Setelah tahun 1991, praktis tidak ada lagi piala dari ajang bergengsi yang berhasil dikoleksi tim merah putih. Pasca-euforia itu, Indonesia bagaikan mengalami hibernasi. Piala bagaikan barang langka buat timnas sepakbola kita. Kita yang katanya dulu dipandang sebagai Macan Asia kini tampak tertidur pulas dan tak mampu bangkit. Sempat beberapa kali menjadi finalis Sea Games maupun Piala AFF, toh semua semua akhirnya berujung kegagalan.
Boro-boro memikirkan prestasi, saat ini persepakbolaan kita malah sedang kisruh, kegiatan kompetisi semua level terhenti. Pemerintah (Menpora) tidak mengakui kepengurusan PSSI yang baru saja terbentuk. La Nyala dkk meradang, FIFA sudah mengirimkan surat yang berisi deadline penyelesaian konflik yakni tanggal 29 Mei 2015.
Konflik serupa pernah terjadi tahun 2012 saat itu antara PSSI dan KPSI hingga akhirnya terjadi dualisme liga IPL dan ISL. Salah satu pengaruh nyata konflik waktu itu adalah pengiriman Timnas ke Piala AFF 2012. Timnas besutan Nil Maizar (dengan materi seadanya karena konflik PSSI – KPSI) akhirnya terhenti di babak penyisihan (peringkat 3).
Lalu sampai kapan ? Kami rindu prestasi, bukan kericuhan. Yang bisa kita lakukan hanya mengenang, nostalgia kejayaan timnas saja, sambil melihat mereka menonjolkan uratnya berdebat di TV. Salah kah jika kita menagih prestasi ?
Wassalam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI