Di Indonesia, jaringan ILGA antara lain adalah Arus Pelangi, Gaya Nusantara Foundation, Institut Pelangi Perempuan, Komunitas Sehati Makassar, Violet Grey, dan Youth Interfaith Forum on Sexuality (Ilga.org).Â
Walaupun terlihat ada pencapaian -- pencapaian besar yang telah diraih oleh kaum LGBT ini, tetap saja secara umum masyarakat dunia masih menolak keberadaan kelompok ini.
Laporan Pew Research Center tahun 2013 contohnya menggambarkan bahwa kecenderungan penerimaan terhadap kaum LGBT lebih dominan di negara-negara barat yang sekuler, sementara di negara -- negara yang masyarakatnya agamis mayoritas tertolak (Pew Research Center, 2013). Sama halnya dengan di negara-negara Eropa Timur yang mayoritasnya penganutnya adalah Kristen Orthodox dan Katolik (Pew Research Center, 2017 ). Â
Bahkan keresahan juga masih selalu muncul di negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat sebab masyarakat sepenuhnya belum bisa menerima kelompok ini. Diskriminasi dalam pendidikan dan pekerjaan termasuk di lingkungan sosial dan keluarga masih saja terus terjadi. Kaum LGBT masih dianggap kelompok yang terasing dan tidak normal berada di tengah-tengah masyarakat.
LGBT: Imbas kekerasan dan Penyakit menular
Diantara bagian yang menarik dari kasus Reinhard Sinaga adalah setelah hakim memberikan vonis, pusat-pusat pengaduan jadi kebanjiran laporan dari para korban kekerasan seksual yang dialami oleh pasangan pria di Inggris bahkan dilaporkan meningkat tajam sekitar 500% menurut the charity safeline. Laporan ini juga dianggap sebagai rekor laporan kejahatan seksual terhadap pria di Inggris  (the Guardian, 2020).Â
Kekerasan dalam kehidupan rumah tangga baik itu pasangan heteroseksual, atau homoseksual adalah sesuatu yang lazim terjadi. Hal ini juga yang menjadi argumen bagi kalangan pembela LGBT terhadap isu Reinhard bahwa kejahatan dia adalah personal dan tidak bisa digeneralisasi terhadap kaum pecinta sesama jenis.Â
Sama halnya dengan penyakit HIV/AIDS yang rentan diderita bagi kaum ini, mereka ini juga berargumen bahwa kalangan heteroseksual juga mengalami hal yang sama. Jadi kesimpulannya adalah tidak perlu menyalahkan orientasi seksualnya. Penyakit bisa berjangkit di mana saja dan dengan siapa saja.
Namun, temuan dari hasil penelitian yang dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat membantah argumen diatas, dalam laporan penelitiannya yang berjudul "An Overview of 2010 Findings on Victimization by Sexual Orientation" lembaga ini menemukan bahwa kekerasan seksual dan kekerasan fisik yang terjadi di antara kalangan homosexual lebih tinggi daripada pasangan heteroseksual. Sebagai contoh, 44% lesbian dan 61% biseksual yang mengalami kekerasan seksual, kekerasan fisik oleh pasangannya lebih tinggi dibanding pasangan heteroseksual dengan jumlah 35% (cdc.gov).Â
Selain itu, terkait dengan isu kesehatan dan penyakit menular. Kecenderungan penyuka sesama jenis ini paling rentan terhadap paparan penyakit-penyakit menular yang berbahaya (sexual transmitted diseases).Â
Penyakit -- penyakit yang rentan diderita antara lain adalah sipilis, infeksi chlamydia dan gonorrhea, termasuk juga penyakit kanker anus dan mulut (anal and oral cancers). Bahkan pria penyuka sesama jenis 17 kali lebih rentan terkena penyakit kanker anus daripada pria heteroseksual (Gay and Bisexual Men's Health, 2016).Â