Definisi Bentuk Usaha TetapÂ
Bentuk usaha tetap merupakan salah satu bentuk usaha yang digunakan untuk menentukan atau determinasi terhadap Subjek Pajak Luar Negeri (non-resident taxpayer) baik orang pribadi (nature person) atau badan (legal person) yang melakukan operasionalisasi aktivitas ekonomi di Indonesia. UU No. 36 tahun 2008 mengenai PPh pasal 2 ayat 5 menjelaskan bahwa Bentuk Usaha Tetap merupakan bentuk usaha yang digunakan oleh individu dari luar Indonesia atau individu yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia dalam waktu tidak melebihi 183 hari dalam kurun waktu 12 bulan, serta badan dari luar Indonesia yang melakukan kegiatan operasional usaha di Indonesia.
Dalam pasal tersebut, bentuk usaha tetap dalam bentuk sebagai berikut:
- tempat manajemen berada;
- cabang institusi;
- perwakilan kantor;
- gedung kantor;
- pabrik;
- bengkel;
- pertambangan serta penggalian SDA;
- perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
- proyek konstruksi, instalasi, atau perakitan.
- Usaha pemberian jasa yang berbentuk apapun yang dilakukan oleh pegawai dari suatu instansi dan individu selama usaha tersebut lebih dari 60 hari dalam kurun 1 tahun.
- Individu/badan yang disebut sebagai agen berkedudukan tidak bebas.
- Agen/pegawai institusi asuransi yang berkedudukan diluar Indonesia namun menerima manfaat dari pertanggungan resikonya di Indonesia.
- Piranti seperti komputer, alat elektronik dan lain-lain yang dipunyai, disewakan atau dipergunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik dalam melakukan operasionalnya melalui dunia maya atau internet.
Alasan Dibentuknya Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha tetap dibentuk pemerintah yang ditujukan untuk institusi yang menanamkan modal asing dan telah dikategorikan WPDN atau wajib pajak dalam negeri. Hal ini kerap terjadi karena peningkatan jumlah investor dari luar Indonesia yang melakukan joint venture atau melakukan kerja sama antara perusahaan Indonesia dan perusahaan asing. Bentuk usaha tetap ini memiliki tujuan agar investor asing terhindar dari pengenaan pajak berganda atas sumber pendapatan yang diperoleh dari Indonesia melalui berbagai pengujian keberadaan BUT tersebut. Dalam uji tersebut, pemerintah akan melakukan pengecekan apakah bentuk usaha tersebut masuk dalam kriteria institusi yang memiliki hak dan kewajiban pengenaan PPh atau tidak. Selain itu, dalam beberapa tahun ini terjadinya peningkatan usaha dengan pola join venture antara investor asing dengan Indonesia.
Hal tersebut sesuai dengan UU No. 36 tahun 2008 pasal 2 ayat 6 yang menyatakan bahwasannya kedudukan atau tempat tinggal orang maupun badan sesuai dengan Dirjen pajak sesuai dengan keadaan riil. Sedangkan kurun waktunya ditentukan 183 hari selama 1 tahun jika Indonesia dan negara asal dari orang pribadi maupun badan tidak mempunya tax treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Namun, jika kedua negara memiliki tax treaty atau P3B, maka kurun waktu ditentukan berdasarkan berdasarkan perjanjian/kesepakatan kedua negara.
UU tentang PPh sudah adanya perubahan sebanyak 4 kali dan UU No. 7 tahun 1983 sebagai induk dari perubahan-perubahan lainnya. Sedangkan UU No. 36 tahun 2008 menjadi UU paling baru sebagai acuan dari UU PPh di Indonesia.
Dalam hal ini, BUT masuk dalam klasifikasi SPLN dan termasuk dalam WP badan, diluar dari subjek pajak lainnya yang dikenakan PPh seperti WP OP, PT, Yayasan, BUMN dan BUMD. Revissi dalam UU tersebut juga memberikan penegasan BUT sebagai subjek pajak yang diperlakukan sama seperti subjek pajak badan.
Perhitungan dan Besarnya PKP BUTÂ
Perhitungan PKP BUT adalah sebagai berikut :
Penghasilan bruto -- biaya yang digunakan untuk memperoleh, penagihan dan pemeliharaan penghasilan.
Sesuai dengan Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang No. 36 tahun 2008 jumlah pengurang dari biaya tersebut adalah sebagai berikut:
Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak BUT
Penghasilan kena pajak atau sering disebut PKP untuk WPLN yang melakukan operasionalisasi usaha/menjalankan usaha dengan BUT di Indonesia dalam jangka waktu 1 tahun diperhitungkan melalui penghasilan yang dikurangkan dengan biaya yang berhubungan dengan pendapat tersebut misalnya keuntungan atau laba, dan penghasilan bruto yang dikarangkan dengan PTKP atau sering disebut dengan penghasilan tidak kena pajak. Adapun tarif pajak yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
- Pemerintah telah menetapkan tarif 25% terhadap PKP BUT berlaku semenjak tahun 2010 yang diberlakukan terhadap WPLN dan WPDN.
Sebagaimana telah tertuang dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2008 pada pasal 17 ayat (2a) yang menyebutkan bahwa tarif BUT dan WPDN diberlakukan secara progresif berdasarkan besarnya PKP suatu instansi. Tarif yang berlaku sebelumnya adalah 10-30% berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan No.17 tahun 2000 untuk penghasilan yang dikenakan pajak sebesar Rp 50 juta sampai dengan diatas Rp. 100 juta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H