Kemajuan teknologi saat ini terbilang sangat mengagumkan. Dengan kemajuan teknologi inilah berbagai pekerjaan dan juga aktifitas sehari-hari jadi lebih ringan dan dipermudah terutama dengan adanya jaringan komunikasi yang sangat luas. Pada saat ini komunikasi tetap bisa dilakukan dimana pun dan kapanpun dan dengan berbagai macam media seperti, telepon, sms, chating, email, dan media sosial lainnya dengan fitur-fitur beragam.
Remaja merupakan salah satu pengguna terbesar dari kemajuan teknologi tersebut. Namun sangat di sayangkan karena di usia tersebut remaja masih memiliki emosi yang tidak stabil, sehingga jaringan komunikasi yang digunakan oleh para remaja saat ini masih belum digunakan secara maksimal. bahkan oleh beberapa remaja di gunakan untuk hal-hal negatif dan berdampak negatif pula kepada remaja lain yang dapat mengakibatkan depresi.
Salah satu penggunaan oleh remaja yang berdampak negatif yaitu di gunakan untuk media mengejek , menghina bahkan sampai mengintimidasi orang-orang yang tidak disukai oleh remaja tersebut. Kejadian manakala seorang anak atau remaja diejek, dihina, diintimidasi, atau dipermalukan oleh anak atau remaja lain melalui media internet, teknologi digital atau telepon seluler disebut dengan cyberbullying.
Penyebab terjadinya cyberbullying yang dilakukan oleh remaja dikelompokan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam remaja itu sendiri, seperti faktor psikologis mencakup gangguan kepribadian sampai gangguan emosi. Sedangkan faktor eksternal merupakan fakor yang berasal dari luar, seperti pengaruh lingkungan (teman sebaya), keluarga yangkurang harmonis, faktor ekonomi keluarga, dan acara televisi yang kurangmendidik serta kecanggihan teknologi pada era globalisasi ini yang sangatmungkin memicu terjadinya cyber bullying.
Alasan yang paling jelas mengapa seseorang menjadi pelaku bullying adalah bahwa pelaku bullying merasakan kepuasan apabila ia “berkuasa” di kalangan teman sebayanya. Selain itu, tawa teman-teman sekelompoknya saat ia mempermainkan sang korban memberikan penguatan terhadap perilaku bullyingnya (Tim Yayasan Semai JiwaAmini, 2008; 14).
Dilihat dari namanya ‘cyberbullying’ sudah jelas terjadi di dunia virtual dengan berbagai media seperti, chating, email, telepon, sms, dan juga termasuk orang-oarang yang menghubungi tanpa nama dengan isi yg mengintimidasi. Pada usia remaja ini lah merupakan masa dimana mereka mulai mencari jati diri mereka yang dan ingin dianggap hebat oleh teman-temannya. Pertemanan mereka tidak hanya saampai dunia nyata bahkan sudah menyebar sampai dunia virtual. namun walau terjadi di dunia virtual dampaknya sangatlah kompleks bagi seorang remaja
Lalu bagaimana dampak dari perilaku cyberbullying baik pada pelaku maupun pada korbannya? Cyber bullying yang berkepanjangan bisa mematikan rasa percaya diri anak, membuat anak menjadi murung, khawatir, selalu merasa bersalah atau gagal karena tidak mampu mengatasi sendiri gangguan yang menimpanya. Bahkan ada pula korban cyber bullying yang berpikir untuk mengakhiri hidupnya karena tak tahan lagi diganggu! Remaja korban cyber bullying akan mengalami stress yang bisa memicunya melakukan tindakan-tindakan rawan masalah seperti mencontek, membolos, lari dari rumah, dan bahkan minum minuman keras atau menggunakan narkoba.
Anak-anak atau remaja pelaku cyber bullying biasanya memilih untuk menganggu anak lain yang dianggap lebih lemah, tak suka melawan dan tak bisa membela diri. Pelakunya sendiri biasanya adalah anak-anak yang ingin berkuasa atau senang mendominasi.Anak-anak ini biasanya merasa lebih hebat, berstatus sosial lebih tinggi dan lebih populer di kalangan teman-teman sebayanya. Sedangkan korbannya biasanya anak-anak atau remaja yang sering diejek dan dipermalukan karena penampilan mereka, warna kulit, keluarga mereka, atau cara mereka bertingkah laku di sekolah. Namun bisa juga si korban cyber bullying justru adalah anak yang populer, pintar, dan menonjol di sekolah sehingga membuat iri teman sebayanya yang menjadi pelaku.
Seperti halnya bullying fisik, cyberbullying juga memberikan efek yang sama bagi si korban, namun bedanya cyberbullying lebih mempengaruhi kondisi psikologis korban. Kendati begitu si pelaku maupun orang yang menjadi saksi aksi bullying ternyata juga dapat merasakan efek negatif serupa.
Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut mengajarkan remaja seputar internet sehat lebih penting dan memberikan dampak baik daripada melarang anak menggunakan teknologi, gadget atau internet. Karena pembatasan internet atau gadget di masa moderen saat ini malah akan membuat anak jadi tidak berkembang.
Selain itu, Untuk mencegah terjadinya cyberbullying bisa juga dengan beberapa poin yang harus kita semua sadari pada saat berinteraksi di dunia maya adalah:
Berkomunikasi menggunakan teks memiliki resiko salah faham lebih besar dibandingkan menggunakan panca indera kita. Oleh karena itu persiapkan mental kita agar tidak terjebak dalam emosi, flame war, yang akhirnya jika salah justru malah jadinya praktik cyberbullying yang terjadi.
Hindari asumsi dengan cara terus berusaha memahami lawan bicara kita smpai kita benar-benar faham. Asumsi adalah sumber dari segala malapetaka. Karena dengan asumsi, secara sepihak kita mulai menghakimi orang lain tanpa tahu pasti kejadian sebenarnya. Ini bisa berakhir pada tindakan cyberbullying juga.
Hindari penghakiman massa secara langsung di media-media sosial, walaupun hanya dengan meretweet/repost, karena efek retweet/repost ini adalah memberikan amplifikasi pada sebuah statement yg bisa saja berupa serangan berupa asumsi. Ini yang kadang tidak disadari oleh teman-teman di dunia maya.
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H