Kapal juga menggunakan 'flag hopping' untuk mengalihkan pendaftaran mereka antar negara dan menutupi identitas mereka.
Iran sering dituduh mengarahkan kapal tankernya untuk mematikan sistem pelacakan mereka untuk menyembunyikan tujuan ekspor minyak mereka dan menghindari sanksi Amerika Serikat. Â Diketahui, Iran telah menjual minyak di pasar gelap sejak mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menjatuhkan sanksi pada 2018.Â
Hal ini merupakan pelanggaran serius yakni mematikan transpoder sehingga kapal hilang dari radar. Sesuai aturan internasional dan Indonesia, setiap kapal asing yang melintas wajib menghidupkan sistem pelacakan demi keselamatan dan transparansi. Automatic identification system (AIS) dapat diakses publik dan negara. Kapal yang mematikan transpoder dicurigai melakukan tindakan ilegal.Â
Mengutip The Washington Post, Iran, unable to sell oil, stores it on tankers, 13 Mei 2012. Dalam upaya menghindari sanksi internasional, Iran secara rutin mematikan sistem pelacakan satelit kapal tanker minyaknya, Para pejabat Amerika Serikat dan pakar industri menggambarkannya sebagai permainan kucing dan tikus dengan pemerintah Barat yang berusaha menegakan sanksi terhadap ekspor Iran, kata laporan tersebut. Taktik tidak biasa tersebut dimulai sejak awal April dan diberlakukan di seperempat armada kapal tanker Iran, menurut Badan Energi Internasional (IEA) yang memantau praktek tersebut, kata koran tersebut. Â
Langkah yang merupakan pelanggaran hukum maritim itu hanya sedikit efektif dalam menyembunyikan kapal tanker saat mereka mengarungi lautan untuk mencari pelabuhan dan pembeli, kata koran tersebut. The Washington Post menekankan posisi genting Iran yang menghadapi pembatasan ketat oleh Barat terhadap industri minyaknya.
Mungkin disinilah peran Ghassem Saberi Gilchalan, siapa yang diuntungkan?
Sejak pendidikan dasar hingga menjejakkan kaki di dunia pendidikan tinggi, pemikiran strategis tentang eksistensi Indonesia begitu kuat di kepala kita. Mulai dari soal letak geografis, kekayaan sumber daya alam, potensi jumlah penduduk yang besar, latar belakang kebesaran sejarah masa lalu kerajaan nusantara, sejarah perjuangan nasionalisme Indonesia, kekuatan faktor Islam, sampai kepemimpinan regional kawasan, semua itu membangkitkan sebuah keyakinan tentang Indonesia yang kuat.
Tetapi dibalik sejumlah potensi kekuatan Indonesia, tersimpan keyakinan umum tentang adanya ancaman asing yang tidak menghendaki Indonesia kuat. Siapakah si asing tersebut?
Apakah generalisasi kepentingan asing yang mengobok-obok Indonesia adalah valid?Â
Tentu saja perlu introspeksi diri tentang pemahaman ancaman asing. Ketidakpercayaan kepada negara Barat, khususnya Amerika Serikat dan Inggris sudah beberapa kali terbukti dengan kejadian-kejadian politik domestik yang menyakitkan. Apa yang telah terjadi selama 76 tahun ini adalah terjadinya pertemuan kepentingan dari situasi domestik Indonesia dengan unsur-unsur asing yang memanfaatkan keadaan dan kebodohan kita untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Asing tersebut tidak terbatas pada negara Barat, tetapi juga Jepang, China, Australia dan negara-negara tetangga. Hal itu sebenarnya wajar karena setiap negara tentunya bersandar pada kepentingan nasionalnya yang diperjuangkan secara optimal yang seringkali harus menekan kepentingan negara lain. Dengan kata lain konflik, kompetisi, perebutan eksploitasi kekayaan alam, tipu-menipu diplomasi, serta berbagai operasi intelijen tidaklah terhindarkan. Akan sangat naif apabila kita bertindak bodoh dengan memasrahkan diri pada kebaikan negara asing, tidak ada makan siang yang gratis begitu kata pendahulu pejuang kemerdekaan Indonesia dahulu.