Sebagai hamba sahaya dimata raja dan kaum bangsawan, para petani diwajibkan tinggal di lahan pertanian dan tidak boleh meninggalkan lahan pertanian tanpa seizin majikan. Relasi antara Raja, golongan bangsawan dan petani penggarap sangat tidak seimbang dan benar-benar menempatkan petani pada posisi imperior.
Namun, situasi berubah ketika wabah pes menyebar dan memakan banyak korban temasuk kaum petani. Saat penyebaran wabah tersebut semakin tidak terkendali disusul kematian massal di tahun 1349, kaum petani ikut menjadi korban dan hanya sedikit yang mampu bertahan hidup dilahan-lahan pertanian. Kejadian itulah yang menjadi titik balik bagi kaum petani.Â
Banyak di antara meraka yang akan meninggalkan lahan pertanian karena sudah tidak sanggup lagi bekerja, ditambah jumlah mereka makin sedikit karena sebagian besar menjadi korban keganasan wabah pes. Keinginan petani untuk pergi membuat para tuan tanah terdesak yang akhirnya memberi ruang negosiasi, hasilnya, upah kaum petani dinaikkan. Namun, tidak berhenti sampai disitu, kaum petani terus melancarkan gelombang tuntutan yang meluas di Eropa. Yang akhirnya melahirkan revolusi petani pada tahun 1381.
Wabah pes merubah pola hubungan ketenagakerjaan antara pemilik modal dan pekerja menjadi lebih inklusif dengan upah yang lebih tinggi. Feodalisme berangsur lenyap dan pasar tenaga kerja tumbuh.
Ada Apa Dengan  Covid 19
Kondisi relatif sama yang terjadi tahun1346, di penghujung tahun 2019, dunia dikejutkan kabar dari kota Wuhan, Cina. Tujuh orang pasien terdeteksi terkena virus baru yang belakangan baru diketahui bernama Corona, yang saat ini lebih populer dengan sebutan Covid 19. Memasuki  bulan ke 4, virus ini telah menyebar di lebih dari 200 negara. Penyebarannya begitu cepat, membuat berbagai negara kewalahan menghentikannya, apalagi belum ditemukan vaksin untuk virus tersebut, membuat masyarakat dunia makin panik.
Covid 19, memiliki kemiripan dengan wabah pes (the black death), kedua kejadian itu mampu merubah banyak hal dalam waktu yang relatif cepat. Paling tidak, wabah pes mampu merubah pola hubungan antara pemilik modal dan para petani (pekerja), dimana pekerja lebih memiliki nilai tawar dibanding sebelumnya. Sedangkan Covid 19, membuat perekonomian dunia bergoncang hebat dan berada pada titik terendah, dan membuat negara yang terpapar mengoreksi berbagai rencana pembangunan dalam negerinya.
Virus ini tidak hanya menyerang manusia, bahkan sektor lain ikut terdampak. International Monitoring Fund (IMF), bahkan mengoreksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2020 hanya dikisaran  2,9 persen yang sebelumnya diprediksi tumbuh diangka 3,7 persen. Â
Indonesia salah satu negara yang mengalami guncangan cukup hebat, sehingga pada tahun 2020 ekonomi Indonesia diperkirakan hanya tumbuh 2,5% bahkan beberapa ekonom memperkirakan pertumbuhan bisa minus. Pertumbuhan ekonomi yang berada pada dikisaran angka tersebut apalagi jika minus, tentunya akan sulit membiayai pembangunan dan kebutuhan masyarakat. Beban negara makin tinggi karena pengangguran meningkat, kemiskinan bertambah, tentu ini akan berdampak pada turunnya daya beli masyarakat. Keadaan ini tidak boleh dibiarkan berkepanjangan sebab ber-efek negatif pada kehidupan berbangsa dan bernegara, pemerintah harus mampu tertindak lebih cepat dan tepat mengatasi situasi sulit ini.
Menumpukan semua penyelesaian masalah hanya kepada pemerintah, bukan cara yang baik, semua elemen masyarakat harus mengambil peran. Walau demikian pemerintah harus tampil memimpin orkestrasi pada situasi sulit ini agar setiap elemen masyarakat bergerak berada pada alunan yang sama, semangat yang sama.
Apa yang menjadi keputusan pemerintah harus dipatuhi oleh semua pihak, tanpa terkecuali. Tidak boleh ada pihak lain yang mengatasnamakan pemerintah membuat kebijakan yang berbeda. Sebab akan membingungkan masyarakat, yang lebih parah, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan kepada pemimpinnya, sehingga dalam memutus rantai penyebaran virus ini akan lama dan semakin mahal.