Pada penjelasan kali ini, kita akan melihat penggambaran fenomena yang dilakukan oleh lima ekor monyet, dan bagaimana miripnya dengan kebanyakan manusia dalam hal mengikuti norma dan kebiasaan dalam masyarakat manusia. Di mana tindakan tertentu dilakukan tanpa peran penting dari kemampuan berpikir manusia yang benar dan baik.
Kita akan masuk terlebih dahulu dengan eksperimen five monkeys. Eksperimen "Five Monkeys" adalah sebuah eksperimen terkenal yang sering digunakan untuk mengilustrasikan bagaimana norma sosial dan budaya dapat terbentuk dan diwariskan melalui kelompok, meskipun individu dalam kelompok tersebut mungkin tidak memahami alasan di balik norma-norma tersebut.
Untuk deskripsi tentang bagaimana eksperimen ini dilakukan, kita harus melihat bagaimana proses eksperimen ini dilakukan.
Berikut adalah deskripsi rinci tentang bagaimana eksperimen ini dilakukan:
Tahap 1: Persiapan
Kandang dan Peralatan:
  * Sebuah kandang besar disiapkan untuk lima monyet.
  * Di tengah kandang, ada sebuah tangga yang dapat dinaiki oleh monyet.
  * Di atas tangga, sebuah pisang digantung sebagai daya tarik bagi monyet untuk memanjat tangga.
Tahap 2: Memulai Eksperimen
1. Memperkenalkan Monyet:
  * Lima monyet dimasukkan ke dalam kandang.
2. Respons Awal:
  * Salah satu monyet akan mencoba untuk memanjat tangga untuk mengambil pisang.
  * Segera setelah monyet tersebut mulai memanjat, semua monyet dalam kandang disemprot dengan air dingin.
3. Menghindari Hukuman:
  * Setelah beberapa kali percobaan di mana setiap kali ada monyet yang mencoba mengambil pisang, semua monyet disemprot dengan air dingin, mereka mulai memahami bahwa mencoba mengambil pisang akan mengakibatkan hukuman bagi seluruh kelompok.
  * Akibatnya, setiap kali ada monyet yang mencoba memanjat tangga, monyet lain akan segera menariknya turun untuk menghindari disemprot air dingin.
Tahap 3: Mengganti Monyet
1. Mengganti Monyet Pertama:
  * Salah satu monyet asli diganti dengan monyet baru yang tidak pernah disemprot air dingin.
  * Monyet baru melihat pisang dan mencoba memanjat tangga.
  * Dengan segera, monyet lain menarik monyet baru tersebut dan memukulnya untuk mencegahnya memanjat tangga.
2. Pembelajaran Sosial:
  * Monyet baru belajar bahwa mencoba memanjat tangga akan mengakibatkan pemukulan oleh monyet lain, meskipun monyet baru tersebut tidak pernah mengalami disemprot air dingin.
3. Mengulangi Proses:
  * Secara bertahap, satu per satu monyet asli diganti dengan monyet baru.
  * Setiap monyet baru yang mencoba memanjat tangga diperlakukan dengan cara yang sama oleh monyet lainnya, termasuk oleh monyet-monyet yang belum pernah disemprot air dingin tetapi telah belajar untuk tidak memanjat tangga.
Tahap 4: Hasil Akhir
Kondisi Akhir:
  * Akhirnya, semua monyet asli telah diganti dengan monyet baru yang tidak pernah disemprot air dingin.
  * Meskipun tidak ada monyet di dalam kandang yang pernah mengalami hukuman air dingin, semua monyet tetap mencegah siapa pun mencoba memanjat tangga.
Lalu pertanyaannya, di mana letak kesamaan antara monyet-monyet itu dengan manusia?
Pertama, agar merasa diterima dan menghindari konflik dalam memasuki kelompok, manusia cenderung mengikuti perilaku kelompok yang ingin mereka ikuti, meskipun tanpa pemahaman mendalam. Seperti halnya monyet-monyet baru yang menggantikan monyet lama dan mengikuti perilaku sisa kelompok monyet lama, dalam hal ini untuk menghindari tangga, meskipun para monyet baru itu tidak memahami alasannya.
Kecenderungan manusia untuk diakui dan masuk dalam suatu kelompok mungkin akan terdengar aneh bagi sebagian kalian, terutama dalam pandangan era kontemporer saat ini, di mana konsekuensi dari ekosistem sosial, rasa individualitas sebegitu besarnya meskipun tidak melepas rantai sosial dalam kelompok masyarakat.
Namun terlepas dari itu, ternyata insting seseorang untuk dapat diterima dalam sebuah kelompok merupakan sebuah perilaku yang tanpa anda sadari sudah diwarisi dalam kurun waktu yang sangat lama oleh para nenek moyang kita terdahulu. Hal ini merupakan perilaku manusia paling purba dan yang paling penting dalam konteks kemampuan bertahan hidup.
Ketiga, akhirnya, rasa ingin diterima dan menghindari konflik antara individu dan kelompok, menyebabkan pengambilan keputusan yang buruk karena anggota kelompok mengabaikan alternatif yang lebih baik hanya semata-mata demi dapat bertahan dalam sebuah kelompok dan menghindari konflik yang mengancam posisinya dalam kelompok tersebut.
Keempat, akan timbul kecenderungan perilaku untuk lebih memilih situasi yang sudah berjalan sesuai kebiasaan daripada melakukan perubahan. Karena jika ada yang paling ditakuti oleh manusia, itu adalah ketidakpastian dan kehilangan.
Pada skenario yang lebih buruk, akan timbul bias konfirmasi, yakni kebiasaan yang dipertahankan akibat kesalahan berpikir di awal akan semakin kuat dan menjadi kepercayaan bersama di dalam kelompok tersebut. Selanjutnya, didorong dengan ketakutan-ketakutan yang ada, membuat manusia, sebagai anggota kelompok, mulai melakukan kecenderungan untuk mencari, menafsirkan, dan mengingat informasi yang cenderung mendukung keyakinan yang sudah mereka. Yakni keyakinan dari suatu perilaku yang dilahirkan oleh pemikiran yang salah sejak awalnya.
Jika boleh menambahkan kesimpulan paling menarik di akhir tulisan ini, izinkan saya mengungkapkan sesuatu yang ironis tentang artikel ini, bahwa eksperimen five monkeys berusaha menjelaskan kepada kita tentang bagaimana kita harus berpikir sebelum mengikuti, namun sampai saat ini belum ada sumber terpercaya yang memverifikasi eksperimen ini.
Dan sekarang saya terlanjur kerepotan untuk memverifikasi eskperimen tentang monyet gara-gara pesan yang secara harfiah "berpikirlah sebelum mengikuti"?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI