Hampir di setiap pesta rakyat yang digelar dalam pemilu, selalu saja ada permasalahan yang sangat mendasar, yaitu permasalahan pada Daftar Pemilih Tetap (DPT). Berikut potongan kecil - puzzle sekitar pemilu tahun 2014.
Menurut logika sederhana, bahwa DPT dibentuk berdasarkan data penduduk yang berdomisili di wilayah tertentu. Data penduduk direpresentasikan pada KTP. Pemerintah sendiri sudah mencanangkan program e-KTP beberapa tahun yang lalu, dengan maksud dan tujuan, selain untuk memberikan identitas unik pada setiap penduduk yang bertempat tinggal di wilayah NKRI dan untuk dapat digunakan berbagai keperluan yang menyangkut dengan kependudukan, juga untuk mengantisipasi perolehan data penduduk yang akan digunakan pada pemilu 2014. Kalau boleh diibaratkan, bahwa DPT merupakan roh atau jiwa dari pada pemilu itu sendiri. Atau pemilu tidak akan dapat terselenggara tanpa hadirnya DPT.
Pemilu 2014 diharapkan akan sukses tanpa dikacau oleh DPT. Namun, di dalam pelaksanaan Pileg pada 9 April 2014 yll. KPPS yang terlibat, tampak direpotkan oleh DPT yang baru diterima pada saat bimbingan teknis (bimtek) pada tanggal 5 April 2014. DPT yang konon sudah disiapkan oleh Pantarlih di setiap TPS berada, dan sudah dilakukan validasi, namun hasilnya masih juga sebagaimana data asli seperti data yang belum pernah divalidasi. Hal ini disebabkan, antara lain, warga yang sudah lama berpindah tempat tinggal keluar dari wilayah RT/RW di mana TPS berada masih tercatat dalam DPT setempat, warga yang belum ber KTP setempat masuk dalam DPT di mana TPS berada, serta warga yang sudah lama meninggal dunia, masih juga tercatat pada DPT dimaksud.
Bagaimana bisa terjadi? Bisa terjadi karena adanya oknum dan adanya motiv. Mungkin bukan semata-mata karena uang, tetapi bisa juga karena motiv lain. Misalnya mengharapkan reward prestasi di lingkungan organisasi di mana yang bersangkutan bekerja, baik di partai maupun di instansi terkait.
Untuk mengatasi permasalahan tsb. pemerintah bersama DPR sudah mengantisipasinya, antara lain membuat UU Tentang Pemilu, membentuk badan/komisi penyelenggara pemilu, dan yang dinanti-nantikan adalah pembuatan e-KTP. Namun, di dalam proses pembuatan e-KTP sendiri yang menggunakan APBN dengan jumlah triliyunan rupiah, hingga saat ini masih juga belum selesai secara tuntas. Hal lain, semoga saja update dan validasi DPT (ganda) masih terus diupayakan, sehingga pada pemilu yang akan datang dapat dihasilkan DPT yang dapat diandalkan. Sehingga tidak dikenal lagi istilah data sampah (garbage in garbage out/GIGO).
Kiranya, dan apabila para pengurus RT dan RW yang terlibat di dalam pengelolaan data penduduk paham terhadap makna data sebagai sumber informasi, dan apabila para pengurus RT dan RW dijadikan counterpart oleh Pantarlih (Panitia Pendaftaran Pemilih), maka data kependudukan yang bersih dari data sampah yang akan dijadikan input bagi KPU untuk membentuk DPT yang valid dapat diwujudkan. Intinya, adanya keterlibatan secara total dari para pemangku kepentingan.
Selamat menuju pemilu yang akan datang. Pemilu yang berkualitas dan berintegritas. Pemilu tahun 2019 menanti Anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H