Tanggal 24 September 2015 beberapa waktu yang lalu Kota Banjarmasin merayakan ulang tahunnya yang ke-489. Usia yang cukup tua untuk ukuran sebuah kota. Lebih tua dari Kota Jogja yang tahun ini baru berusia 259 tahun, jauh lebih tua dari Kota Balikpapan (118 tahun) dan bahkan lebih tua satu tahun dari Ibukota Republik Indonesia, Jakarta.
Memang umur tidak bisa dijadikan tolok ukur kemajuan atau kemapanan sebuah kota. Banyak kota yang berusia muda, namun lebih maju baik dari sisi infrastruktur maupun dari sisi sosial kemasyarakatan.
Sebagai ibu kota propinsi Kalimantan Selatan, Kota Banjarmasin pun menggeliat dengan berbagai aktivitasnya, baik aktivitas perdagangan, pendidikan, maupun pariwisata. Khusus dalam bidang pariwisata, terlihat bagaimana kota ini terus mempercantik diri, salah satunya dengan membangun icon-icon baru. Sungai Martapura yang membelah kota juga terus dipercantik dengan menciptakan kebersihan bantaran sungai serta membangun siring. Pasar terapung sebagai salah satu icon kota juga dilakukan revitalisasi yakni dengan membuat pasar terapung buatan di siring Sungai Martapura, tepatnya di kawasan Jl. Pierre Tendean yang lebih bersahabat dengan pengunjung. Dan masih banyak lagi kegiatan yang dilakukan pemerintah kota dalam hal memajukan pariwisata.
Satu hal yang hingga kini belum dimiliki kota yang berpenduduk sekitar 800 ribu jiwa ini adalah city branding. Yang saya maksud adalah city branding yang betul-betul dibuat dan dicanangkan berdasarkan kajian yang mendalam baik ilmu pemasaran maupun disiplin ilmu lainnya. Satu-satunya branding yang secara organik melekat pada kota ini adalah Kota Seribu Sungai. Meski tidak menjadi tagline “jualan” resmi pemerintah kota, namun julukan ini cukup melekat dan familiar. Slogan resmi Kota Banjarmasin adalah Bungas yang merupakan akronim Bersih, Unggul, Gagah, Aman dan Serasi. Namun slogan ini pun tak lebih dari sekedar slogan, belum mendarah-daging dalam diri masyarakatnya.
Akan sangat elok apabila Banjarmasin melakukan city branding. Dengan city branding, maka Banjarmasin telah melakukan diferensiasi dibanding kota lainnya. Selanjutnya city branding ini dipromosikan melalui kegiatan promosi yang terintegrasi. Kegiatan promosi dan city branding tidaklah murah. Hal ini perlu pengkajian yang serius dari dinas maupun instansi terkait.
Banyak pro dan kontra terkait city branding ini, terlebih dalam pengeluaran biaya untuk city branding. Konon Kota Jogja harus menggelontorkan APBD sebesar 1,5 M untuk membuat branding Jogja Istimewa. Tapi apabila city branding berhasil, wisatawan banyak yang datang, maka biaya promosi tersebut akan sebanding. Apakah rugi Malaysia mengeluarkan dana yang sangat besar untuk mengkampanyekan Malaysia Truly Asia ? Saya kira kita sepakat bahwa sebaliknya. Malaysia menjadi terkenal dan sekarang merajai Asia Tenggara dalam hal kunjungan wisatawan asing. Oleh karena itu city branding sebuah kota akan berhasil apabila semua stake holder di kota ini benar-benar mendukung dan menghayatinya.
Tahun 2015 Kota Banjarmasin akan memilih kepala daerah yang baru. Secara pribadi, saya sebagai warga kota ini berharap nantinya kepala daerah yang baru berani membuat inovasi dalam memasarkan daerah ini. Salah satunya dengan konsep city branding. Tentu bukan sekedar untuh gagah-gagahan supaya terlihat tidak ketinggalan dari kota lainnya di Indonesia, akan tetapi benar-benar bisa “menjual” kota ini sehingga bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H