'Anak muda bau kencur..., tahu apa dikau dengan masalah pertikaian antar perguruan. Jangan kau berlagak sombong dengan ikut campur urusan kami..!!!'.
'Benar sekali...., Hai anak muda yang tak punya sopan santun, apakah gurumu tidak mengajarkan agar tidak ikut campur urusan dalam negeri orang lain. Dan apakah kamu juga tidak membaca kitab suci, dimana-mana di Negeri antah berantah, - entahlah kalau negerinya bukan antah berantah - yang namanya Air itu pantang bersatu dengan Minyak...!!!', terdengar juga bantahan dari perguruan Air Sakti akibat rasa kecewa karena tawuran mereka dihentikan.
Satria Gula Kelapa terdiam, otaknya lagi berpikir. Mirip kincir angin yang sedang bekerja.
'Sodara-sodara jangan salah paham....., saya yang jauh lebih bodoh ini, paham bahwa Air tidak bisa menyatu dengan Minyak. Tapi ingat sodara-sodara yang lebih bijak dan cerdas dari saya....., harmoni atau kerukunan itu bisa terjadi bila ada dua hal berbeda. Saya tidak menawarkan kalian bersatu padu, namun berharmoni untuk menumpahkan nafsu kebinatangan kalian di tempat dan waktu yang lebih bermanfaat', jawab Gula Kelapa dengan tenang.
'Saya kurang setuju..., lebih baik kami selesaikan urusan kami terlebih dahulu, baru kami memikirkan tawaranmu!', teriak pemimpin perguruan Air Sakti yang jelas-jelas egois.
Tidak ada bantahan dari perguruan Minyak Wangi, karena apa yang dikatakan satria gula kelapa masuk di akal mereka.
'Begini sodara-sodara..., Ibu [Dewi] pertiwi kalian memanggil untuk melakukan bela tanah air melawan para pendekar dari Negeri seberang. Apakah kalian para pendekar yang berakal ini tidak mau menunjukkan baktinya pada ibu kalian?. Cobalah kalian lupakan sejenak pertikaian di antara kalian ini semua untuk Ibu kalian..!!!. Kalau bukan anak-anaknya sendiri, siapa lagi yang akan membela Ibu Pertiwi yang kalian cintai...!!! ', Jawab Satria Gula Kelapa dengan suara tenang dan lantang tanpa terpancing emosinya. Dia sengaja menggunakan bahasa yang persuasif untuk menyentuh sisi patriotisme mereka.
Berdasarkan mitos di Negeri antah berantah dan juga cerita turun temurun, Ibu [Dewi] Pertiwi atau kelak di kemudian hari dikenal dengan sinonim tanah air tercinta adalah merupakan seorang Dewi yang sengaja diturunkan dari Suargaloka untuk mendiami Bumi oleh Pencipta Alam Semesta. Di Negeri antah berantah Dewi Pertiwi ini dikenal sebagai Dewi Bumi.
Terdengar suara kasak-kusuk, riuh cenderung hingar-bingar kayak pasar tradisional menanggapi omongan Satria Gula Kelapa di antara dua kelompok perguruan besar itu. Satria Taruna Kalinda, hanya bisa geleng-geleng kepala dan mengeluarkan suara seperti hewan cecak pertanda kagum. Tidak menyangka bahwa sahabatnya, selain berkanuragan tinggi juga punya bakat dan piawai lidahnya dalam berdiplomasi dan bernegosiasi untuk mendamaikan (pake 'd' ) dua pihak yang sedang bertikai serta menggiringnya untuk mencapai tujuan tertentu.
'Baiklah anak muda..., kami akan ikut saranmu!. Namun...., kami semua di sini meminta, kelak setelah melaksanakan bela negara bagi Ibu negeri kami, dikau harus menjadi saksi bagi tawuran kami karena kami akan menyelesaikan urusan kami yang belum beres!', jawab pemimpin dari perguruan Air Sakti yang diamini oleh pemimpin perguruan Minyak Wangi.
Satria Gula Kelapa pertama merasa keberatan dalam benaknya. Entah kenapa tiba-tiba intuisinya berkata bahwa jika kau meminta sesuatu dari orang lain maka kau harus siap juga memberikan sesuatu untuk orang yang kau minta. Mungkin yang dimaksud intuisinya itu yang kelak di kemudian hari disebut dengan bernegosiasi, ada proses meminta dan memberi.