Kenaikkan upah akan selalu menjadi polemik terutama para pengusaha dan pekerja.
Dari sudut pandang pengusaha kenaikkan akan dianggap membebani apalagi dalam situasi pandemi yang belum pasti seperti ini. Meskipun kecenderungan penyebaran Covid-19 terlihat menurun tetapi sewaktu-waktu angka penularannya bisa melonjak lagi, hal ini tentu akan menyebabkan aktivitas ekonomi perusahaan terganggu apalagi kalau level PPKM naik, mobilitas masyarakat tidak bebas, kegiatanpun terbatas.
Setelah hampir dua tahun terpuruk karena pandemi maka tuntutan kenaikan upah minimum dari para pekerja akan memberatkan para pengusaha. Hal ini bisa dimaklumi karena ibaratnya mereka baru berusaha bangkit kembali. Sebuah dilema yang bikin pusing kepala, tetapi bisa bertahan dari pandemi dan tidak mengalami kebangkrutan adalah karunia.
Sementara kalau kita lihat dari sisi para pekerja, dalam situasi tuntutan ekonomi yang meningkat, hiduppun terasa berat. Bila upah yang diterima dari para pekerja rendah akan berdampak pada semangat kerja yang rendah, tetapi sekali lagi pandemi memang menimbulkan sengsara, jadi kalau pekerja tidak terkena pemutusan hubungan kerja itu juga merupakan keberuntungan.
Serba repot ..., pekerja minta kenaikan pengusaha berat menaikkan. Sementara pengusaha dan pekerja ibarat gitar dan dawainya. Gitar tidak ada dawai tidak akan bunyi, dawai tanpa gitar bisa apa.
Pemerintah melalui Kemenaker telah menetapkan upah minimum 2022 naik sebesar 1,09% dengan pertimbangan data pertumbuhan ekonomi dan inflansi dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Setelah ditetapkan oleh pemerintah selanjutnya Gubernur masing-masing daerah yang akan menindak lanjuti ketentuan berdasarkan PP No.36 tahun 2021tersebut. Gubernur, wali kota dan bupati akan mengumumkan penyesuaian upah minimum provinsi maupun kabupaten/kota.
Dilihat dari prosentase kenaikan sebesar 1,09% angka ini tidak berarti karena hanya berkisar puluhan ribu rupiah saja dari gaji yang biasa mereka terima.
Para pekerja/buruhpun beranggapan bahwa kenaikan ini kecil dan hanya merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada pengusaha, sementara pengusaha menyebut itu sudah paling adil.
Seperti yang dikatakan oleh Ketua Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (16/11/2021),"Mendukung sepenuhnya penerapan PP Nomor 36 (tentang pengupahan), di mana PP tersebut menurut pandangan kami adalah formula (kenaikan upah minimun 2022) sudah paling adil karena di situ ada faktor rata-rata konsumsi rumah tangga." (money.kompas.com)
Kenaikan Upah Minimum adalah sebuah problema yang terulang bukan hanya sekali dua, tapi tahun-tahun sebelumnya demo kenaikkan upah juga ada. Mudah-mudahan ada solusi yang menguntungkan keduanya, tidak menjadi dilema buat pengusaha dan tidak merugikan para pekerja.
Harus ada timbal balik, bila gaji naik maka produktivitas pekerja juga harus naik supaya pengusaha tidak merasa sia-sia karena telah mengeluarkan biaya untuk kenaikan gaji mereka.
Sedikit mengigau dan berandai-andai, seandainya pengusaha bertukar nasib jadi pekerja dan pekerja jadi pengusaha, yang semula mendemo kemudian jadi di demo, aah… stop! Tidak usah dilanjutkan, sampai di sini saja. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H