Mohon tunggu...
Hasan Ferdiana
Hasan Ferdiana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menimbang Rencana Pembangunan Peprustakaan vs E-Library

30 Maret 2016   13:16 Diperbarui: 30 Maret 2016   13:16 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perpustakaan digital atau e-library basis utamanya adalah jaringan internet atau wifi, jika hal ini yang dimaksud ingin dibangun sebagai ganti yang dianggap murah atas rencana pembangunan gedung perpustakaan DPR maka otomatis jaringan internet haruslah dengan kapasitas yang besar dan kuat. Hal ini membutuhkan anggaran untuk pengadaan internet, dan agar dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat Indonesia, maka negara harus mengeluarkan anggaran untuk pengadaan jaringan internet selurh Indonesia disetiap desa, ditambah dengan ketersediaan alat computer atau laptop setiap kepala keluarga. Oleh karena tidak semua masyarakat mengerti tehnologi dan memahami cara mengakses buku-buku dalam e-library tersebut, maka pemerintah juga akan menganggarkan untuk tenaga pembina dan pelatihan tekhnologi di setiap Desa.

Belum menghitung anggaran dalam proses digitalisasi semua buku-buku dan itu membutuhkan waktu yang lama dan tenaga yang banyak. Peralatan-peralatan serta program aplikasi yang baik. Bandingkan dengan aplikasi “Revolusi Mental” Menko Pembangunan Manusia senilai 3 Miliar. Dan internet dan aplikasi tersebut akan dibayar perperiode atau bahkan perbulan pemakaian. Keseluruhan tersebut menjadi sangat ribet hanya untuk membaca sebuah buku, membutuhkan pelatihan, membutuhkan waktu dan kesempatan yang tidak bebas untuk mengakses buku-buku.

Jika orang yang bias abaca buku atau cinta dengan dunia literasi, akan sangat mengerti tentang waktu dan tempat membaca buku e-book dengan buku manual. Perbedaannya begitu sangat jauh langit dan bumi, tapi jika orang-orang tidak bias abaca buku, tidak cinta dengan dunia literasi, tidak akrab dengan dunia buku dan penerbitan, maka tidak akan mengerti. Yang ada dalam isi kepala mereka hanyalah murah dan praktis, tanpa memahami prosedur dan methodeloginya. Dengan demikian, dapat dikalkulasikan secara sseksama dan teliti anggaran-anggaran yang digunakan setelah telah saya ganbarankan secara detil tentang prosedur yang harus di buat jika pilihannya yang diambil atas usulan atau agumentasi penolakan tersebut. Kalian akan menemukan berkali lipat anggaran yang jauh lebih mahal dari alokasi yang digunakan dalam perencanaan pembangunan gedung perpustakaan.

Jadi, sangatlah keliru mengatakan bahwa pembangunan perpustakaan yang direncanakan DPR tersebut mahal dan lebih sangat tidak masuk akal lagi jika menganggap e-library sebagai solusi yang murah, mudah diakses dan dapat dijangkau oleh masyarakat secara umum hingga seluruh pelosok Indonesia. Dan gagasan atau argumentasi yang keliru ini dapat ditinjau kembali atau dirasionalisasikan bila perlu oleh mereka yang menolak rencana pembangunan gedung perpustakaan DPR RI. Terimakasih.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun