Untuk membayar pegawai, menjalankan rumah sakit, membayar tentara, dan kebutuhan negara lain sangat bergantung pada orang asing. Yang lebih memprihatinkan, dana negara dikorupsi oleh elit. Â Akibatnya, tidak ada yang tersisa bagi rakyat Afghanistan kecuali ancaman kemiskinan, kelaparan, layanan kesehatan yang sulit dan sebagainya (Ibrahim, 2021).Â
Beberapa dari kita bertanya mengapa sebuah negara yang dididik langsung oleh AS negara superpower tidak dapat merdeka setelah 20 tahun dan bahkan harus kalah perang dengan milisi. Sederhananya, itu adalah bagian dari politik dependensi yang sedang dijalankan oleh AS. Adagium lama dalam politik "Tidak ada makan siang gratis ".
Kebangkitan Taliban adalah jawaban atas doa rakyat Afghanistan untuk kondisi buruk yang mereka hadapi. Seburuk apapun Taliban, rezim pro-AS tidak dapat menciptakan legitimasi yang kuat di masyarakat. Pada saat yang sama, ini juga merupakan tantangan bagi Taliban. Seberapa mampu kelompok ini menjadi rezim alternatif sesuai dengan harapan rakyat. Â
Bagi Taliban, sekarang adalah waktu untuk membuktikan jargon politik Islamnya, seperti hukum syariah sebagai asas negara, sistem pemerintahan Islam, membangun pendidikan dan hukum serta sosial budaya Islam.Â
Jargon ini harus diturunkan ke langkah-langkah aplikatif tentang bagaimana membangun ekonomi yang mandiri, membangun politik yang berkualitas dan bertanggung jawab, membangun industri maju, menyediakan layanan sosial yang memuaskan masyarakat, menjalankan hukum secara adil, membangun militer yang kuat, dan pendidikan berkualitas. Ini adalah resep standar untuk menciptakan negara yang berkualitas.Â
Jika kunci di atas dapat dijalankan, pemerintah politik Islam Taliban akan mendapatkan legitimasi lebih lama dari rakyatnya. Sebaliknya, Taliban dapat belajar dari rezim demokrasi 20 tahun yang hidup dengan jargon, tetapi tumbang dengan catatan sejarah yang buruk.Â
Kita lihat sekarang Taliban sedang bekerja ke arah itu, kontak sedang dibuat sehingga bantuan kemanusiaan bisa masuk ke Afghanistan yang sekarat. Menghubungi PBB, AS, Eropa, negara-negara Muslim termasuk Indonesia.Â
Bagi AS dan sekutu-sekutunya, masalah kemanusiaan bisa menjadi alat tekanan bagi Taliban untuk menjaga politiknya sejalan dengan kepentingan AS di wilayah tersebut. Ini termasuk negara-negara besar lainnya seperti Cina dan Rusia yang bertetangga dengan Afghanistan. Sampai hari ini, tidak ada negara yang secara terbuka mengakui rezim tersebut.Â
Kondisi struktural di Afghanistan adalah ujian politik besar bagi Taliban. Ada mitos yang diciptakan oleh beberapa peneliti politik Islam, bahwa gerakan politik Islam hanya menang dalam jargon tetapi tidak mampu menciptakan agenda aplikatif dan konstruktif untuk menjalankan sebuah negara dan membangun masyarakat.Â
Banyak negara mengklaim sebagai negara Islam, dan banyak gerakan politik Islam telah berhasil berkuasa, tetapi tidak ada yang menjadi model bagaimana Islam politik yang ideal dapat dijalankan kecuali terbatas pada penerapan sanksi dan hukum keluarga (Fuller, 2003).Â
Waktu akan memberi tahu seberapa mampu Taliban untuk menciptakan kepemimpinan alternatif yang mampu mewujudkan cita-cita afghanistan dan memecah mitos terhadap Islam politik.Â