Mohon tunggu...
Boeng Basri
Boeng Basri Mohon Tunggu... Jurnalis - Silence

Tetap baik!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tumbal Wadas: Bertahan Sekeras Andesit Kala Aparat Menginvasi

10 Februari 2022   02:42 Diperbarui: 10 Februari 2022   03:00 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini adalah sebuah pengantar untuk menghayati peristiwa yang sedang terjadi akhir-akhir ini. Peristiwa yang terjadi di Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, konflik yang menjadi pembicaraan panas banyak orang luas mengenai kekerasan dan krisis kemanusiaan. Dan hal itu nampaknya seperti sahih, bahkan wajib hukumnya untuk semua orang membicarakannya karena terfatwa dalam hukum kemanusiaan.

Apa sih yang sebenarnya terjadi di Wadas?

Banyak yang membahas soal Wadas, mengingat kata Wadas itu sendiri adalah kata dari serapan bahasa Jawa yang artinya cadas dengan kata lain merupakan lapisan tanah yang keras atau bebatuan keras yang terjadi dari padatan pasir atau tanah.

Kata cadas atau wadas disandangkan untuk sebuah nama desa, yaitu Desa Wadas, yang akhir-akhir ini tengah panas digosipkan banyak orang hingga media massa karena konflik yang terjadi antar masyarakat dan proyek pembangunan tambang. Pantas saja warga di sana keras menolak adanya proyek tambang, tanah di desa mereka mengandung batu andesit.

Desa Wadas, selain menyimpan deposit cukup tinggi bebatuan keras berupa andesit, rupanya masyarakat di sana juga menolak dengan keras adanya proyek penambangan batu andesit. Masyarakat Wadas dengan gigih mempertahankan tanah mereka meskipun pada akhirnya mereka harus mengorbankan kedamaian dan ketentraman hidup rukun mereka, bertahan dengan ikhtiar perjuangan-perjuangan mereka.

Jika Anda luput dari alur mula cerita konflik mereka, itu semua berhulu dari proyek pembangunan Bendungan Bener. Konon kabarnya, bendungan tersebut digadang-gadangkan akan menjadi bendungan tertinggi di Indonesia.

Mereka, warga Wadas menolak hanya karena mempertahankan ekosistem alam agar tetap terjaga, dan untuk keberlangsungan kelestarian hidup mereka yang lebih panjang (baik). Sebab, mega-proyek Dam yang akan dibangun setinggi 159 meter itu menggunakan bahan baku dari bebatuan andesit. Masalahnya, Desa Wadas dicaplok sebagai lokasi tambang andesit. Metode penambangan itu menggunakan blasing atau peledak dikhawatirkan mengancam sumber mata air yang berpotensi rusaknya lahan pertanian dan keberlangsungan hidup masyarakat.

Warga menolak, dan bukan menentang apalagi menantang. Aparat pun diterjunkan untuk menginvansi desa tersebut dengan dalih pengamanan Proyek Strategis Nasional (PSN) tambang batu andesit untuk mega-proyek Bendungan Bener karena teramanat berdasarkan keputusan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 509/41/2018. Secara bulus akal sehat, itu tidak terlepas untuk kemulusan kepentingan borjuasi.

Inilah yang terjadi, dilema yang kian sengkarut kejelimet. Demi spektakularisasi Sosio-Politik, dan demi keuntungan akumulasi kapitalisme. Masyarakat marjinal tereksklusi tata-ruang hidupnya, baik pada lanskip rural maupun urban.

Interdependen ditabrakan, represif ditindakan, flying victim dinarasikan, berdalih demi kepentingan kemajuan. Kekuasaan adalah urutan tertinggi dari presentase kaum borjuasi, kekuasaan adalah kapital yang tidak memiliki modal namun memberikan kemulusan di sirkuit pemodal. Karena kekuasaan memiliki alat kekuatan, baik fisik maupun non-fisik.

Masyarakat Wadas diobral janji manis, seperti pemanis buatan yang manis diawal dan pahit setelahnya. Lalu termanipulasi dengan bualan birokrasi.

Pada Selasa (8/2/22), aparat dari kepolisian hingga militer hilir mudik menyisir setiap lokasi di desa tersebut, spanduk bertuliskan kegamblangan penolakan merekapun tak luput dari aksi swiping aparat. Menurut informasi yang dihimpun, sebanyak 60 orang warga Wadas, dan tiga belas orang diantaranya adalah anak-anak yang dicokok aparat tanpa alasan yang jelas.

Mengutip dari laman media sosial Instagram @YLBHI, secara brutal aparat mengepung dan menangkap masyarakat Desa Wadas. Parahnya lagi, aliran listrik di desa itu diindikasi sengaja dipadamkan dan sinyal komunikasi sengaja di takedown. Entah apa alasannya, yang pasti itu adalah untuk menekan persuasif negatif dari tindakan mereka. Itu semua sudah bisa dianalisis.

Selain itu, dari penjagaan yang sangat ketat, bantuan hukum pun dilarang keras untuk memasuki wilayah Desa Wadas. Tak cuma di situ, saat ratusan aparat mengepung desa tersebut, mereka meringsek ke sebuah Masjid dan menangkap beberapa warga. Padahal, saat itu warga sedang berdoa bersama.

Nasib mereka kini dalam sabung tarungan. Kekuatan mereka hanya dibatas angan dan doa, tak lebih. Mereka sebagaimana dasarnya seorang mahkluk Sosial-(utopis) yang menginginkan kedamaian hidupnya dengan keselarasan alamnya.

Perjuangan mereka bukan hanya mempertahankan tanah mereka, tapi mempertahankan ekosistem-hidup kelompok mereka dan garis generasi mereka. Keriwuhan mereka semakin tertekan, intimidasi kepada mereka semakin kencang menambah ketakutan warga yang tidak tahu menahu.

Flying victim dari aparat dan pejabat publik pun seakan menyesatkan dan disinformasi publik. Yang pada kenyataannya sangat mengerikan. Mereka yang bertahan harus berjuang mati-matian melawan ketakutan dari aparat berseragam yang menenteng senjata yang siap kokang.

Masyarakat Wadas yang ditahan dinarasikan sebagai pelaku, karena katanya, mereka mencoba melawan dengan alat senjata tajam. Faktanya, aparat merampas paksa alat itu dari tangan ibu-ibu yang sedang bekerja dan memasak di pos penjagaan mereka. Aparat memberikan pernyataan tidak benar dengan mengatakan mereka yang ditangkap membawa senjata tajam. Para pendamping hukum dihalangi oleh mereka.

Jika kondisi sudah begitu, semuanya akan ditekan harus meng-"Iya" kan tindakan mereka. Pada akhirnya, perjuangan mereka akan berakhir dengan kekecewaan. Dan mereka semua akan bertanya-tanya, di mana keadilan?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun