Mohon tunggu...
Dwi Haryanto
Dwi Haryanto Mohon Tunggu... Jurnalis - Pembuat narasi perjalanan dan kejadian

Korban Disrupsi adalah hal yang membuat saya menjadi gelandangan intelektual. Awalnya saya penyuka media berbasis cetak dan menjadi bagian daripada itu. Membuat Majalah adalah hidup saya sebelumnya. Pernah membuat Majalah REL, Majalah Kereta Api dan juga Majalah Sekolah maupun Filanteropi, hingga zaman mengharuskan media tersebut tersingkir dari peredaran. Meski berganti platform, tetap saya jalani, namun kadangkala tulisan tak lagi dihargai dan diminati. Akhirnya Saya mesti menjadi gelandangan lagi.....mencoba bersahabat dengan beragam media sosial, menuangkan segala hal-hal yang dipikirkan dan difoto, serta mendiskripsikan sekilas tentang hasil perjalanan......

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Aktif Indonesia dalam Merdakan Ketegangan di Semenanjung Korea

15 September 2024   15:08 Diperbarui: 15 September 2024   16:41 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Celakalah Aku......!" sesal ilmuwan terkemuka Albert Einstein ketika energi atom yang berasal dari teori temuannya dipakai untuk senjata yang dijatuhkan oleh Amerika Serikan kepada dua kota penting di Jepang dan membunuh ribua nyawa dan rusaknya kehidupan pada 6 Agustus 1945, dan mengakhiri keperkasaan Jepang pada Perang Asia Timur Raya. Meskipun itu dilakukan bukan secara langsung oleh Einstein, namun penyesalan Eintein sangatlah terasa dari sisi kemanusiaan.

Secara sederhana, Nuklir adalah energi yang dihasilkan dari reaksi kimia berbahan dasar uranium yang dijadikan senjata pemusnah yang paling efektif selama satu abad terakhir ini. Dampak kerusakan nulkir sangat berbahaya bagi kehidupan seluruh mahkluk terutama umat manusia dan lingkungan di sekitar nuklir tersebut berada. Tentu saja lingkungan dengan radius yang sangat luas yang meliputi Kawasan regional di suatu negara.

Daya rusak dan daya jangkau nuklir bisa melebihi letusan gunung berapi paling dasyat di dunia. Bukan hanya itu,  radiasinya sangat buruk untuk kesehatan manusia dan berlangsung hingga puluhan Tahun. Bom di Hiroshima dan Nagasaki misalnya, baru bisa hilang radiasinya puluhan tahun setelahnya.. Nuklir bisa dijadikan sumber energi, tetapi juga bisa dijadikan suatu senjata bagi suatu negara.

Sejak abad ke-19 beberapa  negara mendirikan reaktor nuklirnya, baik untuk energi maupun untuk alutsista. Umumnya senjata nuklir diandalkan sebagai alternatif paling akhir jika keadaan sangat memungkinkan. Beberapa negara  di dunia yang mengembangkan nuklir untuk senjata atau memiliki senjata nuklir antara lain ; Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, Inggris, Prancis, India, Kanada, Pakistan, Israel dan Korea Utara.

Negara yang disebut terakhir ini cukup membuat khawatir sejumlah kalangan, selain pihak negara-negara barat, tentunya juga bisa berefek besar terhadap negara yang ada dalam satu Kawasan. Hal ini dikarenakan Korea Utara merupakan negara yang berifat tertutup pada kebijakan masalah dalam negeri mereka. Rakyat Korea Utara berada dalam kendali pemimpin yang bisa dibilang diktator dan susah ditebak arah kebijakannya. Mengendalikan penguasa Korea Utara atau Kim Joung Un seperti mengendalikan anak kecil yang sedang diwanti-wanti agar tidak bermain petasan. Oleh karena itu bisa saja Ia hilang kendali dan memerintahkan senjata nuklirnya untuk digunakan. Bila ini terjadi, sungguh suatu bencana dasyat di abad ini.

Perjalanan dunia memberi pengalaman betapa nuklir sangat membinasakan kehidupan yang begitu luas dampaknya  Energi yang muncul dari rumus E=m.c2 tersebut  tidak hanya membunuh ribuan manusia sekali luncur, tetapi juga membuat cacat tubuh dan beberapa efek lainnya.

Berbeda dengan Rusia dan mungkin juga negara-negara Barat yang sejauh ini teruji mampu mengendalikan senjata nuklir di sepanjang sejarah ketegangan  mereka dengan negara lain. Namun beda dengan Korea Utara. Negara ini justru mengindikasikan sebagai negara yang tak mau kompromi dengan sesama negara satu kawasan semacam Korea Selatan, Jepang, maupun Tiwan.  Andaikan Kim Joung Oun benar-benar nekat meluncurkan nuklirnya , tentu negara-negara di Kawasan tersebut yang memiliki dampak utama, di susul beberapa negara lain tak terkecuali kawasan ASEAN.

Apalagi Phyongyang  pada lima tahun terakhir selalu pamer parade nuklir mereka. Hal ini bukan eksebhisi biasa, tetapi  memang sungguh-sungguh mendorong semuanya untuk aktisipasi jika negara tersebut hilang kendali akal sehatnya serta  nekat menggunakan senjata nuklirnya guna meruntuhkan negara-negara lain di semenanjung Korea termasuk Jepang, Taiwan, dan juga Korea Selatan.

Peran Indonesia

Sebab itulah, segala hal harus dirumuskan guna meredakan ketegangan yang terjadi di Semenanjung Korea, beserta seluruh antipasinya. Indonesia yang memiliki politik Luar Negeri bebas aktif dituntut peran nyatanya guna memecah kebuntuan terhadap ketegangan tersebut. Apalagi banyak sekali WNI yang berada di Korea Selatan, Taiwan dan Jepang  Setidaknya saat ini jumlah WNI yang ada di tiga negara tersebut berjumlah sekitar lebih dari 300 ribu orang, terbesar di Korea hampir 220 ribu jiwa, Jepang sekitar 59 ribu orang dan Korea Selatan 61 ribu orang.

Peran aktif Indonesia tentu saja menciptakan atau menjalin Komunikasi dengan Pyongyang guna mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea. Kementrian luar negeri juga harus memberi warning tentang ketegangan Semenjanjung Korea kepada para WNI dan menghimbau untuk selalu waspada segala kemungkinan yang terjadi/ atau mengancam. Hal yang sangat buruk adalah uapaya mengevakuasi terhadap mereka terutama para TKI bila ada sinyal Korea Utara akan meluncurkan nuklirnya.

Pemerintah RI juga bisa mendorong kepada sekutu terdekat Pyongyang  seperti Tiongkok maupun Putin ( Rusia) agar Pyongyang bisa menahan diri demi kemanusiaan. Sebab  dalam dua tahun terakhir ini, hanya Putin Kepala Negara yang mampu menjumpai pimpinan Kotrea Utara Kim Joung Un.  Ketiga cara itu yang realistis untuk dilakukan pemerintah RI terutama Pemerintah yang baru nanti untuk segera mengambil langkah-langkah penting bagi Politik Luar Negeri.

Begitu selesai dilantik, Presiden Prabowo harus bisa menjalin tokoh-tokoh kunci tersebut seperti Kim-Joun-Un, Putin, ataupun Xi Jinping, dan pada kesempatan berbeda menemui Pemimpin Korea Selatan serta Jepang dalam upaya menyerbukkan resep-resep yang mampu mengurai ketegangan di Kawasan Semenanjung Korea.  Prabowo harus bisa menemui Kim Joung Un secepatnya dan menjalin dialog yang aktif antara kedua pemimpin negara dan pemerintahan, karea selama ini ada hubungan bilateral antar kedua negara yangmesti harus dirajut Kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun