Mohon tunggu...
Ibsah M
Ibsah M Mohon Tunggu... Wiraswasta -

orang biasa yang terus belajar dan berdamai dengan diri dan lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Legenda Pendekar Menjangan

3 November 2014   18:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:47 1491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada sekuel sebelumnya, diceritakan pertemuan pejabat tinggi istana negeri antah berantah perihal sayembara perebutan dewi rempah wangi, satria kembara dan ratu copet yang berkelebat menuju kediaman pribadi punggawa wasita yang berencana mengambil sebuah dokumen rahasia serta seorang tua yang selalu bisa melipur kebingungan setiap penduduk di alun-alun kotaraja negeri antah berantah.

Terlihat sekumpulan bocah sedang asyiknya bermain kejar-kejaran di alun-alun kotaraja. Dalam kesehariannya alun-alun kotaraja selalu ramai dikunjungi oleh para penduduk, untuk mengusir kepenatan sehabis mengurus rumah tangga mereka dan juga sebagai lapangan bermain untuk anak bocah, remaja dan dewasa.

Dengan nafas masih ngos-ngosan, salah seorang bocah menemui orang tua pelipur kebingungan di bawah pohon beringin di sudut alun-alun untuk mengaso dari permainan mereka, yang ternyata diikuti oleh para teman-temannya.

'Kakek..., kami ini bingung mau main apa lagi, tolonglah kami ceritakan sesuatu yang menghibur sehingga kami tidak lagi bingung menghabiskan sisa waktu bermain sebelum kembali ke rumah masing-masing', kata salah seorang bocah.

'Cucu-cucuku..., kalian mau cerita apa?', jawab orang tua itu dengan suara sabar sekali.

'Apa benar kek..., legenda tentang seorang pendekar berhati menjangan yang sakti mandraguna?', tanya seorang anak dengan tidak sabar. Maklumlah anak kecil atau bocah selalu suka dengan cerita yang berbau kehebatan atau kesaktian.

'Ada atau tidaknya kakek kurang tahu, sebuah legenda itu akan tetap hidup di hati mereka yang percaya, tapi baiklah saya ceritakan sedikit kisah tentang pendekar menjangan itu', jawab orang tua itu dengan tenang dan serta merta sekelompok bocah itu duduk dihadapannya membentuk setengah lingkaran.

'Pada jaman dahulu kala, di negeri dongeng terdapat sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang adil dan bijaksana. Namun sayangnya kerajaan itu mempunyai mahapatih yang culas dan licik. Raja itu dikarunia oleh seorang putri yang cantik tiada duanya di negeri dongeng itu...', si orang tua itu memulai ceritanya dan terlihat semua anak itu serius mendengarkan.

Di negeri dongeng itu terdapat seorang pertapa yang tinggal di bukit menjangan. Dia tinggal bersama seorang muridnya. Karena sayangnya, semua ilmu kanuragan dan kautamaannya diturunkan pada muridnya itu. Sang pertapa itu tidak salah memilih murid, dalam beberapa saat kemudian, bukit menjangan menjadi tempat yang dipuja dan disegani oleh para pendekar negeri dongeng karena sepak terjang muridnya yang mengharumkan bukit itu. Muridnya yang sakti mandraguna, menjadi seorang pendekar sakti tanpa tanding di negeri dongeng itu.

Pada suatu hari negeri dongeng itu ditimpa kemalangan besar. Putri raja satu-satunya diculik oleh seorang raksasa yang mempunyai kesaktian bisa berubah wujud menjadi naga berkepala dua. Keluarga raja begitu menderita disebabkan oleh penculikan itu. Akhirnya diputuskan untuk diadakan sayembara berdasarkan usulan sang patih kerajaan itu. Bagi siapa saja yang bisa membebaskan putri itu, bila pemuda maka ia akan dinikahkan dengannya dan sebaliknya akan dijadikan saudara, begitu isi sayembara itu.

Berita sayembara itupun cepat menyebar keantero negeri dongeng. Dalam sekejab sudah banyak pendekar yang mengikuti sayembara. Namun semuanya gagal total. Jangankan bisa mengalahkan raksasa itu, menuju ke lokasinya saja susah sekali. Hal itu karena si raksasa itu  mempunyai banyak pengawal yang juga sakti mandraguna juga.

Berita kegagalan itu semakin membuat keluarga raja semakin menderita. Penderitaan itu bisa dimaklumi karena putri itu adalah calon penerus kelangsungan negeri kerajaan dongeng. Hingga suatu hari datanglah seorang pemuda menghadap raja. Penampilannya sederhana dan bersahaja dengan sebilah pedang dipundaknya. Dia datang untuk mengikuti sayembara. Sang raja dan patih hanya bisa mengiyakan saja, namun dalam bathinnya, mereka sangsi akan kehebatan pemuda itu.

Singkat cerita, pemuda itu ternyata bisa menjungkirbalikkan kesangsian mereka. Dengan kesaktiannya, pemuda itu bisa mengalahkan si raksasa dengan menggunakan pedang mustika naga langit pemberian gurunya. Seketika itu pula negeri dongeng itu bersuka cita. Keluarga raja mengadakan pesta penyambutan kembalinya sang putri. Hanya seorang saja yang tidak menyukai keberhasilan pemuda itu yaitu sang patih. Itu karena diam-diam sang patih memendam rasa cinta kepada putri raja itu dan punya ambisi untuk menjadi raja kelak di kemudian hari.

Sang putri bukannya tidak tahu tentang situasi bathin sang patih, namun dia memilih untuk diam menolak rasa cintanya sang patih. Sekarang ini, keadaannya berubah total, bila dulu sang putri diam menolak karena takut, namun dengan kehadiran pemuda yang menolongnya, rasa takutnya hilang berganti dengan tindakan tegas. Kenyataannya, dia sungguh-sungguh mencintai pemuda itu meskipun dalam keadaan biasa-biasa saja alias tanpa adanya sayembara. Pemuda itu selain tampan, juga mempunyai hati welas asih yang tinggi serta mengerti tatakrama dan bagaimana memperlakukan sang putri.

Rupanya tindakan penolakan sang putri membuat sang patih panas hatinya. Dia seorang yang ambisius, dan saat ini mereka belum resmi dinikahkan, jadi dia masih mempunyai waktu untuk merebut pujaan hatinya dari pemuda gunung itu. Maka direncanakan sebuah cara bagaimana memisahkan pemuda itu dari sang putri. Menghadaplah ia pada sang raja.

'Daulat gusti prabu, hamba kurang setuju dengan pemuda itu untuk menjadi penerus kerajaan ini', kata sang patih.

Sang raja mengernyitkan dahinya. Bukankah dia sendiri yang mengusulkan sayembara dan sekarang dia sendiri yang tidak setuju.

'Kenapa patih berkata begitu?', tanya sang raja.

'Gusti prabu, apa yang gusti prabu harapkan dari seorang pemuda yang berhati menjangan', jawab sang patih diplomatis.

'Saya kurang paham, teruskan penjelasanmu', kata sang raja.

'Pemuda berhati menjangan hanyalah cocok untuk menjadi seorang pertapa. Bagaimana mungkin kerajaan ini dipimpin oleh seorang yang berhati menjangan. Cepat atau lambat kerajaan negeri dongeng ini akan hancur', jawab sang patih dengan suara takzim, namun bathinnya sudah melihat sang raja sudah termakan hasutannya.

Dan benar saja....., 'Bagaimana usulmu sang patih?', tanya sang raja.

'Daulat gusti prabu, yang bisa memimpin kerajaan ini adalah seseorang yang sudah terbiasa mengurus kerajaan, seorang yang mengerti seluk beluk menata negara bukan seorang yang biasa bertapa di tengah rimba atau puncak gunung. Jadi usul hamba adalah membuat tugas yang sangat berat yang tidak bisa diemban oleh pemuda itu, dan bila dia gagal dia tidak boleh menikahi tuan putri', papar sang patih. Dalam hatinya dia tersenyum karena dia akan mempunyai kesempatan mendekati sang putri lagi.

Dipanggillah pemuda itu. Dengan dalih atau alasan untuk mengetahui bakat dan kehebatan si pemuda, raja ingin menugaskan pemuda itu mengambil sebuah tombak mustika, disebuah tempat yang mustahil bisa dicapai. Tempat itu bernama rimba siluman. Sesuai dengan namanya, tempat itu begitu angker dan dijaga oleh berbagai jenis siluman negeri dongeng serta jarang sekali manusia yang selamat bila memasuki rimba itu.

Dasar pemuda berhati menjangan, diapun mengiyakan dan menyanggupi permintaan sang raja yang sudah terhasut oleh sang patih. Lain halnya dengan sang putri, dia paham betul bahwa itu adalah akal bulus sang patih untuk memisahkan dia dengan pujaan hatinya. Akhirnya, pada suatu malam dengan tekad yang bulat, dia melarikan diri dari istana untuk menyusul sang kekasih hatinya. Dalam hatinya dia berkata bahwa lebih baik mati daripada harus berpisah dengan belahan hatinya itu.

Benar dugaan sang putri, diam-diam sang patih menghubungi para pendekar dan pertapa yang sakti mandraguna yang bisa diajak bekerjasama untuk merintangi perjalanan pemuda itu. Akhir cerita dari legenda itu mengatakan bahwa pemuda berhati menjangan itu tewas di dalam hutan rimba siluman. Sedangkan sang putri memilih untuk bunuh diri bersama pemuda itu dengan disaksikan sang patih.

'Cucu-cucuku....., demikianlah legenda pendekar berhati menjangan', kata orang tua itu kepada sekelompok bocah yang mendengarkan ceritanya tanpa mengedipkan matanya dan beranjak seincipun dari tempat duduknya.

'Yaaaah, kok cepat selesai kek!, cerita lagi dong....', rengek bocah-bocah itu.

'Cucu-cucuku yang baik budinya, sudahlah..., lain kali aja kalian datang kemari, saya sedang kedatangan tamu penting', jawab si orang tua itu dengan sabar sambil melihat kepada seseorang yang berpakaian mentereng yang berdiri di belakang para bocah.

'Baiklah kek, kami pergi....', jawab para bocah sambil bangkit dan berlarian tanpa mengucapkan terima kasih.

Yang berdiri berpakaian mentereng itu tak lain adalah punggawa wasita. wajahnya terlihat kusut dan bingung. entah apa yang terjadi dalam pertemuan dengan para petinggi istana negeri antah berantah. mungkin saja dia menjadi semakin bingung dan tidak menemukan celah dengan kehadiran para pinisepuh yang sudah terkenal kesaktiannya untuk menggulingkan kerajaan antah berantah.

'Mari silahkan duduk tuan, apa yang bisa saya bantu?', kata orang tua itu dengan ramah.

'Orang tua, beredar kabar kamu bisa membaca nasib seseorang, tolonglah lihatlah nasib saya di masa depan', kata punggawa wasita dengan suara dipenuhi kecemasan.

'Saya bukan peramal tuan.., tak seorangpun bisa mengetahui kejadian hari esok, ketidakpastian adalah milik masa depan', kata orang tua itu dengan tenang.

'Sudahlah, jangan bersastra ria dengan saya, coba kau baca guratan tanganku ini, apapun yang kau tahu katakanlah dan jangan sungkan-sungkan!!!', kata punggawa wasita tidak sabar.

Dengan sabar dan tenang orang tua itu meneliti setiap lekuk guratan di tangan punggawa wasita. Selanjutnya dia berkata: 'Cepatlah tuan kembali ke kediamanmu, rumahmu kemalingan...'.

'Apaaaaa...???, awas kalau ramalanmu tidak benar, akan kuhajar kau', jawab punggawa wasita sambil berkelebat menjauhi orang tua itu.

Orang tua itu hanya bisa mengelengkan kepalanya dan berkata dengan lirih sambil kembali bermanekung. 'Semoga damai merasuk kedalam jiwamu dan terhindar dari kemalangan akibat kerakusanmu'.

Bersambung sobat.....:),

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun