Mohon tunggu...
Hasbi Aswar
Hasbi Aswar Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Penggiat kajian politik internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Persaingan Amerika - China dan Posisi Kaum Muslimin

18 Oktober 2022   18:43 Diperbarui: 18 Oktober 2022   18:53 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 

Untuk mengimplementasikan strategi kebijakan diatas AS telah melakukan berbagai upaya antara lain, Dalam aspek kerjasama non-militer, sejak deklarasi Donald Trump tahun 2017 terkait visi Indo Pasifik yang terbuka dan bebas (U.S. vision for a free and open Indo-Pacific) AS memulai proyek bantuan pembangunan infrastruktur, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi melalui energi dan konektivitas digital dan kerjasama keamanan siber. USAID melaporkan pada tahun 2018 kerjasama antar negara -- negara indo-pasifik dan AS meningkat pesat dengan ribuan proyek -- proyek baru. Kerjasama tersebut mencakup negara Vietnam, Indonesia, Jepang, Sri Lanka, Myanmar[4]. Tahun 2021, dalam forum Indo-Pacific Business, AS memperluas bantuan ke negara -- negara asia selatan seperti Bangladesh, Bhutan, India, the Maldives, Nepal and Sri Lanka. Kemudian di negara Asia Tenggara mencakup Indonesia, Filipina, Kamboja, Laos, Thailand, dan Vietnam. Dan negara -- negara di Pasifik seperti Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu. Jumlah komitmen bantuan adalah sekitar 286 juta dollar [5].

Sejak tahun 2019 melalui Komando Indo-Pasifik Amerika Serikat, USINDOPACOM, AS telah menempatkan sekitar 2000 pesawat tempur, 200 kapal perang, dan kapal selam, dan lebih dari 370 ribu pasukan beserta para awak yang difungsikan terkait kepentingan militer AS di Kawasan Indo-pasifik. Konsentrasi terbesar untuk penempatan militer itu berada di Jepang dan Korea Selatan. Dalam skala yang lebih kecil militer AS juga berada di Filipina, Australia, Singapura, dan Diego Garcia [6]. AS dan mitra strategisnya di kawasan membentuk forum dialog yang disebut dengan the Quadrilateral Security Dialogue dengan Australia, India dan Jepang. Forum ini dibentuk tahun 2004 untuk merespon dampak Tsunami namun berkembang saat ini sebagai forum dialog untuk isu -- isu strategis dalam bidang keamanan, ekonomi, kesehatan khususnya untuk membendung pengaruh china di Kawasan. Pada November 2020, aliansi ini menggelar latihan perang bersama di Malabar menggunakan peralatan perang laut dan udara (Department of Defence Ministers, 2020). Bukan hanya kerjasama militer, Quad ini juga memperkuat kerjasama di bidang vaksin untuk membendung upaya politik vaksin China di kawasan maupun global melalui bantuan keuangan Jepang dan AS untuk peningkatan produksi vaksin Covid 19 di India dan bantuan distribusi dari Australia di Kawasan[7] (Paskal, 2021).

Kemudian, pada 11 November 2021, AS, Inggris dan Australia mengumumkan kesepakatan trilateral untuk kerjasama pertukaran informasi penggerak nuklir Angkatan laut dalam rangka memperkuat pertahanan bersama yang disebut AUKUS. Dalam kesepakatan ini, Australian akan mendapatkan kapal selam canggih bertenaga nuklir. Kesepakatan ini sempat membuat Prancis kesal karena Australia memutuskan sepihak kontrak kapal selam antara kedua negara. Sementara di kawasan Asia Tenggara, yang terlihat skeptis adalah Malaysia dan Indonesia sementara Singapura, Vietnam dan Filipina menyambut baik kesepakatan ini.

Selain peningkatan kerjasama, beberapa tahun terakhir antara blok AS dan blok China juga melakukan show of force melalui latihan -- latihan tempur di Kawasan laut Cina selatan. Seperti kerjasama AS dan Indonesia dalam Latihan militer yang melibatkan 4000 tentara; Latihan India dan Vietnam;  Latihan AS dan Filipina; Latihan AS dan jepang; India dan Filipina dan Seterusnya. China juga disatu sisi menggelar Latihan bersama Rusia dengan melibatkan 10.000 tentara di wilayah laut china Selatan. AS secara umum telah menggelar 85 kali Latihan military di Kawasan Indo pasifik khususnya di laut china selatan. Sementara untuk merespon AS dan sekutunya, China juga telah meningkatkan kekuatan Angkatan perang lautnya sejak tahun 2019 [8].

Dari sisi yang lain, pada tahun 2018 AS telah melancarkan perang dagang dengan China sejak era Donald Trump.  Amerika Serikat juga memainkan isu pelanggaran HAM China atas Uighur untuk mengecam China bahkan pemerintahan Biden memboikot Winter Olympic dan Paralympic Games tahun 2022 di Beijing dengan alasan yang sama.

Dari fakta -- fakta diatas nampak sekali bahwa Amerika Serikat sangat serius dalam merespon kebijakan China di kawasan Indo-Pasifik. Penarikan tantara AS di Afghanistan juga disinyalir adalah bagian dari upaya AS memfokuskan diri untuk berhadapan dengan China. Terbukti pada akhir desember 2021, Kongres AS menyepakati kenaikan belanja pertahanan AS sebanyak lima persen dengan jumlah 777 miliar dolar. Jumlah yang sebanyak ini jauh melampaui belanjar China bahkan jika digabung dengan Rusia.

Ini diakui oleh angggota kongres dari Demokrat, Elaine Luria yang mengatakan bahwa, ini adalah bagian dari upaya kontra terhadap ancaman China. Bulan Mei 2021, saat pemerintahan Biden mengusulkan biaya pertahanan pun memasukkan China sebagai ancaman utama terhadap kepentingan AS[9]. Pada kunjungan ke Thailand, Malaysia dan Indonesia pada Desember 2021 lalu, Menteri Luar Negeri AS mempertegas kembali bahwa  AS akan bekerjasama dengan para mitranya di kawasan untuk menjamin wilayah itu terbuka dan bisa diakses oleh siapa saja[10].

Sementara bagi China, kebijakan yang dilakukannya selama ini ini baik dalam aspek ekonomi, politik dan militer adalah dalam rangka mempertahankan kepentingan nya di kawasan Indo-Pasifik seperti: Pertama,  Mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah melalui penguatan keamanan di wilayah -- wilayah perbatasan baik darat seperti Myanmar, Vietnam dan Laos serta perbatasan laut China Timur, Laut China Selatan dan Laut Kuning.

Kedua, China juga perlu menjaga keberlanjutan pembangunan sosial ekonominya melalui perdagangan dan investasi. Di wilayah asia tenggara misalnya, negara -- negara seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand dan Indonesia merupakan mitra ekonomi penting bagi china. Selain itu, dalam bidang ekonomi maritim, China sangat tergantung pada selat malaka sebagai jalur transportasi impor minyaknya sehingga Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand secara otomatis akan menjadi negara penting bagi China. Selain itu, sebagai jalur alternatif, Burma/Myanmar menjadi target transportasi darat dari Samudera Hindia menuju China[11].

Hubungan Antara AS dan China 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun