Tentang Pajak PenghasilanÂ
Pajak dijadikan sebagai alat bagi negara untuk memperoleh penerimaan dari warga negara baik secara langsung maupun tidak langsung. Penerimaan dalam bentuk pajak tersebut digunakan untuk maslahat masyarakat seperti pembangunan yang berkelanjutan dibidang sosial serta ekonomi makro maupun mikro, pengadaan sarana dan prasarana umum serta anggaran rutin negara.Â
Meski demikian, pemungutan pajak pada warga negara harus memperhatikan aspek pertimbangan keadilan. Karena beban pemungutan pajak yang terlalu besar pada masyarakat dapat memicu dan menghambat perekonomian. Besarnya pemungutan pajak dipengaruhi oleh faktor dari dalam maupun dari luar perusahaan. Dengan demikian, pemerintah harus menentukan langkah yang berkesinambungan dalam bentuk kebijakan yang tepat.
Beberapa langkah untuk memenuhi kewajiban perpajakan secara simultan dapat dilakukan dengan manajemen perpajakan yang sistematis berdasarkan fungsi planning, organizing, actuating dan controlling pada beban pajak minimum (tax saving) dalam perundang-undangan. Dalam hal ini, terjadi fenomena paradoksal dimana negara menganggap bahwa pajak menjadi sumber penerimaan yang dipergunakan untuk pembangunan berdasarkan UU.Â
Disisi yang lain, praktek dunia bisnis dalam decision making dipengaruhi oleh pajak yang dipungut oleh negara baik melalui cara direct maupun indirect. Pajak dalam dunia bisnis dianggap sebagai beban yang akan mengurangi net profit atau laba (profit margin) serta  pajak sebagai distribusi laba berpengaruh signifikan terhadap rate of return on investment (ROI). Jadi, manajemen pajak atas beban dilakukan dengan pemenuhan kewajiban pajak yang benar serta tepat waktu agar tidak terjadi pemborosan sumber daya.
Pajak bagi negara sumber penerimaan kas negara, sedangkan bagi pelaku usaha diasumsikan sebagai beban.Â
Mengacu pada UU Perpajakan No.36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan disebutkan bahwa salah satu objek pajak yaitu penghasilan yang merupakan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak baik dari dalam maupun luar negeri dengan kegunaan untuk kebutuhan konsumsi atau menambah nilai ekonomis harta dalam bentuk apapun.Â
Objek PPh kenakan pada penghasilan berupa penghasilan pegawai tetap, penghasilan teratur penerima pensiun, pembayaran sekaligus uang pesangon, pensiun, THT, JHT selepas 2 tahun sejak berhenti bekerja, upah pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas secara harian, mingguan, satuan, borongan  atau yang dibayarkan secara bulanan dan lain-lain, imbalan kepada bukan pegawai yang melakukan pemberian jasa, Imbalan kepada peserta kegiatan, penghasilan  anggota  Dewan  Komisaris  atau  Dewan  Pengawas non pegawai, pembayaran kepada mantan pegawai, penarikan dana pensiun oleh  pegawai.Â
Sedangkan pengecualian objek pajak yaitu santunan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, asuransi beasiswa, natura yang diberikan oleh  WP atau  pemerintah, iuran  kepada  dana  pensiun , THT, JHT dibayar pemberi kerja, zakat atau sumbangan keagamaan wajib yang diterima OP dan beasiswa.Â
Objek pajak non final dibagi dalam keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham/penyertaan modal; keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota; keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha; keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan  keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menkeu, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yg bersangkutan, karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.