Pada tulisan sebelumnya, penulis telah menyampaikan gagasan bahwa ada kekeliruan dari konstruksi empat pilar yang ada di masyarakat. Secara filosofis, empat pilar secara keliru diarahkan kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Pada uraian yang lalu, penulis menunjukkan wujud asli dari Pancasila dan UUD 1945. Â Pancasila merupakan wujud kontrak sosial secara etika kebangsaan. Sementara itu, Â UUD 1945 menjadi kontrak hukum yang mengikat elemen negara dengan negara, bangsa dengan negara, dan antarsesama bangsa Indonesia.
Kemudian, penulis juga meletakkan ide NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika sesuai konteks. NKRI adalah bangunan yang utuh dan terbentuk dari landasan dasar Pancasila dan UUD 1945. Kemudian, kebhinnekaan merupakan ciri khas Indonesia.
Setelah penulis membangun argumentasi mengenai hakikat Pancasila dan sebagainya, hal itu memang menyisakan sebuah persoalan tersendiri. Persoalan itu berkaitan dengan pertanyaan filosofis mengenai pilar-pilar penunjang RI.Â
Keberadaan pilar itu semua menjadi sebuah kebutuhan. Kebutuhan tersebut berkaitan dengan kekuatan sebuah bangunan NKRI. NKRI hanya bisa menjadi sebuah bangunan apabila ada pilar-pilar yang menopang bangunan. Sebagai penopang, maka kita bisa mendesain NKRI selalu adaptif terhadap perubahan zaman.
Pada konteks ini, penulis memaparkan ulang gagasan empat pilar yang sebenarnya. Empat pilar tersebut terdiri dari pilar legislatif, pilar eksekutif, pilar yudikatif, dan pilar masyarakat sipil.
Pilar legislatif jelas menjadi penting. Pilar ini berfungsi untuk menentukan landasan hukum. Landasan hukum tersebut akan menjadi arahan dan aturan operasional negara. Pilar ini juga merefleksikan perwakilan suara rakyat melalui DPR/MPR.Â
Pilar eksekutif berkaitan dengan lembaga pemerintahan. Lembaga pemerintahan atau lembaga eksekutif menjalankan amanat hukum yang berasal dari UUD 1945 dan UU turunannya.Â
Kemudian, pilar yudikatif berkaitan dengan instrumen pengadilan hukum. Instrumen pengadilan menjadi sangat penting. Keberadaannya akan menentukan arah keadilan bagi negara dan masyarakat. Pengadilan akan menjadi tonggak kebenaran.
Terakhir, pilar masyarakat sipil yang merefleksikan hak suara bangsa. Bangsa Indonesia memiliki hak untuk berdemokrasi, mulai dari hak memilih dan dipilih, hak hidup, hingga hak mengontrol jalannya pemerintahan. Tentunya, semua penyampaian hak-hak tersebut harus didasari oleh hukum.Â
Sebagai sebuah bangunan, semua pilar harus serasi. Pilar yang satu tidak boleh merendahkan pilar yang lain. Semua pilar harus bekerja sama demi tercapainya tujuan konstitusional penyelenggaraan NKRI. Semua pilar harus bergerak dan bertugas sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.Â
Tabik.
Haryo Ksatrio Utomo
Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Politik FISIP UI angkatan 2018-2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H