Mohon tunggu...
Harvick Qolbi
Harvick Qolbi Mohon Tunggu... -

Ketua Presidium MPP ICMI MUDA

Selanjutnya

Tutup

Politik

Feodalisme Dalam Tubuh Partai Politik

7 Oktober 2013   02:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:54 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Feodalisme Dalam Tubuh Partai Politik

Oleh Harvick Hasnul Qolbi

Ketua Presidium MPP ICMI Muda

Menurut Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Save M. Dagun, 2006) yang diterbitkan oleh Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN), feodalisme adalah suatu sistem hubungan politik, sosial dan ekonomi yang terdapat di Eropa pada abad pertengahan. Sistem tersebut dicirikan oleh adanya tanah-tanah luas yang dikuasai oleh tuan-tuan tanah dan yang dikerjakan oleh para buruh. Bentuk sosio-ekonomis yang bercirikan alat utama produksi adalah tanah dan ini dikuasai sekelompok orang (tuan-tuan tanah). Kegiatan ekonomi dikuasai segelintir orang dan pelaksanaan ekonomi dijalankan kaum petani dan budak-budak.

Sedangkan istilah feodalisme di Indonesia, dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia (1997) dijelaskan terkait dengan pandangan kolot kelanjutan tata cara bangsawan keraton. Pengikut para raja/bangsawan diikat dengan tuan-tuan mereka dalam konsepsi manunggaling kawula lan Gusti, bersatunya tuan dan hamba atau bawahan dengan atasan. Kehendak Gusti yang dipertuan otomatis harus dijalankan. Sementara disisi lain, dalam struktur masyarakat Indonesia ada istilah priyayi dan wong cilik, inilah juga yang dapat menyebabkan kita membicarakan feodalisme.

Sisa-sisa feodalisme di masa silam masih menyelimuti kehidupan politik kita saat ini, dinasti politik yang sengaja dibangun oleh sebagian elite mulai dari daerah hingga pusat makin menggurita. Kepemimpinan sudah seperti harta warisan yang hanya berhak menerimanya bagi mereka yang memiliki hubungan keluarga. Tenju saja tidak ada yang salah kalau yang diwarisinya memiliki kapasitas, persoalannya kemudian adalah banyak pemimpin yang dipaksakan mengurus negara karena tidak rela diberikan kepada orang lain. Tradisi yang menyesatkan ini harus dihentikan, menjaring pemimpin ke depan lewat pemilihan umum harus lebih selektif dan berkualitas.

Jelang Pemilu 2014 suhu politik makin memanas, partai politik terus membenahi diri mulai dari persiapan para calon anggota legislatif hingga kandidat calon presiden. Kultur politik Indonesia belum begitu sehat, misalkan karena yang bersangkutan bagian dari dinasti yang memiliki kekuasaan di partai atau karena memiliki uang banyak maka begitu mudahnya menjadi calon anggota legislatif dengan nomor urut satu. Kami memimpikan pemimpin Indonesia di masa mendatang merupakan hasil dari kompetisi kapabilitas, bukan lahir dari akar feodalisme.

Virus feodalisme sudah begitu menyebar dalam tubuh partai politik Indonesia, misalkan di Partai Demokrat karena yang memiliki saham besarnya adalah SBY maka anaknya Edhie Baskoro dengan mudahnya menjadi sekretaris jenderal partai, bahkan saat ini SBY menjadi ketua umumnya, mungkin satu-satunya dalam sejarah kehidupan di muka bumi ini partai politik dipimpin langsung oleh bapak dan anak. Begitu pula dengan PDIP yang lebih banyak ditentukan oleh Megawati, bahkan untuk kandidat calon presiden 2014 ketua umum partai moncong putih itu diberikan kewenangan yang penuh untuk menentukannya.

Padahal kalau kultur politik di tubuh partai lebih sehat dan terbuka, maka akan banyak ditemukan kader-kader yang lebih potensial, kaderisasi pun dengan sendirinya akan berjalan dengan baik. Musuh politik kita saat ini adalah feodalisme, dan inilah yang sesungguhnya mesti dibunuh.

Dalam konteks ini, mari kita teladani Amerika Serikat yang telah memilih Barack Obama sebagai presiden. Obama bukanlah ketua umum partai atau dinasti politik tertentu, tapi dia dipilih sebagai kandidat calon presiden oleh Partai Demokrat berdasarkan kompetensi. Obama memenangkan konvensi melawan Hillary Clinton yang merupakan istri mantan presiden yang juga sama-sama kader terbaik partai. Itulah fungsi utama partai melahirkan pemimpin. Kini Partai Demokrat versi Indonesia menggelar konvensi capres secara terbuka karena partai yang didirikan Presiden SBY ini telah gagal melahirkan pemimpin.

Menyehatkan Partai

Partai Politik merupakan salah satu pilar dari demokrasi, demokrasi mengajarkan kepada kita bahwa semua orang memiliki hak yang sama, rakyat ditempatkan sebagai subyek perubahan. Mengelola partai politik bukan hanya hak yang memiliki modal finansial besar, tapi juga hak semua kader yang memiliki gagasan-gagasan besar. Realitas politik di negeri ini, partai dipimpin oleh orang-orang yang berduit, dalam arena muktamar atau kongres partai yang terjadi bukanlah transaksi gagasan melainkan transaksi fulus.

Ini mungkin sulit dihindari apalagi iklim politik kita yang makin hari makin pragmatis, tapi kalau kultur politik seperti ini yang dipertahankan maka Indonesia akan sulit menggapai kemajuan. Membenahi republik yang sangat besar seperti Indonesia ini harus dimulai dari partai politik, karena partai telah menjadi pilar utama dalam menyusun dan menentukan arah kebijakan negara. Jabatan pemerintahan apa yang tidak diproses secara politik, mau jadi ketua MK, MA, KY, KPK, OJK, Gubernur BI maupun institusi pemerintahan lainnya harus mengikuti uji kelayakan dulu di DPR.

Oleh karenanya, ruang sakral ini jangan dibiarkan diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki kredibilitas, warga negara berpendidikan dan berintegritas yang wajib mengisinya. Mentalitas elite politik kita yang hedonis dan hidup bermewah-mewahan merupakan cerminan kegagalan partai mendidik kadernya, padahal para pendiri dan pemimpin awal republik seperti Soekarno, Muhammad Hatta, Muhammad Natsir, Prawoto Mangkusasmito dan lain sebagianya telah memberikan keteladanan yang sangat baik. Mereka terjun ke dunia politik betul-betul berjuang untuk kemaslahatan umat, turun ke bawah langsung mendengarkan keluh kesah rakyat dengan segera menjawabnya.

Kini, rakyat datang langsung ke pusat kekuasaan untuk minta keadilan tapi tidak pernah ditanggapi secara serius oleh pemerintah seperti aksi kamisan yang sudah digelar ratusan kali. Kalau derita rakyat seperti ini sudah tidak didengar lagi, sementara elite sibuk mengurus diri dan keluarganya, apakah masih pantas mereka disebut sebagai pemimpin.

Kewajiban utama partai politik sesungguhnya mesti melahirkan pemimpin-pemimpn berkarakter yang dapat mengayomi, membahagiakan dan mensejahterakan rakyat. Memulihkan kepercayaan rakyat terhadap partai harus dibuktikan dengan kerja nyata, rakyat bukanlah komoditas politik tapi mereka adalah bagian penting dari proses perubahan besar yang kita cita-citakan bersama. Partai politik adalah ruang sakral, kesakralan akan menjadi profan apabila ruang tersebut di isi oleh para bandit negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun