Pandemi COVID-19 yang terus berlangsung dari bulan Maret 2020 hingga saat ini menimbulkan banyak kendala yang dialami oleh semua masyarakat di Indonesia. Salah satu bentuk kendalanya adalah masalah pendidikan.
Pemerintah Indonesia menerapkan pembelajaran jarak jauh. Banyak siswa mengeluh dengan adanya pembelajaran jarak jauh tersebut. Salah satu keluhnya ada sulitnya pemahaman materi.
Semenjak ditetapkannya pandemi COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020 di Indonesia pemerintah menganjurkan untuk melakukan aktivitas di dalam rumah. Pada saat itu penyebaran virus ini sangat cepat sehingga masyarakat diminta untuk tetap berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaan.
Pemerintah juga menganjurkan untuk mematuhi protokol kesehatan jika berada di luar rumah. Bukan hanya aktivitas orang dewasa saja bahkan peserta didik dari jenjang Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas mendapatkan kegiatan belajar mengajar di rumah.
Hal serupa juga dilakukan oleh semua kalangan mahasiswa-mahasiswi di Universitas untuk melakukan perkuliahan jarak jauh. Pembelajaran jarak jauh ini diharapkan mampu mengurangi atau menghindari paparan dari virus COVID-19.
Namun yang menjadi pokok bahasan ini adalah peserta didik yang sudah menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Bagaimana perkembangan mereka saat ini? Apakah materi yang diberikan oleh guru dapat dimengerti oleh semua peserta didik?
Pertanyaan yang sama akan terlintas ketika Seseorang berpikir bahwa proses pembelajaran jarak jauh ini dirasa kurang efektif di dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Hampir kurang lebih dari 9 bulan peserta didik melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Bagaimana kondisi mereka? tentunya mereka sangat bosan. Pembelajaran jarak jauh ini membuat anak-anak ketagihan dalam memegang telepon genggam. Padahal untuk seusia anak sekolah dasar waktu ideal bermain telepon seluler adalah 2 jam sehingga jika lebih dari itu akan membuat mata menjadi sakit.
Kinerja guru di dalam proses pembelajaran jarak jauh hanya berfokus sekedar memberikan perintah melalui grup WhatsApp kemudian siswa diminta untuk mengerjakan latihan sosial. Budaya literasi pada saat ini sangat berkurang, padahal membaca bagaikan membuka jendela dunia.Â
Namun anak-anak sekarang justru lebih pintar dengan bantuan Google. Mereka tidak mau membaca buku melainkan ketika mendapatkan soal mereka buru-buru mengetik soal tersebut kemudian Google menjawab segalanya. Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia akan mengupayakan digitalisasi sekolah bertatap muka pada tahun 2001.