kali ini aku mengisyaratkan sesuatu
menjalin mentari dengan penuh khidmat
mereka berlarian di antara ilalang
berkejaran bak tak jemu
menanti singupnya rendah hati para bukit
tanpa arah aku meneropong gelap
hingga tak maksud hati aku kembali mengerat
satu arah dengan perginya peraduanku
kelam berhasrat untuk memenanginya
seiring renta memadu kasih
dihadapan anak tak berkepala rumah tangga
dia terlunta dalam dirinya
dengan tubuh tegap gempita
tak memperlihatkan kekacauan dalam benaknya
keruh memang seakan tak bertenaga
riuh meredam kegetiran raut mukanya
kembali dia menghilang dalam kawanan rengat
dia menemukan puing bambu
untuk tempat istirahatnya
dan meminang sisa ingatan peraduannya
sampai akhirnya dia lengas penuh harap
namun itu tak merubah ketiadaannya
harap tak kunjung mendengarnya
hingga renta
dan jiwa menutup dirinya
aku ungkapkan dia sahabatku
sahabat dalam diriku
aku mencoba untuk selalu menemaninya
sampai malaikat bertanya tentangku
" kapan tiba aku mencabut isi kepalamu ?? "
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H