Mohon tunggu...
Haryono Hs
Haryono Hs Mohon Tunggu... -

Suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Senengnya Sepanjang Jalan Ijo Royo Royo

25 Maret 2015   07:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:05 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

.

[caption id="attachment_405156" align="aligncenter" width="314" caption="dok.pri. Padi Menguning ( Mratak )"][/caption]

Alhamdulillah, pukul tujuh lima belas, awak sudah sampai di terminal Tirtonadi Solo, wach rupanya baru ada rehab besar besaran ni terminal. Sayap timur yang biasa untuk naik kan penumpang ke arah Sragen Ngawi, Madiun, Surabaya dibongkar habis. Lalu awak clingak clinguk nyari toilet ... heleh ... ya jelas gak ada. Lha wong dibongkar kok nyari toilet. Nanya sama petugas, ditunjukkan ; “ Itu pak di belakang pos DLLAJ”. ‘Oh matur nuwun’ ; Jawab awak sambil berjalan balik kiri. Terpampang kecll di bawah atap seng “’Toilet khusus laki laki”’.

Walau agak risi juga tetapi apa boleh buat , yang penting ada air kran mengalir, namanya juga darurat. Batin awak, lha ini kalau mau buang air besar , atau ibu - ibu yang akan ke belakang gimana ya. Tak usah khawatir, bagi travelers yang naik bis dan kebeneran turun di terminal bis Solo, bila itu yang di alami,  lebih baik sampeyan setelah turun dari bis, masuk saja ke gedung sayap barat, yang sudah magrong magrong itu, di situ ada toilet yang bisa digunakan. Tentu saja ya ukuran toilet terminal bis lah.

Oh ya....pak Walikota Solo, kalau boleh menuliskan disini ( heleh lha wong sudah ditulis kok kalau boleh), jalan antara pertigaan / lampu merah setelah halte Kerten belok kiri ( jalur bis Semarang Solo ) hingga lampu merah simpang empat yang bertemu jalan Adi Sucipto rusak pak, he he he , siapa tahu ada warga Solo membaca ini , hingga dapat menyampaikan ke yang ber kompeten.

Apa karena hari Selasa dan tanggal dua pertiga tua ya, penumpang bis kok sepi. Awak sempat nanya ke kondektur , jawab nya dengan logat kental Jawa Timuran “ Gak eruh pak ...... akhir akhir iki cene sepi”. Lalu beliau omong lagi “Tapi yo wis disyukuri ae, kate di apakno maneh “. Awak bisanya senyum kecut , sambil dalam batin, ‘ zaman nya semakin sulit’. Ach daripada mikirin zaman , mending ambil kamera saku ceprat cepret, siapa tahu bagus hasilnya dan bisa di up load. Kalau pun hasilnya kurang memuaskan ya harap dimaklumi saja lah.

Bila lihat hamparan padi itu, awak jadi teringat tahun tujuh puluh dua an, saat itu hampir tiap minggu melewati jalur ini, dan sepanjang jalan dari Palur hingga kota Sragen sawaaaaaaah melulu, hanya terpisah sedikit dengan perkampungan Kebakkramat, Grompol, Masaran, Jetak ,Pungkruk dan Gambiran. Tetapi sekaranghamparan sawah subur itu sudah berubah fungsi, sayang ya.

[caption id="attachment_405157" align="aligncenter" width="314" caption="dok.pri. Kali Grompol ( batas kab K Anyar d kab Sragen )"]

1427242971663176433
1427242971663176433
[/caption]

[caption id="attachment_405159" align="aligncenter" width="358" caption="dok.pri. Pohon Jati "]

14272430431131326435
14272430431131326435
[/caption]

Senang melihat pohon jati ditanam di pinggir sepanjang jalan antara kecamatan Gondang Sragen, hingga desa Winong perbatasan kab. Sragen dengan kab. Ngawi

[caption id="attachment_405160" align="aligncenter" width="358" caption="dok.pri. Kec. Sine / Lereng Lawu"]

14272431171732858400
14272431171732858400
[/caption]

Tahun tahun enam puluhan, jalan jalan ini belum ber aspal, awak yang masih Sekolah Rakyatbersama bapak, billa liburan tiba hampir pasti ke rumah nenek bila lewat jalur ini naik sepeda ontel. Biasanya setelah melewati kecamatan Sine lalu ada tanjakan lumayan , kami ber dua istirahat di warung kecil pinggir jalan. Tentu saja es kelapa muda menjadi yang pertama tama di raih.... ha ha ha... selanjutnya tentu saja makan makanan kecil yang di hidang.

[caption id="attachment_405161" align="aligncenter" width="358" caption="dok.pri. Tanjakan 1 : Sebentar lagi ada warung mas, begitu bapak memberi semangat"]

14272432101575154728
14272432101575154728
[/caption]

[caption id="attachment_405162" align="aligncenter" width="358" caption="dok.pri. Tanjakan 2."]

14272433401620008362
14272433401620008362
[/caption]

[caption id="attachment_405163" align="aligncenter" width="358" caption="dok.pri. Ini juga tanjakan lagi"]

14272434901941266306
14272434901941266306
[/caption]

Jangan dibayangkan jalan sudah semulus ini. Jalan saat itu masih batu yang disusun, hingga kalau naik sepeda gak bisa di tengah. Harus di pinggir ( berem ) ia halus karena tanah liat yang keras.Merinding awak menuliskan dan melihat gambar ini, kiri kanan tanjakan, hingga saat ini masih hijau segeeeeer ; “ Royo Royo” bahasa Jawa menyangatkanya. Setelah menurun yang landai, lalu menanjak terus hingga ke rumah nenek di lereng Lawu .

[caption id="attachment_405165" align="aligncenter" width="358" caption="dok.pri. G Lawu, tertutup kabut"]

14272435491246879731
14272435491246879731
[/caption]

Setelah bertemu dengan bulik ( adik alm bapak ) kami pulang. Oh ya perkiraan usia beliau, sudah mendekati angka seratus.

[caption id="attachment_405166" align="aligncenter" width="358" caption="dok.pri. Pulang"]

1427243603654311959
1427243603654311959
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun