Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika aktivitas antimikroba dari antibiotik tidak lagi dapat membunuh bakteri ataupun menghambat perkembangbiakan bakteri. Resistansi bakteri terhadap antibiotik adalah sebuah masalah berskala global yang mana kasus temuannya meningkat setiap tahunnya.
Dalam laporan tahunan 2022, European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC) melaporkan kematian lebih dari 35.000 jiwa akibat infeksi yang disebabkan oleh mikroba resistan.Â
Andrea Ammon, Direktur dari EDCD, menuturkan bahwa sekitar infeksi ini menyebabkan kematian hingga 100 orang di EU/EEA. Ammon juga menyerukan pentingnya realisasi kebijakan demi mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak diperlukan, meningkatkan aksi pencegahan dan pengontrolan infeksi, dan mengimplementasikan program Antimicrobial Stewardship (AMS).
Di Indonesia sendiri prevalensi bakteri multi resisten dilaporkan mencapai 50-82% , data ini dilaporkan berdasarkan hasil survey nasional resistensi anti mikroba Kementrian Kesehatan tahun 2016.Â
Berbagai program pencegahan peningkatan kasus resistansi antibiotik di Indonesia telah dilakukan, termasuk memublikasikan pedoman penggunaan antibiotik oleh Menteri Kesehatan republik Indonesia dan kewajiban pengadaan program AMS untuk akreditasi rumah sakit.
Studi oleh Limato, et al. (2022) memaparkan 4 tantangan utama dalam pengimplementasian program AMS di Indonesia, yaitu;
1) Pemberdayaan yang tidak efektif dan minimnya dukungan terhadap kebijakan kewajiban AMS dalam proses akreditasi rumah sakit.
2) Konflik kepentingan untuk menghasilkan profit dan hubungan profesional antara dokter dan manajer rumah sakit.
3) Biaya tes kultur bakteri yang sering kali tidak terjangkau dan rendahnya ambang batas cakupan asuransi kesehatan.
4) Infrastruktur yang belum dapat diandalkan, termasuk laboratorium mikrobiologi dan fasilitas untuk tindakan bedah. Hal ini dapat membuat tingginya penggunaan antibiotik demi menutupi minimnya fasilitas tersebut.
Dari data tersebut, aksi pencegahan resistensi antibiotik di Indonesia terlihat masih sangat terbatas. Akan tetapi, aksi pencegahan tersebut juga dapat diupayakan lewat peran-peran individu. Hal tersebut dapat dimulai dari kita sendiri dengan cara meningkatkan kesadaran dalam menggunakan antibiotik, seperti hanya menggunakan antibiotik lewat resep dokter dan menghabiskan antibiotik sesuai dengan petunjuk dokter. Perubahan perilaku penggunaan antibiotik sangat penting demi mencegah terjadinya pandemi infeksi yang disebabkan oleh bakteri multi resistan antibiotik.
Referensi:Â
35 000 annual deaths from antimicrobial resistance in the EU/EEA. European Centre for Disease Prevention and Control. (2022, November 17). Retrieved January 4, 2023, from https://www.ecdc.europa.eu/en/news-events/eaad-2022-launch
Desrini, S. (2015). Resistensi antibiotik, Akankah Dapat Dikendalikan ? Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Indonesia, 6(4), i-iii. https://doi.org/10.20885/jkki.vol6.iss4.art1
Limato, R., Broom, A., Nelwan, E. J., & Hamers, R. L. (2022). A qualitative study of barriers to antimicrobial stewardship in Indonesian hospitals: Governance, competing interests, cost, and structural vulnerability. Antimicrobial Resistance & Infection Control, 11(1). https://doi.org/10.1186/s13756-022-01126-7
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.(2001). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2021 tentang Pedoman Penggunaan Antibiotik. Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H