Mohon tunggu...
Hasan Buche
Hasan Buche Mohon Tunggu... Guru - Diam Bukan Pilihan

Selama takdiam jalan akan ditemukan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Teman Kecil

25 September 2020   09:19 Diperbarui: 25 September 2020   09:26 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tertawa ala Hasan Buche:

Teman Kecil

Di sebuah rumah duka. Seorang nenek terbujur kaku, meninggal. Anak, cucu, tetangga, dan kerabat dekat banyak yang berdatangan untuk ta'ziah.

Semua orang yang sudah melihat jenazah si nenek di ruang tengah, keluar dengan wajah sedih dibarengi heran.

Seorang wanita muda, cantik, Neng Pipih namanya, cucu dari si nenek, kelihatan sangat terpukul dan kebingungan. Ia terus menerus menangis. Dan curhat sekaligus meminta tolong kepada setiap peta'ziah.

Ia tidak mengerti apa yang terjadi sehingga keadaan satu tangan si nenek, yaitu tangan kanannya tidak bisa disilangkan seperti kebanyakan orang yang sudah meninggal. Posisinya tegak lurus, menjulang ke atas dan kaku dengan telapak tangan yang mengepal. Sementara satu tangan lainnya, yaitu tangan sebelah kiri, normal tersilang di depan dada. Padahal sudah dimandikan. Sangat aneh. Ganjil.

Amil, ustadz, tokoh masyarakat, bahkan hampir semua yang datang sudah berusaha mencoba membantu untuk memosisikan tangan kanan si nenek ke posisi sebagaimana mestinya. Tapi semua tidak berhasil. Semua orang yang  sudah mencoba membantu, hampir menyerah. Hingga memasrahkan kondisi mayat si nenek apa adanya.

Namun di ujung kegelisahan, kebingungan, ketidakmengertian dan kepasrahan semua, seorang kakek seusia dengan almarhumah menerobos kerumunan seraya berkata dengan suara yang serak dan agak parau, "Ada apa ini? Apa yang terjadi dengan jenazah teman kecil Engkong ini?"

Seorang perwakilan keluarga tampil memberikan penjelasan, "Ini, Kong, nggak tahu kenapa tangan kanan nenek gak bisa disilangkan seperti tangan kirinya.  Sejak pertama didapati berpulang."

"Sakit?" Tanya Engkong.

"Sebelum meninggal kondisi kesehatan Nenek baik-baik saja, Kong. Cuma nenek sempat tidur lagi selesai salat Subuh. Yang sangat mengherankan, Kong, bibir nenek seperti sedang tersenyum sejak didapati meninggal hingga sekarang."

"O, begitu. Sepertinya sebelum meninggal dia sempat bermimpi dalam tidurnya. Mimpi bermain dengan teman-teman kecilnya dulu." Analisa kakek. Perwakilan keluarga mengernyitkan dahi.

"Engkong tahu caranya. Mohon izin. Yang lain boleh mundur dari jenazah," Ujar Engkong.

Semua mundur sesuai permintaan engkong. Engkong maju mendekati jenazah si nenek, sahabat kecilnya. Teman bermainnya tempo dulu. Engkong mengucapkan salam, doa, dan seperti melakukan percakapan singkat dengan jenazah sahabatnya. Selanjutnya ia melakukan ancang-ancang kecil. Semua yang melihat jadi tegang dan bertanya-tanya dalam hati, apa yang akan dilakukan Si Engkong. 

Suasana sangat mencekam dan hening. Semua orang menahan nafas. Menantikan apa yang akan terjadi? Mampukah Si Engkong memulihkan kondisi tangan si nenek. 

Dengan didahului tarikan nafas sangat panjang dan dalam serta hembusan yang bertenaga, tiba-tiba saja....

(Penta'ziah menahan nafas serempak seperti terhisap mengikuti apa yang dilakukan si engkong. Ketegangan meninggi).

"Cang kacang panjang, yang panjang jadi!" Ucap si engkong dengan suara lantang berirama sambil melakukan gerakan suit tradisional. Memajumundurkan lengan kanannya, seperti sedang menggergaji.

Hadirin terperanjat dan geli dalam hati. Tapi keajaiban sungguh benar terjadi. Percaya atau tidak, secepat kilat, ajaib, tangan kanan si nenek terlipat sendiri. Hampir saja, mereka menjerit massal. Kalau engkong tidak segera memberikan isyarat dengan cara menempelkan jari telunjuk di depan bibirnya seraya mendesis, "Sssst...!!!"

Mata orang-orang terbelalak dan mulutnya menganga, terbuka. Aneh, heran, takjub, dan tidak percaya tapi nyata dengan fenomena yang mereka saksikan dengan mata kepala sendiri.

Namun rupanya, keajaiban belum berhenti sampai di situ. Lepas tangan yang terlipat, rupanya keanehan lain terjadi. Telapak tangan yang sebelumnya mengepal, tahu-tahu terbuka dengan kelima jarinya merenggang. Seperti orang yang sedang melambaikan tangan ke banyak orang.

Orang-orang menehan jeritan. Si engkong yang sudah berbalik badan berniat berlalu jadi kembali membalikkan badannya ke arah jenazah.

"Ooo... rupanya elu masih pengen maen sama gua ya, Min?" Engkong berbicara dengan jenazah sahabat masa kecilnya itu, Mimin. "Baek kalo itu mau elu."

Engkong berjongkok di sebelah jenazah. Kembali dia mengambil ancang-ancang kecil. Dan....

"Batu, gunting, ker~tasss...."  ucap Engkong lantang. Rupanya engkong melakukan suit ala Jepang.

Orang-orang kembali terperangah karena keanehan dan keajaiban kembali mereka saksikan. Telapak tangan si nenek mendadak terkepal. Mereka ingin tertawa melihat fenomena yang terjadi. Namun serempak meski tanpa aba-aba, mereka menahan tawa dan suaranya. Menghargai suasana duka yang sedang dialami keluarga si nenek.

"Cukup, Min. Permainan udah berakhir. Elu udah kalah suit. Istirahatlah dengan tenang. Gua ngewakilin temen-temen udah ridlo elu kembali kepangkun-Nya." Pungkas Engkong. Selanjutnya, Engkong memanjatkan doa untuk sahabatnya itu. Setelahnya, dia pamit.

~*Selesai*~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun