleh korban cq Novel Baswedan terdapat beberapa kasus yang berisi tuntutan dalam surat dakwaan penjara oleh JPU berupa tuntutan diatas 8 tahun, dalam hal ini tuntutan diatas 8 tahun adalah substansi dari pasal 355 ayat 1 KUHP yaitu tentang penganiayaan berat dengan rencana erlebih dahulu.

Tuntutan ringan atau 1 tahun penjara yang didakwakan oleh JPU menambah catatan kelam ketidakadilan  yang dirasakan oleh para pencari keadilan, sehingga sangat perlu dipahami kembali oleh para penegak hukum untuk tetap menjunjung tinggi niali-nilai luhur yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan dank ode eiknya sebagai suatu profesi penegak hukum yang professional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun