Dikisahkan dalam sekuel sebelumnya, pendekar pertama yang ditugaskan untuk menculik Dewi Rempah Wangi harus takluk berkat strategi putri tetiron dan barisan pendam yang dibuat oleh Panglima Kebo Sora dan juga satria Liong Koko sudah memasuki ruang utama Istana siap untuk menculik Sri Baginda, sementara rekan pendekar satunya menuju istana keluarga raja.
Sesampainya di ruang utama, Satria Liong Koko kembali bergumam, 'Aneh...?, kenapa istana ini sepi sekali, yang ada cuma Sri Baginda....'.
Belum selesai rasa herannya, terdengar suara dari Sri Baginda:
'Mari anak muda, silahkan duduk dan minum tehmu dulu...', kata Sri Baginda mempersilahkan tamunya dengan santun.
Dilihatnya ada meja khusus yang terpisah agak jauh dengan Sri Baginda, menurutnya apa salahnya dia menghargai tuan rumah, toh menangkap Sri Baginda bisa dilakukan setelah acara minum teh. Diapun mengerti maksud dari perjamuan teh ini.
'Itu suguhan seadanya dari kami anak muda...., saya tahu kamu datang dari negeri seberang tentu kurang pantas hidangan ini', kata Sri Baginda berbasa-basi.
'Terima kasih Sang Prabu atas keramahtamahanmu, sungguh saya kagum dengan peradatan negeri antah berantah ini. Disaat yang sedang genting masih menyempatkan waktu untuk bersantai, menghargai tamu dan mencari cara untuk berkompromi, namun saya tegaskan bahwa saya tidak bisa berkomprosi dengan tugasku karena saya menjalankan perintah junjungan saya', kata satria Liong Koko secara diplomatis menjawab maksud perjamuan teh Sri Baginda.
'Aha....sungguh piawai lidahmu memainkan kata, tidak salah dikau terpilih menjadi penasihat utama pangeran Ural. Kembali ke hidangan teh yang sederhana itu, semuanya bisa dibicarakan dengan damai dan dicarikan solusinya, lalu kenapa tuanmu ingin sekali turut campur dan menjadikan kekerasan sebagai penyelesai urusan dalam negeri kami?', jawab sang Prabu dengan santai, sambil menyindir bahwa urusan dalam negeri yang dimaksud adalah masalah pengkhianatan punggawanya.
Satria Liong Koko menjadi sedikit terkejut dengan jawaban itu. Kecurigaannya mulai timbul. Bagaimana mungkin sang prabu yang tidak pernah keluar istana mengerti tentang Pangeran Ural. Untuk menjawab rasa penasarannya diapun berkata:
'Terkadang kekerasan dibutuhkan manakala jalan damai tidak diketemukan. Siapakah engkau dan dimanakah sang Prabu?', jawab satria Liong Koko dengan singkat.
'Kalian semua telah terjebak pada keserakahan semu sehingga berani ikut campur urusan dalam negeri kami. Kali ini saya akui bahwa matamu benar-benar jeli, saya memang bukan sang Prabu, saya Patih negeri ini. Itu semua terjadi berkat kepicikan dan kesombongan kalian menganggap remeh kami dan perdamaian bukan jalan keluar yang bermanfaat', jawab sang Patih Nirwasita.
'Omong kosong macam apa ini?, tidak mungkin sang Prabu keluar dari istana ini. Sepanjang waktu kami mengintai istana ini', jawab satria Liong Koko dengan sedikit panik.
'Sudahlah anak muda....., pendatang tetaplah pendatang...!!!, kami lebih tahu tiap jengkal tanah negeri ini daripada kalian para pendatang !!!. Jangan kau anggap kami lebih bodoh dari kalian!!!, selamat tinggal anak muda...', jawab sang Patih.
Setelah selesai mengucapkan kalimat perpisahan itu. Sang patih Nirwasita menarik sebuah tongkat yang terbuat dari bahan seperti besi dan menariknya. Otomatis lantai di bawah satria Liong Koko menjadi terbelah. Tak bisa dihindarkan lagi, diapun terjatuh ke dalam jebakan lantai yang telah disiapkan dengan baik. Setelah dia terjatuh, jebakan lantai itu kembali menutup rapat dan rapi. Lantainyapun tetap mulus seperti sedia kala, layaknya tidak terjadi apapun.
Sementara itu di ruang utama istana keluarga, si pendekar kedua utusan satria Liong Koko merasa aneh karena semua penjaga tertidur pulas dan ketika dia coba membuka pintu kediaman keluarga raja, pintu itu tidak terkunci. Sekarang dia benar-benar yakin bahwa ini adalah jebakan. Namun terlambat, sebuah suara dari dalam kamar baginda raja menyebabkan ia mengurungkan diri untuk berkelebat pulang.
'Mengapa terburu-buru pendekar, tidakkah engkau tertarik akan kepiawaianku dalam menghindar dari setiap jurus kanuragan tanpa melawan sedikitpun...., apakah kau tidak ingin mencicipi kenikmatan sebagai pendekar yang bisa memecahkan rekor itu?', suara tantangan itu terdengar halus dari dalam ruang kamar sri baginda.
'Apakah engkau Begawan Sokalima yang terkenal, yang diceritakan satria Liong Koko kepadaku?', tanya pendekar itu. Di sekuel sebelumnya diceritakan bagaimana satria Liong Koko ini berkelana dari satu perguruan ke perguruan yang lain di negeri antah berantah untuk mencari kelemahan ilmu kanuragan negeri ini.
'Iya bener pendekar, saya adalah Begawan Sokalima, silahkan keluarkan semua jurus dan serang saya semaumu, agar rasa penasaranmu terlampiaskan', tantang Begawan Sokalima.
Begitulah para pendekar muda, dimana-mana mereka selalu kalah dalam pengendalian emosi dari para pendekar tua. Pendekar itupun menjadi tersentuh emosinya dan segera  menyerang Begawan Sokalima.
Tak bisa diceritakan dari awal sampai akhir, betapa hebatnya pertarungan itu. Yang jelas dengan jurus tak tersentuh atau bisa disebut juga dengan ilmu kebal sejengkal (silahkan pembaca yang budiman membacanya di sekuel-sekuel awal), begawan sokalima menjadi tidak terkalahkan. Di akhir pertarungan itu diapun berkata:
'Saya mengaku kalah, begawan...!, saya menyerah dan silahkan tangkap saya', kata pendekar itu dengan jantan. Baginya meloloskan diri sama saja dengan bunuh diri. Karena kalau dia sampai gagal menjalankan tugas, itu sama saja memberikan kepalanya untuk dipenggal oleh pangeran Ural. Selain itu, dilihatnya ratusan prajurit negeri antah berantah telah mengepung tempat ini. Tidak ada jalan keluar untuk meloloskan diri baginya.
'Bukan saya yang akan menangkapmu anak muda...., silahkan panglima Kebosora', jawab Begawan Sokalima.
Panglima Kebosora selanjutnya memerintahkan senopati jalasutra dan mentari untuk memasangkan jala perangkap pada pendekar itu. Hal itu buat jaga-jaga kalau pendekar muda itu berbohong. Dan selanjutnya memerintahkan kedua senopati itu untuk membawa pendekar muda itu ke ruang tahanan bawah tanah bersama dengan kedua teman mereka.
'Selamat Kebo sora, Tiga Singa sudah tertangkap berkat strategimu', suara pujian dari patih Nirwasita dari jauh.
'Terima kasih atas kerjasama kalian semua. Tanpa kalian semua, strategi ini hanyalah omong kosong belaka....', jawab Panglima KeboSora dengan santun.
'Mari begawan Sokalima dan patih Niwasita, kita lanjutkan pertemuan merancang strategi baru bersama para senopati pinilih untuk memenangkan pertempuran terbuka dengan pasukan pangeran Ural. Karena dengan tertangkapnya para penasihat mereka, saya yakin Pangeran Ural akan melancarkan serangan secara terbuka dalam waktu dekat ini', kata Panglima Kebosora.
Mereka semua melangkah ke ruang pertemuan istana. Namun dimanakah Sri Baginda beserta keluarganya?. Berdasarkan hasil pengintaian Satria Liong Koko, Sri Baginda tidak terlihat keluar istana sepanjang waktu. Kemungkinannya adalah mereka sudah menuju Hutan Dandaka melalui lorong bawah tanah istana.
Bersambung...:)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H