Mohon tunggu...
Bert Toar Polii
Bert Toar Polii Mohon Tunggu... Jurnalis - Saya adalah penggemar olahraga bridge yang sangat fanatik dan ingin berbagi tentang berbagai kelebihan dan manfaat olahraga ini. Waktu luang saya digunakan untuk memperkenalkan tentang kampung saya Tondano.

Saya adalah penggemar olahraga bridge yang sangat fanatik dan ingin berbagi tentang berbagai kelebihan dan manfaat olahraga ini. Waktu luang saya digunakan untuk memperkenalkan tentang kampung saya Tondano.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Pengelolaan Olahraga Indonesia Amburadul

13 Februari 2016   19:24 Diperbarui: 13 Februari 2016   19:40 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENGELOLAAN OLAHRAGA INDONESIA AMBURADUL

Pengelolaan olahraga Indonesia masih terkesan amburadul. Itu terlihat ketika menentukan cabang olahraga yang dipertandingkan di Asian Games 2018. Sebelumnya 37 cabang olahraga sudah ditetapkan di rapat regional OCA di Turkmenistan, 14 Juni 2015. Itu sudah termasuk usulan Indonesia yaitu cabang bridge. Namun kemudian terjadi penggantian Pengurus KOI dan Satlak Prima. Pengurus baru ini dengan mudah berusaha mengganti cabang olahraga bridge dengan cabang Paragliding dan Jetski. Dimana kesinambungan pembinaan olahraga jika ketika ganti pengurus ganti kebijakan. Jika seperti ini cara mengelola olahraga maka sudah pasti kegagalan yang akan ditemui nanti.

1, 2

Dua situs ini membuktikan bahwa bridge sudah resmi dipertandingkan di Asian Games 2018

Memang bridge kurang berprestasi spektakuler di 5 tahun terakhir ini tapi tentu saja perlu dilihat penyebabnya. Sejak krismon, PB Gabsi sudah mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan sehingga program sebelumnya tidak bisa diteruskan. Pelatih kaliber dunia Erick Kokish harus diputus kontraknya dan Indonesia beberapa kali tidak mengirim wakilnya ke kejuaraan dunia. Semuanya ini terjadi karena minimnya dukungan dari pemerintah. Walaupun demikian, bridge tetap melahirkan prestasi dan yang terakhir paling valid adalah Kejuaraan Asia Cup 2 tahun 2014 di Wu Yi, China dimana Indonesia meraih 2 emas di Senior dan Ladies serta 1 perak di Open team sementara Singapura 1 emas sementara China gagal menghasilkan medali emas.

Barangkali hasil di Asean 2011 yang membuat banyak orang ragu dengan prestasi bridge karena hanya meraih 4 medali emas dari target 5 medali emas. Padahal jika dikaji lebih mendalam terlihat bahwa Indonesia begitu percaya diri dengan membatasi usia atlet 55 tahun kebawah. Ini hanya kebijaksanaan sepihak PB Gabsi waktu itu yang mengakibatkan pemain-pemain yang sarat prestasi dan pengalaman seperti Henky/Eddy, Denny Sacul dan Munawar serta saya sendiri tidak boleh ikut. Tapi latihan yang insentif serta dukungan pemerintah melalui satlak prima ketika hendak mengikuti Sea Games telah melahirkan prestasi dunia tahun 2011 dimana tim putri Indonesia meraih medali perak di kejuaraan dunia paling bergengsi Venice Cup 2011 di Veldhoven Belanda. Jadi jika didukung dana untuk pembinaan serta mengajak seluruh atlet potensial untuk ikut membantu target 5 medali emas di Asian Games 2018 dengan waktu yang tersisa dua setengah tahun rasanya akan mudah dicapai. Apalagi Indonesia bebas menentukan nomor pertandingan selama tidak bertentangan dengan aturan World Bridge Federation.

Apakah hilangnya bridge dan digantikan cabang lain ini adalah pertimbangan murni prestasi atau sebab lain entahlah. Tapi yang pasti pengurus baru ganti kebijakan :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun