Mohon tunggu...
Ahmad Jazuli Harwono
Ahmad Jazuli Harwono Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menulis untuk melupakan masalah, dan satu-satunya cara yang paling memungkinkan(saat ini) untuk beraktualisasi. Penulis dapat di hubungi melaui email:paklik_jul@yahoo.co.uk dan hp:081 386 25 6949

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Banyak Hal Telah Terlewatkan di dalam Hidupku

31 Desember 2013   11:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:19 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak hal ternyata telah terlewatkan dalam hidupku. Yah, itulah kenyataan yang harus kusadari saat ini. Di penghujung tahun 2013 ini, aku menyadari bahwa terlalu banyak sudah impian-impianku yang berguguran satu-persatu. Impian-impian, yang mungkin sudah tertanam di benakku sejak kecil, ternyata terbukti satu persatu tidak menjadi kenyataan.

Sekarang, aku sudah tidak muda lagi. Usiaku pun sudah kepala tiga. Dan sampai di usia ini, aku telah menyaksikan dan mengalami sendiri kegagalan demi kegagalan. Entah itu dalam urusan pekerjaan maupun urusan percintaan. Aku yang sekarang, dibentuk oleh kekecewaan demi kekecewaan.

Kegagalan demi kegagalan yang pernah kualami, terasa berat kurasakan dan meninggalkan luka yang mendalam di hatiku. Mungkin, karena semua luka itulah akhir-akhir ini aku menjadi lebih sering marah-marah, mudah tersinggung. Dan, yang sering menjadi sasaran kemarahanku adalah orang-orang terdekatku sendiri.

Namun Aku tak boleh larut dalam kesedihan dan frustasi. Hidupku tidak boleh dikuasai oleh masa laluku. Demi orang-orang yang ku cintai, demi dua bidadari kecilku, maka aku harus segera bangkit. Segera move on.

Harapan demi harapan yang kugantungkan di masa lalu, mungkin memang tidak pernah menjadi kenyataan. Tetapi bukan berarti aku tidak boleh berharap lagi. Paling tidak, berkaca dari pengalamanku sebelumnya, saat ini aku bisa berpikir lebih rasional dalam menggagas harapan-harapan baruku. Kutanamkan dalam pikiranku, bahwa yang realistis aku capailah yang akan aku harapkan. Yang berlebihan tentu tidak. Aku tidak mau lagi di kuasai oleh angan-anganku yang terlalu tinggi.

Yah, aku harus merubah paradigma ku dalam memandang segala hal. Aku akan memulai berpijak dari kenyataan. Hidup dengan yang ada di hidupku saat ini, dan mencari kebahagiaan dari yang ada sekarang.

Selama ini aku larut mengejar impianku, yang sebenarnya hanya untuk memenuhi anggapan-anggapan orang. Aku ingin dianggap sukses secara ekonomi, aku ingin dianggap orang penting karena jabatanku, dan aku ingin memenuhi semua anggapan-anggapan orang lainnya.

Saya dan mungkin juga anda semua, barangkali adalah ‘korban’ dari anggapan-anggapan umum. Pikiran kita semua dibentuk oleh apa yang dianggap baik dan dianggap buruk oleh orang kebanyakan. Dalam menentukan standar kesuksesan misalnya. Standard kesuksesan menurut banyak orang seringkali ditejemahkan sebagai kesuksesan dalam hal kedudukan ekonomi atau materiil semata.

Sejak kecil, rata-rata dari kita diajarkan untuk bercita-cita setinggi mungkin. Dan rata-rata cita-cita kita itu adalah memiliki profesi atau pekerjaan yang menurut banyak orang dianggap bergengsi. Banyak anak kecil, barangkali termasuk kita, ketika ditanya apa cita-citanya, maka rata-rata akan menjawab menjadi; Polisi, tentara, dokter, pejabat, pilot, bahkan jadi presiden. Daftar pekerjaan tersebut, tentunya merupakan daftar pekerjaan yang memberikan manfaat ekonomi sekaligus status social yang tinggi bagi yang memilikinya.

Namun ternyata, apabila cita-cita hanya berhenti disitu, dan di dominasi oleh ukuran-ukuran materialistis semata, ada fakta buruk berbicara. Jadi dokter ternyata bisa malpraktek, jadi polisi bisa jadi tukang peras, jadi pejabat bisa jadi koruptor dan berakhir di penjara.

Nah terbukti kan, semua cita-cita yang telah di capai seseorang ternyata bisa mengakibatklan keburukan bagi yang bersangkutan?

Sekarang mungkin Angelina sondakh menyesali kenapa dulu dia berkeinginan menjadi politisi. Joko Susilo, lutfi Hasan, Gayus dan banyak lagi contoh yang lainnya tentu sekarang berpikiran berbeda dari kebanyakan kita semua. Semua yang mereka telah alami, tentu memberikan sebuah pengetahuan baru bahwa, semua ukuran-ukuran kesuksesan yang selama ini di anut masyarakat ternyata tidak mutlak berkorelasi positif dengan kebahagiaan.

Saya ingat perbincangan saya dengan seorang tukang becak beberapa waktu lalu. Menurut beliau (Bapak tukang becak itu), orang sekarang jarang yang mau telaten menjalani kehidupanya. Rata-rata orang sekarang terburu-buru semua. Terburu-buru ingin kaya, terburu-buru ingin punya mobil, terburu-buru ingin punya rumah, terburu-buru punya jabatan, dan serba terburu-buru lainnya. Sikap mental seperti inilah yang menurutnya salah kaprah dan menjerumuskan. Dan omongan Bapak Tukang becak tersebut terbukti benar. Orang korupsi adalah contoh orang yang terburu-buru ingin kaya. Orang yang banyak hutang, kredit sana-kredit sini, adalah contoh orang yang pikiranya terburu-buru memiliki sesuatu diluar kemampuanya saat ini. Betul demikian?

Pada akhirnya, semakin tua seseorang, maka semakin ia menyadari bahwa kenyataan yang ada tidak bisa sesuai dengan yang diinginkan. Kenyataan itu hadir sendiri bukan di bawah otoritas kita. Ada realitas lain yang lebih menentukan di banding kehendak kita. Karena hal itulah, maka tidak semua usaha pasti menentukan hasil. Ada pula kegagalan diujung setiap upaya manusia. Manusia hanya bisa berproses, tetapi hasil akhir Tuhan yang menentukan.

Benar juga kata pepatah jawa, bahwa sikap hidup yang benar itu adalah sikap hidup “nerimo ing pandom”. Menerima pemberian Tuhan. Hidup itu sudah digariskan Tuhan, dan manusia hanya menjalani. Yang paling tepat dilakukan manusia adalah, mencari kebahagiaan dengan apa yang sudah di berikan Tuhan saat ini.

Mensyukuri apa yang ada, tidak silau dengan pencapaian orang lain tentu akan menentramkan batin dan membawa kebahagiaan.

Menjelang tahun 2014 saya perlu mencanangkan sebuah resolusi. Sejalan dengan apa yang di bawa oleh Krating daeng, maka resolusi yang saya perlukan adalah resolusi yang luar biasa.

Stephen covey (The 8th Habit) mengatakan, ” Apabila Anda ingin membuat perubahan dan perbaikan kecil-kecilan, sedikit demi sedikit, lakukan sesuatu pada tataran praktik, tingkah laku, dan sikap. Tetapi, bila Anda ingin membuat perbaikan besar yang amat berarti, lakukan sesuatu pada paradigma”

Belajar dari covey, maka resolusi luar biasa ku adalah mengubah paradigma berpikir ku selama ini dalam memandang arti kesuksesan. Menjadi orang kaya itu bagus, tetapi menjadi orang baik itu jauh lebih berarti.

Demi orang-orang yang kusayangi dan yang menyayangiku, maka di penghujung tahun ini aku berkomitmen untuk mengakhiri segala perangai buruk yang selama ini menguasaiku. Tahun 2014, semoga menjadi lembaran baru bagiku untuk memulai hidup yang baru. Hidup menjadi seorang suami, seorang ayah, yang baik dan menyayangi. Cukup sudah kecewa dan semua marah-marahku selama ini. Marah-marah tidak merubah keadaan, justru semakin memperburuk situasi yang ada. Akhir kata, SELAMAT TAHUN BARU 2014. "makeitREAL" dan "Kratingdaeng".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun