[caption id="" align="aligncenter" width="448" caption="Teman saya terpaksa loncat pagar demi Monumen BLA dari dekat. Sesuatu yang tak pantas dicontoh"][/caption]
Minggu (26/10), atau dua hari lalu adalah kali pertama saya bisa mengabadikan dari dekat monumen Bandung Lautan Api (BLA) yang berada di taman Tegallega, Kota Bandung. Untuk masuk ke kawasan tersebut dikenakan biaya Rp. 2000. Setelah saya masuk, ternyata monumen perjuangan tersebut dikelilingi oleh pagar besi yang tingginya melebihi tinggi tubuh saya. Saya lalu menggumam,”Wah, gak bisa masuk dong kalau dipagar gini!”
Anehnya, saya lihat, meski monumen itu dipagar, kok banyak anak muda di dalamnya yang sedang bermain bola. Juga beberapa anak sepantaran SD yang tengah duduk-duduk tepat di bawah monumen yang bertinggi 45 meter tersebut. “Masuk dari mana mereka?” ucap saya dalam hati. Guna memastikan, saya lantas tancap gas motor berkeliling sembari melihat, adakah pintu pagar itu yang terbuka?
[caption id="" align="aligncenter" width="336" caption="Monumen Bandung Lautan Api yang mentereng"]
Alhasil, tidak ada satu pun pintu pagar yang mengelilingi monumen BLA yang terbuka/dibuka. Semuanya dikunci. Lalu, dari mana mereka yang sedang bermain bola itu masuk? Wah, mereka pasti loncat pagar, tak ada cara lain, pikir saya. Kalau begitu, rasanya tidak sempurna kalau saya sudah berada di taman Tegallega, sementara saya tidak bermain dan berfoto di bawah monumen bersejarah itu. Saya harus lompat pagar sekarang juga! Enggak usah takut!
Karena berdua dengan teman, saya suruh dia loncat pagar duluan, baru setelah itu saya nyusul. Ini trik saya. Kalau ada yang tiba-tiba memarahi, berarti saya tidak jadi loncat pagar. Biarlah teman saya saja yang kena marah. Andai kena marah, lho. Tapi buktinya nggak. Aman. Orang-orang di sekitar juga semua cuek dan berkegiatan masing-masing. Asyik!
Riang sekali hati kami setelah memasuki area monumen Bandung Lautan Api (BLA). Kami pun bergantian berfoto: dia memfoto saya dengan latar MBLA, pun begitu sebaliknya. Tak lama, saya mendekat ke monumen tersebut, tepatnya ingin sekali menyentuhnya. Saya pun berlari menghampirinya. Ada dua-tiga anak-anak di bawah bangunan yang terbuat dari beton itu yang sedang memainkan kaki yang dijulurkan ke kolam berbentuk cekungan tersebut. Airnya hijau, Men!
[caption id="attachment_350457" align="aligncenter" width="336" caption="Nah, ini pemandangan di bawah Monumen BLA: penuh sampah!"]
Saya tidak menyangka kalau cekungan yang berisi air berwarna hijau dan tiga tiang monumen BLA itu penuh dengan sampah. Botol plastik, kayu, bambu, sandal bekas, ranting-ranting kecil, dan pokoknya masih banyak lagi. Yang amat disayangkan, monumen perjuangan kebanggaan warga Jawa Barat itu pada ketiga tiang di bagian bawahnya terdapat coretan-coretan yang tak perlu—yang tentu mencemari pemandangan.
Nah, bolehlah monumen BLA itu, indah dari kejauhan, tapi tidak dari dekat—utamanya jika diintip di bagian bawahnya. Pemandangan di dasarnya sungguh TERLALU! Ayo turun tangan ah! Bandung, kan juara! Bandung, kan kota kreatif! Tapi ingat, sebutan ‘Bandung Juara’ bisa saja hilang kalau di bawah monumen BLA saja tidak terurus! Berikut foto-fotonya, ya..
[caption id="attachment_350458" align="aligncenter" width="448" caption="Ini foto kedua tentang sampah yang berserakan di kolam berbentuk cekungan tempat berdiri tiga tiang Monumen BLA."]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H