'Siskaeee' memanfaatkan twitter yang memiliki logo burung  dalam ilmu ornithology dan En.Wikipedia.org, jenis burung ini adalah Passerine yang tergolong burung 'cerewet' dan sering mengeluarkan bunyi atau nyanyian. Apalagi, burung itu melambangkan kebebasan, harapan, kemungkinan tidak terbatas, dan menunjukan bagaimana pola hubungan manusia, kepentingan, berikut gagasan terhubung dewasa ini.
Harapan 'Siskaeee' ibarat burung Passerine 'cerewet' dan nyanyiannya bergema dan dirinya semakin pelit berbagi video vulgar di twitter dan "memaksa" para penggemarnya untuk bergabung di platform berbayar only fans jika masih ingin menyaksikan aksi-aksinya secara ekslusif, langkah cerdik ini menjadikan eventnya berbalas pundi-pundi rupiah.
Demikian dikutip dari tulisan saya bertajuk Manifestasi Bugilnya 'Siskaee', Selasa (7/12).Â
Hari ini, Siskaeee Fransiska Candra (23) atau FCN alias Siskaeee bersama hard disk berisi foto dan video dengan total ukuran file mencapai 600 gigabyte. Selain itu, handphone yang dipakai untuk menyimpan 2 ribuan file foto dan 3 ribuan video berkapasitas lebih dari 150 gigabyte disita. Polda DIY mengungkapkan dari konten pornografi yang dibuat dan diunggah ke paltform OnlyFans, Siskaeee mampu meraup keuntungan Rp15 juta hingga Rp20 juta dari konten yang ia unggah ke platform OnlyFans.Â
"Pendapatannya diperkirakan bisa di atas Rp20 juta. Dan hasil penelusuran kami sudah mendapatkan pendapatan kotor hampir mencapai Rp2 miliar selama proses 2020 sampai 2021," imbuh Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda DIY AKBP Roberto Pasaribu di Mapolda DIY, Selasa (7/12).
Dari temuan pihak kepolisian cukup jelas membuktikan langkah cerdik 'Siskaeee' menjadikan eventnya berbalas pundi-pundi rupiah. Polda DIY mencatat pendapatan bersih Siskaeee mencapai Rp1.749.511.009 dari konten pornografi yang ia unggah. Cukup menggiurkan.
Tifatul Sembiring (saat itu-menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika) mengatakan, pornografi telah menjadi sebuah industri yang menguntungkan.Â
Berdasarkan data yang dimiliki, jumlah uang yang dibelanjakan untuk materi porno mencapai 3.600 dollar AS per detik. "Pornografi memang telah menjadi industri. Sekarang, apakah uang mau dihambur-hamburkan untuk hal yang tidak produktif atau produktif," ujar Tifatul dalam breakfast meeting di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Kamis (17/6/2010).Â
Data yang dilansir Asosiasi Warung Internet Indonesia (Awari) berdasarkan data tahun 2006 mengatakan, peminat konten pornografi cukup besar. Setiap detik, tak kurang dari 28.258 pengguna internet melihat konten ini. Sementara itu, masih berdasarkan Awari, permintaan mesin pencari untuk materi pornografi setiap hari mencapai 68 juta permintaan. Angka ini merupakan 25 persen dari total permintaan di mesin pencari.
Saat ini, kebebasan, harapan, dan kemungkinan tidak terbatas 'Siskaeee' berujung dengan UU Pornografi dengan ancaman pidana 12 tahun penjara atau denda maksimal Rp6 miliar. Selain itu, Siskaeee juga dikenakan Pasal 45 ayat 1 UU ITE dengan hukuman penjara paling lama 6 tahun dan atau denda maksimal Rp1 miliar.Â
Menarik bagi saya, menurut kepolisian 'Siskaeee' memiliki keinginan kuat agar seseorang melihat atau menonton aksinya. Â
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DIY, AKBP Roberto Pasaribu menyampaikan hasil pemeriksaan psikologis 'Siskaeee'. "Perilakunya sering impulsif dan kompulsif. Di mana saat yang sama, ia merasa gembira, takut, gelisah, dan mendapatkan kepuasan dengan memamerkan kelamin atau bagian tubuh yang lain," kata Roberto, Selasa (7/12).
Kita tidak dapat menutup mata dengan suatu fenomena yang nyata. Adanya penyimpangan seksual eksibisionisme seharusnya cukup meresahkan masyarakat. Eksibisionisme merupakan gangguan psikoseksual yang dikategorikan dalam parafilia. Dimana parafilia sendiri berarti ketertarikan, fantasi, atau dorongan yang menimbulkan gangguan mental. Hal ini dapat terjadi karena adanya penyimpangan hasrat seksual secara intens dan berkelanjutan.Â
Eksibisionisme sendiri juga diartikan sebagai kecenderungan seseorang untuk memperoleh kepuasan seksual dengan cara mempertunjukkan alat kelaminnya kepada orang lain yang bahkan tidak dikenal serta tidak mengkehendaki hal tersebut.Â
Namun, mereka tidak mengajak atau berniat untuk berhubungan lebih akrab. Ibarat seperti hanya memancing ikan tanpa mengolah ikan tersebut. Sayangnya, masyarakat saat ini tidak banyak yang mengetahui tentang adanya penyimpangan ini.
Apa sebenarnya yang menjadi alasan seseorang berperilaku demikian. Dalam bidang neurosains, hubungan otak dengan prilaku eksibisionisme ini dapat disebabkan oleh cedera atau penyakit pada otak khususnya bagian lobus temporal atau amigdala.Â
Hal ini sesuai dengan riset Neurological Control of Human Sexual Behavior yang mengumpulkan bukti bahwa lobus temporal adalah wilayah kritis dalam mediasi perilaku seksual manusia, dengan amigdala memainkan peran integral dalam pengaturan dorongan seksual manusia. Sehingga, adanya kelainan dalam bagian otak ini akan mempengaruhi prilaku dan dorongan seksual manusia.Â
Encyclopedia of Mental Disorders menuliskan bahwa di Amerika, 50% pelaku eksibisionisme sudah menikah dan melakukannya karena memiliki masalah pada pernikahan mereka. Ada beberapa juga faktor pada masa kanak-kanak yang berisiko pada munculnya penyimpangan seksual eksibisionisme pada saat dewasa.Â
Terdapat dua perspektif dalam kajian psikologi kriminal untuk menelaah penyimpangan ini. Pertama, perspektif psikodinamika. Perspektif ini melihat eksibisonis sebagai bentuk kegagalan perkembangan anak di fase seksualnya.Â
Selain itu, perspektif ini juga melihat adanya bentuk tindakan defensif (pertahanan diri) untuk melindungi ego yang berasal dari rasa takut terhadap memori yang menyakitkan. Kedua, perspektif kognitif. Perspektif ini melihat adanya kesalahan dalam proses berpikir dan preferensi seksual pelaku.
Terdapat pula faktor psikososial dimana eksibisionisme dapat menjadi cara mereka untuk mengontrol kecemasan mereka mengenai kastrasi atau kehilangan cinta dari suatu objek yang dianggap penting. Sehingga, mereka meyakinkan diri sendiri tentang maskulinitasnya dengan menunjukkan kelaki-lakian pada orang lain.
Kasus video aksi ekshibisionis 'Siskaeee' di kawasan Yogyakarta International Airport (YIA) atau Bandara Kulon Progo juga membuktikan perilaku eksibisionisme seringkali terjadi di moda transportasi publik seperti kereta api, dan bus. Namun, terdapat pula tempat-tempat umum yang menjadi sasaran lokasi pelaku eksibisionisme tersebut, Albert Ellis dan Albert Abarbanel, The Encyclopedia of Sexual Behaviour, 1961.
Masyarakat juga dominan memiliki pemahaman yang cukup kurang mengenai pelaku sehingga ketika eksibisionisme ini terjadi, reaksi yang mereka ekspresikan justru merupakan reaksi yang memang diharapkan oleh pelaku. Perlu diingat bahwa kunci kepuasan pelaku eksibisionisme ini ada pada reaksi atau respon dari korban yang berupa kaget, teriak, jijik bahkan menangis.Â
Dari kunci tersebut, kita dapat mengetahui bahwa reaksi-reaksi tersebut wajib untuk dihindari apabila berjumpa dengan pelaku eksibisionisme. Meskipun terkadang sistem refleks kita ketika menemui suatu yang membahayakan terkadang membuat kita refleks berteriak dan lain sebagainya, kita harus mulai menanamkan pengetahuan ini pada memori kita sehingga ketika kita berada dalam kondisi tersebut, otak dapat memberikan sinyal untuk kita bereaksi berlawanan dengan yang diinginkan pelaku.Â
Terakhir, psikolog menyarankan ketika kita bertemu dengan pelaku eksibisionisme, hal pertama yang dapat kita lakukan adalah mengabaikannya dengan diam. Dengan mengabaikan pelaku, pelaku tidak akan mendapat Atensi kita sehingga mereka akan gagal memenuhi hasratnya. Kita dapat membelakanginya atau menjauhinya sebagai bentuk ketidakpedulian kita terhadap pelaku.Â
Kedua, kita juga dapat memberitahu pelaku dengan tenang bahwa kita akan menghubungi polisi. Hal ini sedikit beresiko karena pelaku dapat sewaktu-waktu menggunakan fisik mereka.Â
Untuk tindakan yang lebih aman, kita dapat menjauhi pelaku sambil menghubungi polisi atau pihak yang berwajib. Jika kita tidak bisa lepas atau terperangkap, kita dapat berpura-pura kejang yang akan membuat pelaku ketakutan dan melarikan diri. Anak-anak juga perlu wawasan dalam menghadapi eksibisionisme, kita dapat memberikan edukasi pada anak-anak untuk berteriak "kebakaran" guna mengecoh pelaku (Anandika,2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H