Mohon tunggu...
Haryadi
Haryadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Kisah Sukses Pahlawan Sampah Asal Brajan

12 Juni 2024   17:45 Diperbarui: 12 Juni 2024   18:29 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampah telah menjadi permasalahan yang memerlukan perhatian khusus, terutama di Kota Yogyakarta, yang juga dikenal sebagai Kota Pendidikan dan Wisata. Sampah di Yogyakarta belum mendapatkan solusi yang konkrit, dan Pemda DIY secara resmi mulai menutup TPA Piyungan permanen melalui seremonial yang digelar pada Selasa (5/3/2024). Penutupan ini dilakukan karena TPA Piyungan telah mencapai kapasitasnya. TPA Piyungan dulunya menjadi tempat pembuangan akhir masyarakat Yogyakarta. Salah satu penyebabnya adalah setiap harinya TPA Piyungan mendapatkan masukan sampah sekitar 300-700 ton per harinya, sehingga TPA tidak dapat menampung sampah lagi.

Ananto Isworo, seorang pahlawan sampah asal Brajan Yogyakarta, dengan gagasan dan kerja kerasnya mampu mengelola sampah dengan memberikan bantuan kepada masyarakat sekitarnya. Ananto Isworo adalah salah satu alumni terbaik KPI UMY dan Founder Program Manajer Gerakan #Shadaqah Sampah berbasis eco-masjid, Masjid Al Muharam, Kampung Brajan, Tamantirto. Ia berhasil membuat gebrakan dan membangun kesadaran kepada masyarakat Kampung Brajan mengenai pentingnya pengelolaan sampah.

Ananto mengisahkan bahwa ketika menjadi pengurus masjid, banyak masyarakat sekitar mengeluhkan karena susahnya mengakses pendidikan. Dari situ, semangat Ananto muncul untuk membantu anak-anak dalam pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Gerakan #Shadaqah Sampah yang diawali dari kondisi masyarakat yang belum memiliki kesadaran dalam pengelolaan sampah, pada tahun 2013 Ananto bersama Pak Triono memunculkan istilah #Shadaqah Sampah, yang mana menurut keduanya memuat makna nilai spiritualitas untuk membangun dan memberdayakan masyarakat agar ikut terlibat dalam pengelolaan lingkungan. Hasilnya dapat digunakan untuk membantu pendidikan anak-anak yatim piatu, memberikan sembako kepada janda-janda fakir miskin, serta memberikan santunan kesehatan bagi warga kurang mampu.

Prinsip utama dari gerakan #Shadaqah Sampah adalah ta’awun dan takaful. Banyak orang yang tertarik dengan gerakan ini karena semakin sering bersedekah, mereka akhirnya juga merasa lebih dekat dengan masjid sehingga menjadi nilai ibadah, serta mau bertandang ke masjid. Berbicara mengenai duka dalam menjalankan gerakan inovatif ini, Ananto menceritakan bahwa ketika pertama kali memulai gerakan #Shadaqah Sampah di 2013, banyak masyarakat yang skeptis terhadap gagasan tersebut.

Keberhasilan yang dicapai oleh Ananto saat ini adalah buah dari kesabaran yang selama ini di perjuangkan, dapat membantu masyarakat sekitar dan menjadi panutan bagi kita semua. Banyak keberhasilan yang diperoleh, mulai dari memberikan bantuan pendidikan kepada anak-anak yang kurang mampu, memberikan bantuan kepada janda-janda tua, sedekah energi listrik, serta mendapatkan berbagai penghargaan mulai dari nasional hingga internasional.

Jauh sebelum keberhasilan yang diperoleh oleh Ananto, respon masyarakat awalnya beragam dan banyak yang menganggap bahwa apa yang ia kerjakan sekarang tidak ada manfaatnya. "Dari mana nilai sedekahnya, wong itu sampah," ujar masyarakat memberikan tanggapan.

Ananto berpesan bahwa kita perlu mengubah pandangan terhadap sampah. Ia menerangkan, "Mari kita ubah cara pandang kita terhadap sampah karena cara pandang yang salah terhadap sampah akan sangat mempengaruhi pola perlakuan kita pada sampah. Selama ini masyarakat berpikir sampah itu kotor, bau, dan menjijikan karena memang dari rumah tidak dipilih terlebih dahulu, dicampur sehingga baunya seperti itu dan terkesan jorok. Karena cara pandang sampah itu kotor; bau, maka jadilah harus dibuang; dijauhkan; dijauhi. Maka munculah: buanglah sampah pada tempatnya. Kalau cara pandang kita benar terhadap sampah, maka perlakuan kita juga akan benar. Kalau sampah kita nilai sebagai sesuatu yang bernilai, kalau saya katakan ada emas yang tersembunyi karena ada nilai yang cukup besar, maka sejak dari rumah tangga kita pilah sehingga sampah itu tetap bersih, kemudian kita kelola dulu."

Menurut Ananto, pepatah "buanglah sampah pada tempatnya" memiliki nilai positif dan negatif. Untuk itu, dia dan tim #Shadaqah Sampah menciptakan tagline sendiri yakni, "Shadaqahkan sampahmu pada tempatnya," mengelola sampah yang sifatnya duniawi tetapi mencapai nilai sampai ukhrawi. Ia mengatakan, "Ada nilai plus di mana sampah yang dalam kacamata visual kita barang yang tidak berguna, tapi sesungguhnya itu masih dapat berguna untuk orang lain karena ketika dikelola dengan baik uangnya bisa untuk membantu anak-anak yatim piatu, bisa sekolah, memberikan sembako bagi warga fakir miskin, dan membantu santunan kesehatan untuk bagi warga kurang mampu."

Oleh: Haryadi Agust Karya (Mahasiswa KPI UMY)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun