Mohon tunggu...
Matahari Pagi
Matahari Pagi Mohon Tunggu... Administrasi - Rakyat Indonesia

Bloger tanggung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ujian Nasional Akan Dihapus?

12 Desember 2019   07:58 Diperbarui: 12 Desember 2019   13:56 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Orang awam seperti saya sangat mudah untuk berbicara setuju atau tidak tentang penghapusan Ujian Nasional (UN), dan godaan itu sedemikian kuat. Namun saya yakin (semoga) tidak semudah Pak Menteri dalam memutuskan untuk menghapus UN ini. Keraguan ini menggelanyuti pikiran saya setelah membaca dan melihat beberapa argumen yang Bapak sampaikan di media tentang mengapa UN dihapus:

1. Membebani siswa sehingga siswa tertekan;

2. Evaluasi dalam bentuk lain akan dilaksanakan pada pertengahan proses pendidikan (kelas 4,8, dan 11);

3.  Biaya yang selama ini dikeluarkan negara untuk menyelenggarakan UN akan dialihkan untuk membiayai aktivitas lain di bidang pendidikan; dan

4. Tes/Evaluasi akan difokuskan kepada kompetensi numerik dan literasi (serta karakter). Bahasa kampungnya kemampuan matematika dan bahasa.

Poin pertama, saya ingin mengajukan pertanyaan, pekerjaan/aktivitas apa di dunia ini yang menuntut tanggung jawab namun tidak menyebabkan tekanan? Sebagai orang awam saya berpikir: Tanggung jawab pekerjaan/bisnis saja yang jelas-jelas digaji atau mendapat ragam reward lainnya bisa menyebabkan orang tertekan, lantas apakah pekerjaan atau bisnis harus dihapuskan?

Singkatnya, itulah kehidupan nyata: Ada tanggung jawab, tekanan, stres, reward, tertawa, dan menangis. Jika ini menjadi salah satu alasan utama penghapusan UN, maka menurut saya telah terjadi gagal paham. Dalam hidup ini masalahnya bukan pada tekanan hidup, tapi tentang bagaimana kita mengelola tekanan hidup itu sendiri.

Poin kedua, jika evaluasi dilakukan pada kelas 4, 8, dan 11, di mulai tahun 2021, pertanyaan saya, bagaimana nasib anak yang pada tahun 2021 ada di kelas 6, 9, dan 12? Apakah mereka akan dibiarkan begitu saja?

Poin ketiga, dengan informasi yang tersedia di media (bisa jadi bias atau tidak lengkap), saya menangkap bahwa akan terjadi penghematan dan optimalisasi anggaran dengan dihapuskannya UN karena anggaran yang selama ini digunakan untuk menyelenggarakan UN bisa dialokasikan untuk hal lain.

Terus terang saya sulit memahaminya, bukankah masih akan ada tes (entahlah apa namanya) yang akan diselenggarakan untuk kelas 4, 8, dan 11? Apakah tes itu tidak memerlukan biaya? Bukankah jumlah siswa yang akan mengikuti tes model baru itu jumlahnya tidak akan berubah dengan yang ikut UN jika UN belum dihapus? Hematnya dari mana?

Poin keempat. Sekedar mengingatkan bahwa kemampuan literasi dan bahasa juga sudah dicovered oleh Ujian Nasional selama ini, dari SD sampai SMA, mata pelajaran Bahasa dan Matematika merupakan hal pokok yang diajarkan di sekolah dan diujikan di UN. Jika model pengajaran dan objektifnya yang menjadi masalah karena konon berbasis hafalan bukan analisa maka yang menjadi masalah bukan penyelenggaraan Ujian Nasionalnya, tapi proses pengajaran dan objektifnya lah yang bermasalah.

Akan tetapi, sebelum berpikir terlalu jauh, saya sarankan Pak Menteri Nadiem membaca buku-buku pelajaran Matematika dan Bahasa yang ada saat ini yang menggunakan model kurikulum K-13 dan bandingkan dengan buku-buku numerik dan literasi di sekolah-sekolah internasional. Saya sudah membaca buku-buku itu dan membandingkannya, menurut saya, kurikulum K-13 sudah ke arah sana.

Akan timbul pertanyaan, mengapa profil dan kompetensi literasi dan numerik anak-anak Indonesia tetap tertinggal meskipun sudah menggunakan kurikulum K-13? Terus terang saya belum paham masalahnya di mana, bisa jadi ada di infrastruktur sekolah atau malah di kompetensi guru, entahlah. Namun jika ada kesimpulan yang menyatakan itu karena UN, maka saya lebih tidak paham lagi logikanya.

Terlepas dari keempat hal tersebut di atas, saya sependapat bahwa model UN memang tidak sempurna dan mungkin saja benar sudah ketinggalan zaman. Namun serta-merta membuat kebijakan besar seperti penghapusan UN hanya dalam hitungan bulan setelah Bapak dilantik bisa jadi tidak bijak karena banyaknya hal yang harus dipertimbangkan menjadi terlewatkan.

Benar bahwa sekolah-sekolah di Singapura mulai tahun ini menghapus ujian dari sekolah-sekolah mereka, namun jangan lupa, keputusan ini diambil setelah melalui proses transisi selama 4-5 tahun. Dan jangan lupa juga, bahkan sebelum mereka menghapus ujian dan sistem ranking di sekolah-sekolah mereka, sistem pendidikan di Singapura sudah menjadi salah satu yang terbaik di dunia.

Dalam ketidaksempurnaannya UN memiliki beberapa kelebihan dalam konteks Indonesia:

1. Sebagai alat evaluasi berbasis angka, setidaknya itu satu-satunya kebijakan evaluasi pendidikan yang sudah melalui proses dialektika yang panjang yang kita punya saat ini. Kebijakan UN bukan kebijakan "kebut semalam" bin grusa-grusu

2. Nilai UN selama ini memudahkan kita untuk seleksi siswa (PPDB) ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, SD ke SMP dan SMP ke SMA. Hal ini memberikan kepastian bagi siswa dan orang tua dalam merencanakan masa depannya. Proses seleksi relatif dapat dilakukan secara objektif dan transparan serta memberikan kesempatan yang sama bagi setiap anak untuk mengejar sekolah impiannya. Seleksi PPDB berbasis nilai UN cukup menyulitkan para setan gundul untuk melakukan praktik-praktik korup ala kleptokrat untuk mengintervensi sistem seleksi.

Terakhir, sejak awal saya termasuk yang mendukung suatu saat UN untuk dihapus, tapi apa iya proses perumusan kebijakannya begini?!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun