Di kamar hotel, mereka memesan makan malam yang lezat dan mahal. Mereka makan dengan lahap sambil bercanda dan bercumbu. Mereka tidak menyadari bahwa makanan yang mereka pesan mengandung racun tikus yang diselundupkan oleh seorang penggemar fanatik Rama yang cemburu.
Racun tikus itu mulai bereaksi setelah beberapa saat mereka menelan makanan tersebut. Mereka merasakan sakit perut yang hebat, mual, muntah, dan pendarahan. Mereka berteriak-teriak meminta tolong, tapi tidak ada yang mendengar.
Mereka pun mati kekenyangan di kamar hotel tersebut, dengan mulut berbusa dan mata terbelalak. Sungguh mengerikan!
Kematian Rama dan Dara menjadi berita besar di seluruh negeri. Penggemar dan media berspekulasi tentang penyebab kematian mereka. Ada yang mengira mereka dibunuh, ada yang mengira mereka bunuh diri, dan ada pula yang mengira mereka terkena serangan jantung.
Namun, polisi akhirnya menemukan bahwa mereka mati karena keracunan makanan yang mengandung racun tikus. Setelah diselidiki, polisi berhasil menangkap pelaku yang telah menyelundupkan racun tikus ke dalam makanan tersebut.
Sinta sangat terpukul dengan kematian suaminya. Ia merasa kehilangan segalanya, kebahagiaannya, impian, dan cinta sejatinya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah kepergiannya. Ia merasa kesepian dan hampa.
Sinta mencoba untuk menghadapi kenyataan yang ada, meskipun ia tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi tanpa Rama. Ia sering mengunjungi makam Rama dan berbicara dengan almarhum seperti sedang berbicara dengan orang yang masih hidup.
Ia juga berusaha menjalankan cita-cita Rama yang belum terlaksana, yaitu membangun lembaga pendidikan bagi anak-anak tuli di seluruh Indonesia. Ia mengumpulkan dana dari konser-konser amal dan sumbangan dari para penggemar Rama.
Setelah bertahun-tahun berjuang, lembaga pendidikan tuli yang pertama di Indonesia akhirnya dibangun atas usaha Sinta dan dukungan para donatur. Lembaga tersebut diberi nama "Sanggar Rama" sebagai bentuk penghargaan dan kenangan untuk suaminya yang dicintainya.
Sinta sangat bahagia ketika melihat para muridnya yang tuli belajar dan berkembang di bawah naungan Sanggar Rama. Ia merasa bahwa kehadiran Rama masih ada di antara mereka, meskipun ia sudah tiada.
Hidup Sinta memang tidak pernah sama lagi setelah kepergian Rama. Namun, ia belajar untuk menerima kenyataan dan memanfaatkan kesedihan dan kehilangannya untuk membuat perubahan yang positif dalam hidup orang lain.