Sengaja! Bumi memang sengaja memutarkan tubuhnya untuk mengoda Langit. Bahkan ia rela mengelilingi Matahari agar Langit paham jika Bumi menginginkannya. Tapi mengapa Langit tak pernah sekalipun menemuinya. Hanya sekedar melambaikan tangan dengan Awan Putihnya pun dia tak sanggup. Bumi mendesah frustasi. Kenapa? Kenapa Langit tak pernah turun menemuinya? Apakah Langit tak pernah sekalipun jatuh hati padanya?
Lalu, untuk apa dia susah payah melindunginya dari sengatan panas Matahari? Apakah hanya untuk mempermainkan perasaannya?
Sungguh, kau picik Langit.
Bumi tak bisa menahan diri lagi. Ia keluarkan Lava Panas dari tubuhnya sendiri. Sakit! Memang rasa sangat sakit! Inilah bentuk luapan emosi yang sengaja ia tujukan untuk Langit. Agar dia mengerti jika saat ini bukan cinta yang ia rasakan lagi tapi rasa benci yang timbul karena sikapnya.
Langit panik. Saat ini dirinya tengah resah. Kenapa Lava Panas muncul di permukaan Bumi? Ada apa dengan Bumi? Langit tak sanggup melihat Bumi yang tersakiti. Langit memalingkan muka, tak tahan lagi memandang penderitaan Bumi.Â
Mungkin hanya cara ini yang dapat dia lakukan untuk Bumi. Walaupun harus sedikit menyakiti Bumi, Langit harus melakukannya.
Awan Hitam muncul di Langit. Petir dengan ganas menyambar permukaan Bumi. Gumpalan Es mulai mencair. Langit sadar senekat apapun dia turun ke Bumi. Dia tak kan bisa. Bahkan tak akan pernah bisa. Karena dia hanya ditakdirkan untuk memandang Bumi bukan berjumpa dengannya.
Tetes demi tetes air mulai jatuh ke permukaan Bumi. Ada kesegaran yang ia rasakan saat ini. Lava Panas mulai terhenti. Bumi merenung. Hujan! Untuk apa Langit mengirimkannya? Bumi memeluk dirinya dalam diam.Â
Apakah Langit tengah menangis? Hati Bumi menjadi bimbang. Rasa bencinya perlahan luntur dan kini Airmata ini menjadi saksi jika Langit selalu mencintai Bumi meski dari jauh.
27 Desember 2017
Catatan Rena Siva