Mohon tunggu...
hasanuddin ibrahim
hasanuddin ibrahim Mohon Tunggu... -

Saya menyukai hal-hal yang bersifat filsafati, atau berkenaan dengan dinamika perkembangan pemikiran manusia dalam menemukan kebijaksanaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sholat Taraweh di Depok, Ikut Imam di Masjidil Haram

10 Agustus 2012   20:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:58 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya tadi sekitar saya sudah sholat taraweh sebanyak delapan rakaat, tapi belum witir. Terus seperti biasanya, menunggu pelaksanaan Sholat taraweh yang disiarkan secara langsung dari Masjidil Haram. Di Masjidil Haram seperti biasanya Sholat Taraweh di laksanakan sebanyak 20 rakaat. Karena terkesima oleh indahnya bacaan al-Qur'an dari Imam Masjidil Haram, saya bergumam dalam hati, ya Allah izinkan saya sholat taraweh pada ramadhan mendatang di Masjidil Haram. Sambil mengulang-ulang kalimat itu dalam hati, tiba-tiba hati saya berkata ikuti saja pelaksanaan sholat taraweh itu hingga cukup 20 rakaat dari sholat taraweh kamu tadi.

Tidak ada diskusi dalam bathin saya. Saya lalu memperbaharui wudhu, lalu mengikuti sholat taraweh di Masjidil Haram itu, hingga cukup 20 sebanyak 12 rakaat. Setelah itu, baru saya terpikir, bagaimana hukumnya dengan apa yang telah saya lakukan tadi.

Logika saya mulai bekerja, dengan mengatakan, bukankah di Masjidil Haram itu jamaah pada umumnya tidak melihat posisi Imam di saat sholat, dan mereka hanya mendengarkan suara Imam melalui alat pembesar suara yang di pasanag diberbagai sudut, lokasi masjidil haram. Bukankah di antara Jamaah di Mekah, ada yang mengikuti Sholat taraweh itu hanya di Grand Sam-Sam, atau di Dar al-Tauhid (Hotel di dekat masjidil Haram). Bukankah itu berarti saya dan mereka hanya persoalan jarak saja yang membedakan ?

Saya sadar pada masa Rasulullah hal seperti ini belum ada presedennya. Karena faktor teknologi informasi yang belum se-maju saat ini. Tapi ijtihad saya dan logika saya berdasarkan akal sehat saya, dan bisikan bathin saya mengatakan apa yang saya lakukan bukanlah Bi'dah hanya karena belum di contohkan oleh Rasulullah.

Apalagi pada masa Rasulullah, sudah barang tentu tidak mungkin beliau yang menjadi ma'mun. Karena tentu setiap sholat beliaulah yang menjadi Imam, karena itu tidak mungkin akan ada preseden seperti ini kedatipun beliau masih hidup.

Saya menulis hal ini bukan karena saya tidak yakin dengan apa yang telah saya lakukan. Juga bukan untuk bersikap riya. Saya menulisnya dengan harapan ada yang bisa memberikan pandangan, pencerahan dengan apa yang saya lakukan. Tentu saya berharap pendapat, saran yang disampaikan memiliki dalil yang mungkin dapat menjadi rujukan, setidaknya dari al-Qur'an atau kalau memang ada hadits, mohon disampaikan. Saya bukan ahli fiqh, namun sekali lagi saya merasa telah melakukan hal yang benar.

Akhirnya kepada Allah swt, saya berserah diri.

wassalam wr.wb.

Depok, Pukul 03.00, wib, 11 Agustus 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun