Halo semuanya! Pada postingan kali ini saya akan mengulas mengenai buku filsafat yang berjudul "Filsafat Ilmu Perpektif Pemikiran Islam" karya Dr. H.M. Zainuddin, MA. Buku ini memiliki lima bab. Terdapat pendahuluan pada bab pertamanya.Â
Bab kedua membahas mengenai sekolas tentang filsafat ilmu. Kemudian yang ketiga membahas tentang filsafat ilmu dalam Islam. Sedangkan pada bab empatnya membahas tradisi keilmuan Islam tentang revitalisasi ilmu dan tanggung jawab ilmuwan muslim. Dan yang terakhir yakni bab limanya yang berisi penutup. Buku ini diterbitkan oleh dua penerbit, yakni UIN Press dan Naila Pustaka.
Pada bab pendahuluan, secara umum penulis menuliskan pendapatnya mengenai pengertian manusia. Menurutnya, manusia adalah makhluk yang mukallaf yang dibebani kewajiban dan tanggung jawab. Manusia dapat menggunakan akal dan pikirannya untuk menciptakan kreasi spektakuler berupa sains dan teknologi. Penulis juga mengartikan bahwa manusia merupakan makhluk yang dapat berbicara dan makhluk yang memiliki nilai luhur atau dapat disebut sebagai al-kain al-natiq. Tidak hanya itu, penulis juga menyertakan pengertian manusia menurut seorang ahli, yakni Al-'Aqqad.Â
Dari beberapa pengertian yang ditulis pada buku ini dapat disimpulkan bahwa manusia dapat dikatakan sebagai "pencipta kedua" setelah Tuhan. Mengapa demikian? Karena manusia dianugerahi rasio oleh Tuhan yang mampu menciptakan kreasi berupa sains dan teknologi. Sementara makhluk Allah yang lain tidak diberi kemampuan tersebut oleh Tuhan.Â
Kelebihan inilah yang menjadikan manusia lebih unggul dari ciptaan-Nya yang lain. Selanjutnya penulis memaparkan relasi antara diciptakannya alam semesta beserta kejadian alamiah setelahnya. Namun seperti yang tetera pada judul, segala yang dibahas selalu dikaitkan dengan pemikiran Islam. Beberapa hadis dan kutipan ayar suci Al-Quran kerap dipaparkan dalam setiap penjelasannya. Tidak hanya itu, pada bab ini dijelaskan pula secara singkat mengenai sejarah keilmuan Islam.
Menurut paradigma Barat, agama dan ilmu tidak bisa bertemu dan bersatu. Dari segi metode, ilmu diperoleh melalui indrawi atau penglihatan dan pembuktian atau verifikasi yang berdasarkan eksperimen atau pengalaman. Sedangkan agama diperoleh dari keyakinan atau iman dan wahyu yang dibawa oleh Rasul. Tetapi pendapat ini ditepis oleh pemahaman Islam. Dalam pemikiran islam antara ilmu dan agama tidak dapat dipisahkan karena pada dasarnya hal itu memiliki tujuan yang sama yakni mensejahterakan manusia di dunia maupun akhirat. Maka dari itu Islam menilai keduanya dapat berjalan secara beriringan.
Islam sendiri memiliki torehan sejarah bertinta emas ketika mulai mencapai masa jayanya yakni pada abad ke-8 hingga ke-12 Masehi. Islam memimpin dunia dengan ilmu dan filsafat yang mereka tekuni dengan baik terutama pada ilmu murni. Pada abad ini banyak tokoh Islam yang muncul, aktif, dan handal seperti Al Kindi, Al Khawarizmi, Al Razi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al Ghazali dan lain-lain beberapa ilmuwan barat kemudian menyerap ilmu mu yang dipelajari oleh tokoh-tokoh ilmuwan Islam sebelumnya.Â
Dalam perspektif Islam filsafat merupakan upaya untuk menjelaskan cara Allah menyampaikan kebenaran dengan bahasa pemikiran yang rasional. Kemudian buku ini akan membahas mengenai teori dan konsep kedudukan dan fungsi strategi pengembangannya dan tanggung jawab ilmuwan muslim terhadap ilmu dan teknologi.
Memasuki bab 2 pada buku ini berjudul sekilas tentang filsafat ilmu. Pada awal bab ini menjelaskan tentang tradisi keilmuan Barat yang berawal dari munculnya cikal bakal Ilmu Filsafat pada zaman Yunani kuno. Mitos-mitos atau mitologi mulai digantikan dengan logos atau ilmu. Setelah mitos ternyata tidak dapat menjawab permasalahan yang mereka hadapi pada zaman ini, lahir beberapa filsuf yang berpengaruh seperti Thales, Socrates, Plato, dan Aristoteles.Â
Pada abad ke-18 filsafat ilmu pengetahuan muncul dan dari sinilah muncul teori empirisme milik John Locke, teori rasionalisme milik Rene Descartes, teori kritisisme milik Immanuel Kant, teori positivisme milik Auguste Comte dan lain sebagainya. Beberapa objek kajian filsafat ilmu mu di antaranya adalah ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi merupakan pertanyaan yang menjadi objek penafsiran tentang hakikat realitas atau metafisika. Epistemologi merupakan penyelidikan tentang asal muasal, metode, dan sahnya sebuah ilmu pengetahuan.Â
Beberapa sarana yang digunakan yakni secara akal, pengalaman, budi, intuisi, dan lain sebagainya. Aksiologi merupakan penyelidikan hakikat nilai dari sudut pandang kefilsafatan. Pada dasarnya, ilmu dipergunakan secara komunal atau menjadi hak milik bersama dan digunakan secara universal atau memandang keseluruhan.
 Pada bab 3 berjudul filsafat Ilmu dalam Islam dijelaskan pengertian ilmu menurut konsep Islam. Dalam merespon sains modern, para ilmuwan muslim memiliki perspektif yang berbeda-berda pada setiap individunya dan dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap.
Pertama, Bucaillian yang bersifat netral, artinya segala sesuatu sudah terdapat di dalam kitab suci umat Islam, yakni Al-Qur'an. Tahap ini diprakasai oleh Maurice Bucaille yaitu seorang ahli bedah asal Prancis.Â
Tahap yang kedua yakni berusaha memunculkan persemakmuran sains di negara-negara Islam sebagai pelengkap karena nanti fungsinya akan dimodifikasikan untuk memenuhi kebutuhan dan cita-cita Islam. Tahap kedua ini diprakasai oleh filsuf Pakistan yang bernama Ismail Raji Al-Faruqi, Naquib Al-Attas, dan tokoh filsuf Indonesia yang setuju dengan tahap kedua ini yaitu Kuntowijoyo dan Saefuddin.Â
Tahap yang terakhir yakni tahap membangun paradigma baru. Tokoh filsuf yang berada dalam tahap ini bernama Fazzlurrohman dan Ziauddin. Mereka berasal dari Pakistan. Sedangkan dua tokoh dari Indonesia bernama Nurcholis Madjid dan Syafi'i Maarif. Paradigma baru pada tahap ketiga ini merupakan pengetahuan dan perilaku yang berangkat dari Al-Qur'an.
Al-Ghazali, As-Sayuti, dan As-Syatibi berpendapat bahwa Al-Qur'an mencakup segala sesuatunya. Tidak ada satu ilmupun yang tidak dijelaskan dalam kitab suci Al-Qur'an. Hal ini konkret dengan Al-Qr'an pada surah An-Nahl ayat 89. Namun ulama masa kini tidak setuju dengan hal tersebut. Mereka berpendapat bahwa Al-Qur'an bukanlah merupakan ensiklopedi sains, namun kitab suci petunjuk dunia dan akhirat.
Dalam sistem Islam, iman sangatlah esensial karena ilmu tanpa iman ternyata bukan hanya tidak produktif dan boros, tetapi juga menghancurkan dan membahayakan. Perkembangan psikologi tentang segi iman dalam kehidupan manusia telah memberikan banyak pandangan berharga bagi kita semua. Iman merupakan sesuatu yang sangat sentral dalam sistem pemikiran apapun. Al-Qur'an mempunyaiwawasan untuk persoalan-persoalan manusia.
Pada bab keempat berjudul tradisi keilmuan Islam. Para filsuf muslim juga memberikan penegasan, bahwa antara agama dan filsafat atau ilmu pengetahuantidaklah bertentangan. Al-Kindi menjelaskan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang yang benar. Tujuan agama adalah menerangkan apa yang benar dan yang baik. Pengembangan pendidikan agama Islam memerlukan upaya rekontruksi pemikiran kependidikan dalam rangka mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi.
Setiap dikursus tentang metodologi memerlukan sentuhan-sentuhan filsafat. Tanpa sense of philosophy maka sebuah metodologi akan kehilangan substansinya. Metodologi Studi Islam perlu visi epistimologis yang dapat menjabarkan secara integral dan terpadu terhadap tiga arus utama dalam ajaran Islam yakni akidah, syari'ah, dan akhlaq.
Buku ini cukup lengkap penjelasan mengenai filsafat perspektif Islam. Terdapat ayat dan hadits yang ikut menjelaskan beberapa ide pokoknya. Akan tetapi, buku ini susah didapatkan, baik online maupun offline. Buku ini sangat cocok untuk pelajar maupun mahasiswa yang akan mengulik tentang filsafat dalam sudut pandang Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H