Hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Indramayu 2024 menunjukkan kemenangan telak pasangan Lucky Hakim-Syaefudin, yang berhasil meraih sekitar 68 persen suara berdasarkan perhitungan suara dari quick count sejumlah lemabaga survei. Kekalahan Nina Agustina, yang sebelumnya menjabat bupati dan berpasangan dengan Tobroni, bukan hanya sebuah kehilangan jabatan, tetapi juga mencerminkan sejumlah kesalahan yang ia buat selama kampanye.
Salah satu faktor utama yang terlihat jelas adalah sikap arogan dan blunder yang dilakukan oleh Nina, yang akhirnya memicu reaksi negatif dari masyarakat. Videonya pun viral beredar dimedia sosial.
Sikap Nina Agustina yang emosional dan arogan saat menghadapi warga yang mendukung rivalnya menjadi sorotan publik. Dalam video viral yang beredar, Nina terlihat marah besar ketika diadang oleh sekelompok warga yang mengacungkan simbol dua jari, tanda dukungan untuk Lucky Hakim.Â
Reaksi berlebihan ini tidak hanya menunjukkan ketidakmampuan dalam mengelola emosi, tetapi juga menciptakan kesan bahwa ia tidak menghargai pendapat masyarakat. Ketidakmampuan dalam mengendalikan diri seperti ini sangat tidak cocok jika berada dalam jabatan publik.
Dengan mengaitkan namanya dengan status ayahnya, Jenderal Pol (Purn) Da'i Bachtiar, Nina seolah-olah menganggap posisinya sebagai anak seorang tokoh besar cukup untuk mendapatkan dukungan, tanpa mempertimbangkan pentingnya sikap menghargai dan berkomunikasi dengan masyarakat kecil.
Kekalahan ini menjadi pelajaran penting bagi para politisi bahwa sikap sabar dan beradab dalam berpolitik sangatlah krusial. Arogansi dan kesombongan hanya akan menjauhkan pemilih, terutama ketika mereka merasa diabaikan. Di era informasi saat ini, di mana video dan opini masyarakat bisa dengan cepat viral, kesalahan sikap dapat berakibat fatal. Ingat masyarakat saat ini sudah cerdas dalam memilih pemimpin, mereka tau apa yang dibutuhkan.
Politisi harus ingat bahwa mereka melayani masyarakat, dan tidak ada tempat untuk sikap angkuh dalam dunia politik. Seperti yang terlihat dalam kasus Nina, blunder semacam ini dapat dimanfaatkan oleh lawan politik dan berbalik menjadi bumerang yang merugikan.
Dengan demikian, kekalahan Nina Agustina dalam Pilkada Indramayu bukan sekadar hasil dari perhitungan suara, tetapi juga merupakan cerminan dari pentingnya etika dan sikap dalam berpolitik. Masyarakat menginginkan pemimpin yang tidak hanya mampu mengelola pemerintahan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik dan mendengarkan aspirasi mereka.Â
Ini adalah pelajaran berharga bagi semua politisi, bahwa kesopanan dan kebijaksanaan dalam berinteraksi dengan masyarakat adalah kunci untuk meraih kepercayaan dan dukungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H