"Celakalah Aku......!" sesal ilmuwan terkemuka Albert Einstein ketika energi atom yang berasal dari teori temuannya dipakai untuk senjata yang dijatuhkan oleh Amerika Serikan kepada dua kota penting di Jepang dan membunuh ribua nyawa dan rusaknya kehidupan pada 6 Agustus 1945, dan mengakhiri keperkasaan Jepang pada Perang Asia Timur Raya. Meskipun itu dilakukan bukan secara langsung oleh Einstein, namun penyesalan Eintein sangatlah terasa dari sisi kemanusiaan.
Secara sederhana, Nuklir adalah energi yang dihasilkan dari reaksi kimia berbahan dasar uranium yang dijadikan senjata pemusnah yang paling efektif selama satu abad terakhir ini. Dampak kerusakan nulkir sangat berbahaya bagi kehidupan seluruh mahkluk terutama umat manusia dan lingkungan di sekitar nuklir tersebut berada. Tentu saja lingkungan dengan radius yang sangat luas yang meliputi Kawasan regional di suatu negara.
Daya rusak dan daya jangkau nuklir bisa melebihi letusan gunung berapi paling dasyat di dunia. Bukan hanya itu, Â radiasinya sangat buruk untuk kesehatan manusia dan berlangsung hingga puluhan Tahun. Bom di Hiroshima dan Nagasaki misalnya, baru bisa hilang radiasinya puluhan tahun setelahnya.. Nuklir bisa dijadikan sumber energi, tetapi juga bisa dijadikan suatu senjata bagi suatu negara.
Sejak abad ke-19 beberapa  negara mendirikan reaktor nuklirnya, baik untuk energi maupun untuk alutsista. Umumnya senjata nuklir diandalkan sebagai alternatif paling akhir jika keadaan sangat memungkinkan. Beberapa negara  di dunia yang mengembangkan nuklir untuk senjata atau memiliki senjata nuklir antara lain ; Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, Inggris, Prancis, India, Kanada, Pakistan, Israel dan Korea Utara.
Negara yang disebut terakhir ini cukup membuat khawatir sejumlah kalangan, selain pihak negara-negara barat, tentunya juga bisa berefek besar terhadap negara yang ada dalam satu Kawasan. Hal ini dikarenakan Korea Utara merupakan negara yang berifat tertutup pada kebijakan masalah dalam negeri mereka. Rakyat Korea Utara berada dalam kendali pemimpin yang bisa dibilang diktator dan susah ditebak arah kebijakannya. Mengendalikan penguasa Korea Utara atau Kim Joung Un seperti mengendalikan anak kecil yang sedang diwanti-wanti agar tidak bermain petasan. Oleh karena itu bisa saja Ia hilang kendali dan memerintahkan senjata nuklirnya untuk digunakan. Bila ini terjadi, sungguh suatu bencana dasyat di abad ini.
Perjalanan dunia memberi pengalaman betapa nuklir sangat membinasakan kehidupan yang begitu luas dampaknya  Energi yang muncul dari rumus E=m.c2 tersebut  tidak hanya membunuh ribuan manusia sekali luncur, tetapi juga membuat cacat tubuh dan beberapa efek lainnya.
Berbeda dengan Rusia dan mungkin juga negara-negara Barat yang sejauh ini teruji mampu mengendalikan senjata nuklir di sepanjang sejarah ketegangan  mereka dengan negara lain. Namun beda dengan Korea Utara. Negara ini justru mengindikasikan sebagai negara yang tak mau kompromi dengan sesama negara satu kawasan semacam Korea Selatan, Jepang, maupun Tiwan.  Andaikan Kim Joung Oun benar-benar nekat meluncurkan nuklirnya , tentu negara-negara di Kawasan tersebut yang memiliki dampak utama, di susul beberapa negara lain tak terkecuali kawasan ASEAN.
Apalagi Phyongyang  pada lima tahun terakhir selalu pamer parade nuklir mereka. Hal ini bukan eksebhisi biasa, tetapi  memang sungguh-sungguh mendorong semuanya untuk aktisipasi jika negara tersebut hilang kendali akal sehatnya serta  nekat menggunakan senjata nuklirnya guna meruntuhkan negara-negara lain di semenanjung Korea termasuk Jepang, Taiwan, dan juga Korea Selatan.
Peran Indonesia
Sebab itulah, segala hal harus dirumuskan guna meredakan ketegangan yang terjadi di Semenanjung Korea, beserta seluruh antipasinya. Indonesia yang memiliki politik Luar Negeri bebas aktif dituntut peran nyatanya guna memecah kebuntuan terhadap ketegangan tersebut. Apalagi banyak sekali WNI yang berada di Korea Selatan, Taiwan dan Jepang  Setidaknya saat ini jumlah WNI yang ada di tiga negara tersebut berjumlah sekitar lebih dari 300 ribu orang, terbesar di Korea hampir 220 ribu jiwa, Jepang sekitar 59 ribu orang dan Korea Selatan 61 ribu orang.
Peran aktif Indonesia tentu saja menciptakan atau menjalin Komunikasi dengan Pyongyang guna mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea. Kementrian luar negeri juga harus memberi warning tentang ketegangan Semenjanjung Korea kepada para WNI dan menghimbau untuk selalu waspada segala kemungkinan yang terjadi/ atau mengancam. Hal yang sangat buruk adalah uapaya mengevakuasi terhadap mereka terutama para TKI bila ada sinyal Korea Utara akan meluncurkan nuklirnya.